Opini

Opini: Imajinasi Kecil untuk Gubernur NTT, 21 Bupati dan Wali kota Kupang

Mereka dilantik Presiden RI Prabowo Subianto bersama kepala daerah lainnya dari seluruh penjuru Indonesia. 

|
Editor: Dion DB Putra
DOK PRIBADI
Yoss Gerard Lema 

Bersamaan dengan itu jutaan ikan kecil menyerbu ke pantai. Membiarkan dirinya ditangkap masyarakat. Kombong, serdin, ewer, siput, gurita, dan sebagainya.

Warga datang dengan membawa ember untuk mencedok ikan. Rumput laut muda juga menyerbu, mengklaim dirinya juga sebagai potensi. 

Tak ketinggalah tambak-tambak garam tiba-tiba terisi penuh. Bahkan tongkang-tongkang di laut penuh dengan garam yang asin.

Begitu juga siput-siput naik ke darat. Gubernur dan 21 Bupati dan Wali kota membelakkan mata. Sebab di dalam dagingnya tersimpan butir-butir mutiara dengan cahaya cemerlang. 

Ooooh Tuhan betapa indah tangan kasihMu kepada rakyat di Bumi Flobamora. Mudah-mudahan Gubernur dan 21 Bupati dan Wali kota adalah orang baik. Cerdas, jujur, berani dan tulus melayani rakyat.

Belajarlah dari Bung Karno

Kini atraksi alam raya menuju senja kemerahan. Matahari terlihat jingga. Sunset. Dimana-mana sunset. Labuan Bajo bagai permata jingga dari selatan. 

Tanjung Bunga membius sore melankolis. Senja di Kota Kupang memandikan Lasiana dan Nunsui seindah bibir soerga. 

Sabu, Rote, Adonara, Lembata memperlihatkan sunset penuh cerita. Dan di bibir pantai berpasir putih menempatkan sunset Sumba lebih indah dari Bali.

Namun, greget sunset terindah sesungguhnya ada di bibir pantai Kota Ende. Inilah sunset bersejarah. Karena yang menikmati sunset saat itu adalah Bung Karno. 

Saking kagumnya Singa Podium itu duduk terpaku bisu. Dia menatap Pulau Ende di kejauhan sambil meneteskan air mata. 

Hingga sunset kuning emas itu ditelan lautan. Kemudian remang-remang, yang terdengar hanyalah deru gelombang yang pecah di bibir pantai.

Lalu hening. Bening. Tanpa kata-kata. Hanya nafas yang keluar dari mulut Sang Orator ulung itu. Dia pun kembali ke rumah kontrakannya di jalan Perwira Ende, Flores. 

Di rumah dia disambut Inggit Ganarsi, istrinya tercinta. Keduanya saling menatap. Hati mereka yang bicara. Lalu ditatapnya Ratna Djuami, anak angkatnya tersayang. Bung Karno lalu ke sumur. Ambil air wudhu.

Beberapa menit kemudian dia telah berada di kamar doa. Dia sholat. Sujud sesujud-sujudnya kepada Tuhan Yang Maha Esa. Berdoa sambal meneteskan air mata, ingusnya berhamburan. 

Sholat lima waktu dijalankan dalam kepasrahan (1934-1938). Heniiing. Sungguh hening. Dia percaya Tuhan ada di dalam keheningan. Tuhan mendengar isak tangisnya. 

Tuhan tahu, sebagai pemimpin, Bung Karno hanya fokus tentang nasih rakyatnya. Nasib bangsa terjajah. Sehingga rumah kontrakan di jalam Perwira itu sesungguhnya adalah rumah air mata dari seorang pemimpin. 

Karena pemimpin seharusnya seperti itu. Yang dipikirkan di dalam otaknya, batinnya, hatinya, jiwanya hanyalah penderitaan rakyatnya. 

Jadi jalan-jalan di kota kecil Ende yang pernah dilalui Bung Karno adalah jalan air mata. Karena sambil berjalan yang dipikirkan cuma nasib rakyatnya yang miskin papah, hidupnya tertunta-lunta.

Selama empat tahun Bung Karno melakukan retret di Ende. Tuhan mengaruniakan ilham kepada Bung Karno. Di bawah pohon sukun bercabang lima ilham suci itu merasuk ke dalam hatinya. 

Menjalar ke seluruh syaraf dan pori-porinya. Dan menjadi cahaya dalam batinnya. 

Di Ende inilah sesungguhnya Bung Karno menyaksikan Pancasila yang hidup dalam adat budaya orang Ende Lio. Dan jadilah Pancasila dasar negara. Fondasi kokoh yang bersumber dari budaya bangsa.

Pada titik inilah Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, Wali kota/Wakil Wali kota hendaknya menyelami sejarah saat Bung Kano berada di Ende. 

Walau dalam pembuangan seorang pemimpin rakyat, pemimpin politik, tetap teguh memikirkan nasib rakyatnya. Rakyat yang miskin, papah, hidup terlunta lunta.

Buat apa menjadi pejabat negara bila jabatannya hanya untuk mencuri uang dari rakyatnya.

Realita ini kini kasat mata di seluruh antero negeri. Sehingga Gubernur Melki Laka Lena dan Wakil Gubernur Johni Asadoma, serta 21 Bupati dan Wakil Bupati dan Wali kota Kupang dan Wakil Walikota Kupang setelah melakukan retret di Lembah Tidar Magelang, hendaknya melakukan retret di rumah Bung Karno di Ende. 

Belajar kepemimpinan dari pemimpin sejati, negarawan sejati, tegas, jujur, berani membela kebenaran dan memanusiakan para jelata.

Semoga setelah keluar dari retret di rumah Bung Karno di Ende mudah-mudahan Gubernur Melki Laka Lena dan Wakil Gubernur Johni Asa Doma dan 21 Bupati dan Wakil Bupati serta Wali kota Kupang dan Wakil Wali kota Kupang mampu membangun ‘jembatan emas baru’ yang bisa memberikan harapan baru bagi rakyat miskin, bayi-bayi stunting, penggangguran, anak-anak disalibitas, anak putus sekolah/putus kuliah, serta nasib petani, peternak, nelayan, pedagang, dll.

Membangun jembatan emas baru menuju rakyat NTT sejahtera tidaklah susah. Tapi tidak juga gampang. Sebab akar dari segala kehancuran  ekonomi Indonésia hanya satu.  Korupsi. 

Yang dituntut dari semua pemimpin adalah bekerja secara transparan. Tidak tipu-tipu. Menggunakan sistem digital. Bisa? Harusnya bisa.

Pada titik ini Gubernur dan 21 Bupati dan Wali kota mesti membangun tekad bersama. Dimulai dari diri sendiri. Lalu amuk getarannya ditaati jajarannya di Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif. 

Berjanji pada dirinya sendiri. “Menjadi pemimpin daerah: berpikir pun jangan untuk menjadi koruptor”.

Karena koruptor sesungguhnya ada dua kategori. Pertama, yang sudah ditangkap jumlahnya baru sedikit. Kedua, yang belum ditangkap, jumlahnya sangat banyak. Setiap hari masih terus mencuri dan mencuri.

Pendapat umum mengatakan, akar kemiskinan adalah kebodohan, buta huruf, malas dan tidak mau maju. 

Namun, Oscar Arias Sanches, Presiden Costa Rica (1986-1990) pemenang Nobel perdamaian 1987 ketika menulis prakata dalam buku Strategi Memberantas Korupsi yang ditulis Jeremy Pope tahun 2002 mengatakan, korupsi membawa akibat langsung, yaitu memperparah kemelaratan rakyat dan memperlemah lembaga-lembaga demokrasi. 

Karena itu, korupsi bukan disebabkan oleh kemiskinan, tetapi sebaliknya justru kemiskinan disebabkan oleh korupsi.

Selamat bekerja Pak Gubernur NTT dan  21 Bupati di NTT dan Pak Wali kota Kupang.

Beranilah berantaslah korupsi di NTT seperti yang dipesankan Presiden Prabowo saat retret di Magelang. Bukankah potensi alam raya NTT berlimpah? Semoga! (*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved