Opini
Opini: Melki-Johni dan Harapan Baru Untuk NTT
Visi NTT Maju, Sehat, Cerdas, Sejahtera, dan Berkelanjutan, harus mampu meningkatan kualitas hidup masyarakat.
Oleh: Ernestus Holivil
Dosen Administrasi Publik Undana Kupang - NTT
POS-KUPANG.COM - Emanuel Melkiades Laka Lena dan Johni Asadoma baru saja dilantik sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) periode 2025–2030.
Ini momentum penting, sekaligus pintu menuju kemungkinan baru—atau juga sebuah ujian besar mengukir takdir NTT ke depan.
Saat ini, NTT masih terperangkap dalam berbagai masalah berat. Kemiskinan yang membelenggu, pendidikan yang jauh dari standar kemajuan, infrastruktur yang terpinggirkan, dan sektor kesehatan yang terabaikan—semua itu bagaikan belenggu yang menghambat kemajuan provinsi ini.
Muncul pertanyaan besar: apakah visi-misi dan komitmen Melki-Johni mampu menciptakan pelabuhan harapan baru bagi NTT? Atau akankah mereka hanya menjadi bagian dari sistem yang memperparah ketidakadilan yang sudah ada?
Saya kira, ini bukan sekadar soal janji politik, tetapi tentang komitmen untuk bertindak dan meraih harapan yang selama ini dianggap sulit dicapai.
Tantangan Kemiskinan
Kemiskinan di NTT masih menjadi masalah besar dan membutuhkan perhatian serius.
Data BPS pada September 2024 menunjukkan bahwa jumlah penduduk miskin di NTT mencapai 1,13 juta orang, menempatkan NTT sebagai salah satu provinsi dengan angka kemiskinan tertinggi di Indonesia.
Angka ini bukan sekadar statistik, melainkan cerminan kegagalan sistem yang sudah terlalu lama dibiarkan.
Beberapa faktor yang menyebabkan itu. Mulai dari keterbatasan akses pendidikan berkualitas, minimnya infrastruktur yang mendukung mobilitas ekonomi, hingga ketergantungan pada sektor pertanian subsisten yang memiliki produktivitas rendah. Semuanya berkontribusi pada lingkaran kemiskinan.
Harus kita akui, kualitas pendidikan NTT hingga saat ini cukup memprihatinkan. Masih banyak anak putus sekolah dan bahkan tidak sekolah sama sekali.
Selain karena himpitan ekonomi keluarga, akses terbatas terhadap pendidikan juga cukup berperan, khususnya di daerah dengan kategori 3T (Tertinggal, Tedepan, dan Terluar).
Anak-anak putus sekolah bukan karena tidak mau sekolah. Tetapi ini bagian dari kegagalan besar para pemimpin kita.
Pemerintah tidak mampu mengelolah anggaran dengan baik, sehingga fasilitas pendidikan memadai dan akses yang layak untuk anak-anak menjadi sangat
terbatas. Inilah potret buram pendidikan kita.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.