Opini

Opini: Lanskap Kerawanan Pilkada 2024 di NTT

Bawaslu Provinsi NTT memotret kerawanan kontekstual berdasarkan aspek teknis elektoral dan aspek lokalitas kedaerahan. 

Editor: Dion DB Putra
KOMPAS/TOTO SIHONO
Ilustrasi. 

Oleh Silvester Sili Teka 
ASN Bawaslu Provinsi NTT

POS-KUPANG.COM - Peta kerawanan Pilkada 2024 di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) resmi dirilis Bawaslu Provinsi NTT dan Bawaslu RI. 

Bawaslu Provinsi NTT memotret kerawanan kontekstual berdasarkan aspek teknis elektoral dan aspek lokalitas kedaerahan. 

Sedangkan Bawaslu RI secara khusus merekam kerawanan di tiga tahapan vital yaitu pencalonan, kampanye dan pemungutan-penghitungan suara. 

Terdapat sembilan indikator kerawanan yang dirilis Bawaslu NTT meliputi pemilih belum terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT)/pemilih belum memiliki KTP-el, pelanggaran saat pemungutan suara dan pemungutan suara ulang; 

Ketidaksesuaian jumlah surat suara yang diterima dengan jumlah surat suara yang dicetak, cuaca buruk, ketidakpatuhan prosedur pelaksanaan teknis tahapan, Keterbatasan akses pengawasan, laporan/temuan dugaan politik uang, mobilisasi pemilih di perbatasan RI-Timor Leste, dan pelanggaran netralitas ASN. 

Dari hasil pemetaan Bawaslu RI secara nasional, Provinsi NTT tergolong rawan tinggi bersama empat provinsi lain yakni Kalimantan Timur, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Tengah. 

Predikat rawan tinggi dimaksud tidak saja merujuk di tiga tahapan (pencalonan, kampanye, pungut hitung) tetapi juga dimensi sosial politik berkaitan keamanan, otoritas penyelenggara politik dan penyelenggara negara. 

Enam Kabupaten di NTT termasuk rawan tinggi meliputi Kabupaten Manggarai Timur, Sikka, Timor Tengah Selatan (TTS), Timor Tengah Utara (TTU), Kabupaten Kupang, dan Malaka. Keenam kabupaten masuk dalam deretan 84 Kabupaten/Kota terkategori rawan tinggi.    

Deskripsi Kerawanan 

Berdasarkan pemetaan Bawaslu NTT, sembilan indikator kerawanan tersebut merupakan hasil analisa praktis terhadap kejadian pelanggaran dan hambatan teknis/non teknis yang pernah terjadi di Pilkada dan Pemilu terakhir beserta isu-isu strategis terkini. 

Dimulai dari identifikasi fenomena malapraktik dan iregularitas elektoral serta isu  terkini dengan melibatkan stakeholder terkait, selanjutnya dianalisis berdasarkan relevansi jenis pemilihan (Pilkada) dan relevansi kondisi sosio-kultural dan sosio-politik daerah. 

Sembilan indikator kerawanan dimaksud dimulai dari persoalan data pemilih. Perwujudan hak pilih rakyat seringkali tidak memenuhi tiga parameter utama yakni derajat cakupan pemilih (comprehensiveness), kemutakhiran data pemilih (updating data), dan akurasi data. 

Selain disebabkan pergerakan dan fenomena kependudukan yang dinamis, pemutakhiran data pemilih terkendala banyak faktor seperti ketidakpatuhan prosedur pantarlih, data kependudukan yang invalid atau ganda, tingginya mobilitas masyarakat ke luar daerah serta minimnya kesadaran masyarakat memastikan diri  terdaftar dan perbarui dokumen kependudukan. 

Indikator kedua, pelanggaran pemungutan-penghitungan suara dan pemungutan suara ulang. 

Halaman
1234
Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved