Cerpen

Cerpen: Rakyat yang Lupa Tersenyum

“Apa gunanya semua ini kalau perut tetap kosong?” gumamnya sambil mengusap peluh di dahinya yang mulai memutih oleh usia. 

Editor: Dion DB Putra
Pixabay
Ilustrasi 

Bupati terdiam sejenak. “Saya paham kemarahan kalian. Tapi kami sedang berusaha. Sebentar lagi akan ada program distribusi air dari pusat. Kami juga sedang mengupayakan bantuan pupuk dari pemerintah provinsi.”

“Lalu kapan kami bisa makan dengan layak, Pak? Anak-anak kami sudah tidak tahu lagi rasanya kenyang,” teriak salah satu warga. Bupati menghela napas panjang. 

“Kalian harus bersabar. Pembangunan ini butuh waktu.”

Dorus menggeleng dengan getir. “Kami sudah terlalu lama sabar, Pak. Sabar yang terus- menerus tanpa hasil bukan lagi kesabaran, tapi penderitaan.”

Mina mendekat ke suaminya, matanya berkaca-kaca. “Kami bukan rakyat yang malas bekerja, Pak. Kami ingin hidup dari tanah ini. Tapi bagaimana kami bisa bekerja kalau tanahnya tak bisa ditanami? Kami ingin janji itu ditepati, bukan hanya diucapkan.”

Bupati terdiam, sesaat ia menatap wajah-wajah rakyat di depannya. Mereka sudah terlalu lelah dengan janji-janji kosong. Senyumannya memudar, tergantikan oleh kesadaran yang baru.

“Hari ini,” katanya dengan suara yang sedikit bergetar, “saya berjanji di hadapan kalian semua. Saya akan pastikan program ini berjalan. Mulai hari ini, tim saya akan turun langsung ke desa-desa untuk memastikan kebutuhan kalian terpenuhi. Saya minta kalian berikan saya kesempatan satu bulan untuk membuktikannya.”

Kerumunan mulai tenang. Mereka belum sepenuhnya percaya, tapi setidaknya kali ini bupati itu terlihat sungguh-sungguh. Dorus menatap bupati itu dalam-dalam, lalu mengangguk pelan.

“Kami akan menunggu satu bulan, Pak. Tapi jika janji ini tidak ditepati lagi, jangan harap kami akan diam.”

Bupati mengangguk, dan perlahan kerumunan mulai bubar. Dorus dan Mina berjalan pulang dengan langkah yang lebih ringan, meskipun di hatinya masih tersisa keraguan. 

Mereka telah terlalu sering dikecewakan. Namun di ufuk barat, langit mulai berawan. Mungkin, kali ini hujan benar-benar akan turun.

***

Di Kampung Bea leteng, senyum masih langka, tapi harapan, meski tipis, mulai muncul kembali. (*)

Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved