Opini
Opini: Berapa Lama Mereka Boleh Menjabat?
Ada ironi pada fenomena itu. Di satu sisi, event Pemilu secara harafiah dimaknai sebagai membatasi masa jabatan.
Menurut Henri Bergson, ada dua pengertian waktu. Pertama Temps dari kata bahasa Prancis. (Tempus = waktu).
Definisi ini kenal dengan istilah waktu yang dipahami dalam kaitan dengan ruang. Karena itu bisa dihitung. Cirinya kuantitatif dan bisa dijumlahkan.
Secara abstrak wujud temps dapat diumpamakan sebagai sebuah garis tak terbatas yang tersusun dari banyak titik-titik. Dan titik-titik itu berdiri terpisah satu dengan yang lain. Karena keterpisahan itu maka tempus bisa dihitung, diukur dan dibagi-bagi.
Waktu dalam pengertian temps inilah yang dipelajari dalam ruang ilmu pengetahuan karena bersifat objektif (Bertens 2001).
Dalam kaitan dengan jabatan anggota legislatif, masa bakti yang objektif menurut perspektif Bergson adalah waktu/masa jabatan yang terputus-putus.
Itu berarti periodisasi perlu dibatasi. Dan titik-titik yang membentuk garis lurus dalam ilustrasi di atas bisa ditafsirkan sebagai suksesi para legislator berbeda. Secara berkesinambungan mereka berpartisipasi membangun peradaban hidup masyarakat.
Singkatnya, masa jabatan anggota legislatif perlu dibatasi tegas. Tentang berapa jumlah persisnya perlu diputuskan bersama.
Kedua, Duree (Inggris; duration/durasi). Kata ini tidak mudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Akan tetapi meski ada kerumitan itu duree bisa diartikan sebagai lamanya/bentangan (Bertens 2001).
Maka waktu dalam pengertian duree berarti suatu bentangan panjang tak terputuskan. Suatu garis tunggal panjang tanpa situasi jedah. Bergson memberi keterangan bahwa duree bersifat subjektif-psikologis.
Karena ada subjektivitas itu maka duree tidak bisa dikuantifisir. Waktu sebagai untaian panjang dan tak terbagi mengalir dari kehendak subjek.
Apabila duree digunakan untuk membaca fenomena masa jabatan anggota legislatif, maka masa bakti yang panjang tidak merepresentasi objektivitas.
Sebaliknya durasi pelayanan yang panjang adalah luapan yang keluar dari kehendak subjek. Itu berarti sebaik apapun pelayanan anggota legislatif, tidak ada alasan baginya untuk memperpanjang masa jabatan.
Sebab motor yang menggerakkanya adalah kehendak kuasa pribadi. Maka objektivitas dan kualitas pelayanan yang digaungkan anggota legislatif, menurut perspektif duree, hanyalah kehendak subjektif untuk melanggengkan kekuasaan.
Dengan demikian, uraian di atas adalah ajakan untuk menyoal masa jabatan anggota legislatif.
Perlu ada pembatasan masa bakti anggota legislatif di parlemen. Tujuannya agar kaderisasi di parlemen dapat terwujud dan menghadirkan asas keadilan bagi semua kalangan.
Sambil menunggu ditetapkannya produk hukum yang mengatur batas masa jabatan, setiap anggota DPR harus mampu membatasi kehendak kuasannya.
Anggota legislatif mesti toleran dan berani menjawab cukup untuk pelayanan di parlemen. Dengan menghidupkan keutamaan demikian maka kedaulatan rakyat perlahan ikut dipulihkan. (*)
Opini: Green Chemistry, Solusi Praktis Melawan Krisis Lingkungan di NTT |
![]() |
---|
Opini - Drama Penonaktifan Anggota DPR: Siapa yang Sebenarnya Berkuasa, Rakyat atau Partai? |
![]() |
---|
Opini: Anomali Tunjangan Pajak DPR RI, Sebuah Refleksi Keadilan Fiskal |
![]() |
---|
Opini: Paracetamol Publik Menyembuhkan Demam Bukan Penyakit |
![]() |
---|
Opini: Pendidikan Generasi Muda Indonesia Berciri Kalos Kagathos Menurut Konsep Paidea Plato |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.