Opini
Maranata: Mensyukuri Kehidupan, Merindukan Kematian
Mgr. Anton juga adalah sosok yang ketika bersua dengan beliau, orang akan dibawa dan digiring untuk begaimana mensyukuri serentak memaknai kehidupan.
Di sisi lain, point penting yng mau dipetik di sini yakni ketekunan untuk mengekalkan atau mengabadikan setiap moment kehidupan kita dalam lembaran-lembaran diary seperti yang dilakukan oleh Mgr. Anton.
Kematian Sebagai Maranata
Tanggal 2 Januari 2024 yang lalu Mgr. Anton baru merayakan ulang tahunnya yang ke-95. Tentu nuansa sukacita natal dan tahun baru sekaligus ulang tahun beliau menjadi sukacita yang Kalvari.
Sebab siapa yang menduga, kalau perayaan sukacita dan tawa tersebut merupakan sukacita terakhir yang dialami oleh Mgr. Anton dalam hidupnya. Tetapi saya yakin, Mgr. Anton sudah mempersiapkan diri menghadapi kematian.
Baca juga: Uskup Atambua Dominikus Saku Lepas Jenazah Mgr Anton Pain Ratu dengan Air Mata
Dalam spirit dan semangat Maranata kematian itu dapat dilihat dan direfleksikan sebagai kedatangan dan kehadiran Tuhan untuk mengambil dan membawa kembali kehidupan yang merupakan kepunyaan-Nya, dan Mgr. Anton mengimani hal ini, bahwasanya kehidupan yang dijalaninya sifatnya terberi dan karena itu beliau selalu siap kapan saja Tuhan datang dan mengambilnya kembali.
Mgr. Anton menutup usianya serentak mengakhiri kehidupannya pada umur yang ke-95 tahun.
Dalam kurun waktu 95 tahun tentu sudah banyak hal yang dilakukan untuk gereja Katolik universal terlebih khusus untuk Gereja Katolik Keuskupan Atambua.
Untuk itu, kami mengucapkan terima kasih berlimpah unukmu Yang Mulia, untuk kesaksian hidup dan imanmu yang engkau tinggalkan bagi Gereja pada umumnya dan khususnya untuk Gereja Keuskupan Atambua.
Selamat Jalan Mgr. Anton. Selamat jalan Gembala yang baik. Doakan kami selalu. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.