Opini
Opini: Hasil Percepatan Kebijakan Satu Peta yang Meragukan
Sejak Kebijakan Satu Peta lahir, kebutuhan terhadap peta yang selaras untuk setiap tema dalam ranah pengambilan kebijakan oleh pemerintah semakin
Oleh: Akbar Hiznu Mawanda, S.H., M.H., C.Me.
Registered Legislative Drafter of Badan Informasi Geospasial
POS-KUPANG.COM - Peluncuran Geoportal Kebijakan Satu Peta 2.0 oleh Prabowo Subianto selaku Presiden Republik Indonesia terpilih, pada 18 Juli 2024 semakin mengukuhkan urgensi posisi informasi geospasial khususnya peta yang selaras dalam keberlanjutan pembangunan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sejak Kebijakan Satu Peta lahir, kebutuhan terhadap peta yang selaras untuk setiap tema dalam ranah pengambilan kebijakan oleh pemerintah semakin meningkat dan vital.
Kebijakan Satu Peta merupakan sebuah kebijakan yang lahir akibat kegusaran Presiden ke-6 Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono, yang melihat bahwa informasi geospasial yang tumpang tindih akan memengaruhi penentuan keputusan untuk berbagai kebijakan strategis nasional.
Kegusaran ini dijawab dengan keluarnya Instruksi Presiden Nomor 10 Tahun 2011 tentang Penundaan Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola HutanAlam Primer dan Lahan Gambut yang dilanjutkan dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial.
Rupanya pelaksanaan Kebijakan Satu Peta ini tidak berjalan sesuai yang dicita-citakan. Pasca-disahkannya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011, masih sering dijumpai banyaknya informasi geospasial, khususnya peta, yang tumpang tindih.
Akibatnya, konflik terkait wilayah akibat tumpang tindih peta terus bermunculan. Mulai dari konflik batas wilayah, permasalahan pemberian izin pemanfaatan lahan seperti pertambangan, perkebunan, sampai dengan penerapan dari rencana tata ruang wilayah.
Mengingat dampaknya yang luar biasa, implementasi pelaksanaan Kebijakan Satu Peta dirasa perlu untuk dipercepat.
Sebagai katalisator, pada 21 Desember 2015, Presiden Joko Widodo mengeluarkan Paket Kebijakan Tahap VIII yang menargetkan Percepatan One Map Policy sebagai salah satu poin dalam yang harus dilaksanakan.
Lahirlah Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Kebijakan Satu Peta pada Tingkat Ketelitian Peta Skala 1:50.000 yang disempurnakan melalui Peraturan Presiden Nomor 23 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Kebijakan Satu Peta pada Tingkat Ketelitian Peta Skala 1:50.000.
Untuk meningkatkan kemanfaatan hasil dari percepatan pelaksanaan Kebijakan Satu Peta, Presiden Joko Widodo pun menetapkan Keputusan Presiden No 28 tahun 2023 yang mengatur, salah satunya, mengenai pemberian akses kepada masyarakat untuk mengakses data dan informasi geospasial hasil Kebijakan Satu Peta.
Kebijakan yang ditindaklanjuti dengan disahkannya Peraturan Badan Informasi Geospasial Nomor 3 Tahun 2024 tentang Mekanisme dan Tata Kerja Berbagi Pakai Data dan Informasi Geospasial Kebijakan Satu Peta dan Keputusan Kepala Badan Informasi Geospasial Nomor 138 Tahun 2024 tentang Klasifikasi Kewenangan Akses Geoportal Kebijakan Satu Peta.
Hasilnya sangat signifikan.
Dari rilis yang dikeluarkan Kepala Badan Informasi Geospasial selaku Ketua Tim Pelaksana Kebijakan Satu Peta, pada bulan Maret 2024, tercatat dari 158 informasi geospasial tematik yang di-satu peta-kan, 158 informasi geospasial tematik yang menjadi target Peraturan Presiden telah dikompilasi, 141 informasi geospasial tematik berhasil diintegrasikan, 16 informasi geospasial tematik dalam proses verifikasi perbaikan dan 86 persen Peta Indikatif Tumpang Tindih Informasi Geospasial Tematik telah tersinkronisasi.
Dari data yang disampaikan tersebut, terwujudnya satu peta di Indonesia yang bermanfaat kini bukanlah menjadi impian lagi.
Ada Celah
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.