Opini

Hoaks dan Ujaran Kebencian di Masa Pilpres

Ini akibat dari informasi palsu yang dengan sengaja dibuat dan disebar untuk memanipulasi emosi pengguna media sosial demi menekan rasionalitas.

Editor: Dion DB Putra
shutterstock
Ilustrasi. 

Hoaks atau kabar bohong dan ujaran kebencian kembali makan korban. Sejarah mencatat tragedi kemanusiaan yang sangat mengerikan. Di sana terjadi genosida.

Pembunuhan besar-besaran oleh suku Hutu yang mayoritas terhadap saudara sebangsanya suku Tutsi yang minoritas.

Ini terjadi akibat hoax dan hate speech yang disebar organisasi paramiliter Hutu Interahamwe. Bahwa mantan presiden mereka Juvénal Habyarimana yang Hutu dan rekannya Presiden Burundi Cyprien Ntaryamira tewas ditembak kelompok bersenjata Tutsi pada malam 6 April 1994.

Penembakan terjadi di atas pesawat yang ditumpangi kedua pemimpin itu. Kabar bohong dan ujaran kebencianpun disebar cepat dan masif ke seluruh Rwanda dengan tujuan satu. Ethnic cleansing atas suku Tutsi.

Akibatnya sangat mengerikan. Dalam tempo 100 hari sejak 7 April terjadi pembantaian dengan korban lebih dari 800.000 jiwa. Tua muda besar kecil suku Tutsi dan Hutu moderat dihabisi dengan cara sangat sadis.

Ditembak, dipenggal, dipukul pakai pentungan dan dibakar hidup hidup. Ini kejahatan kemanusiaan terbesar setelah Perang Dunia II.

Beberapa kejahatan kemanusian di atas barangkali hanya contoh akibat ekstrem dari hoaks dan ujaran kebencian.

Namun dalam skala tertentu tidak berlebihan kalau dikatakan kita juga saat ini tengah berada dalam era post truth dengan hoaks dan ujaran kebencian yang bebas berseliweran di dunia maya.

Demi memenangkan paslonnya, tim sukses dan para pendukung berani menghalalkan segala cara. Kabar bohong disebar terus-menerus secara masif dengan hasil akhir kebohongan itu diterima sebagai sebuah kebenaran.

Hoaks dan ujaran kebencian disebar demi memenangkan paslon yang didukung tanpa peduli pada akibat yang bisa timbul setelah Pilpres nanti. Rusaknya harmoni dan konflik di akar rumput bukan soal bagi mereka.

Untuk itu bagi kita yang masih waras, mari, jangan tinggal diam. Hentikan hoaks dan ujaran kebencian ini. Sebelum segalanya terlambat. (*)

Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved