Opini
Opini: Dilema Pemimpin Lokal
Di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), isu ini semakin relevan mengingat perkembangan politik yang dinamis menjelang Pilkada 2024.
Oleh: Tian Rahmat,S.Fil
Alumnus IFTK Ledalero, Seminari Tinggi St Petrus Ritapiret Maumere, Flores NTT
POS-KUPANG.COM - Dalam dinamika politik lokal, pemimpin dihadapkan pada berbagai tantangan yang tidak hanya menguji kemampuan manajerial mereka tetapi juga integritas dan komitmen terhadap kepentingan publik.
Dilema antara kepentingan pribadi dan kesejahteraan umum hemat penulis seringkali menjadi batu ujian utama yang menentukan kualitas kepemimpinan mereka.
Di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), isu ini semakin relevan mengingat perkembangan politik yang dinamis menjelang Pilkada 2024.
Kepentingan Pribadi vs Kesejahteraan Umum
Kepentingan pribadi dalam konteks politik seringkali merujuk pada upaya pemimpin untuk mengamankan posisi, kekuasaan, dan keuntungan material.
Di sisi lain, kesejahteraan umum mengacu pada kebijakan dan tindakan yang dirancang untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat luas. Dalam banyak kasus, hemat penulis pemimpin lokal terjebak persimpangan yang sulit antara kedua kepentingan ini.
Pertama, Tantangan Kepemimpinan di NTT. Provinsi NTT memiliki karakteristik khusus yang membentuk dinamika politik lokalnya.
Dengan tingkat kemiskinan yang masih tinggi, infrastruktur yang kurang memadai, dan tantangan pendidikan, pemimpin di daerah ini menghadapi tekanan besar untuk membawa perubahan positif.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), persentase penduduk miskin di NTT mencapai 20,90 persen pada September 2021, tertinggi di Indonesia (BPS, 2021).
Angka ini mencerminkan betapa mendesaknya kebutuhan untuk kebijakan yang benar-benar berpihak pada kesejahteraan masyarakat.
Kedua, Politik Uang dan Kepentingan Pribadi. Salah satu manifestasi paling nyata dari kepentingan pribadi dalam politik adalah praktik politik uang.
Studi menunjukkan bahwa politik uang masih menjadi fenomena yang mengakar dalam pilkada di banyak daerah, termasuk NTT.
Fenomena ini tidak hanya merusak tatanan demokrasi tetapi juga mengikis kepercayaan publik terhadap pemimpin dan institusi politik.
Menurut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), praktik politik uang merupakan salah satu penyebab utama korupsi di Indonesia (KPK, 2021).
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.