Lipsus

Delapan Tahun Hidup Dalam Pasungan ODGJ di Manggarai Barat NTT Butuh RSJiwa

Sebanyak 535 Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) di Kabupaten Manggarai Barat (Mabar), Provinsi NTT, membutuhkan Rumah Sakit Jiwa (RSJ)

|
POS KUPANG/BERTO KALU
DIPASUNG - Ari Effendi, salah seorang ODGJ didampingi ayahnya, Umar Bawa, mendapat kunjungan Ketua KKI Manggarai Barat Kristo Tomus, Sabtu (15/4). 

POS KUPANG.COM, LABUAN BAJO - Sebanyak 535 Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) di Kabupaten Manggarai Barat (Mabar), Provinsi NTT, membutuhkan Rumah Sakit Jiwa (RSJ) untuk perawatan dan pengobatan.

Dari jumlah itu 51 ODGJ diantarnya masih dipasung dan tiga lainnya meninggal dunia dalma pasungan.

Kepala Bidang (Kabid) Rehabilitasi Sosial Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Manggarai Barat, Maria Imelda Jeramun mengatakan, angka 535 ODGJ itu merupakan data per tanggal 27 Maret 2023.

"Beberapa diantaranya sudah meninggal dunia," kata Imelda di Labuan Bajo, Kamis (13/4).

Baca juga: BREAKING NEWS: Pria di Timor Tengah Utara Tega Rudapaksa Wanita ODGJ

Menurut Imelda, sejauh ini Pemerintah Kabupaten Mabar belum memiliki rumah sakit jiwa (RSJ) maupun panti khusus untuk perawatan ODGJ. Kehadiran RSJ itu sangat penting dan dibutuhkan bagi perawatan dan pengobatan ODGJ.

Karena ketiadaan RSJ dan klinik, demikian Imelda, ODGJ dirawat oleh keluarganya masing-masing di rumah. Dalam penanganan keluarga, ada ODGJ yang dipasung. Sementara sebanyak 16 ODGJ dititipkan perawatannya di sebuah lembaga sosial.

Menurut dia, kondisi ODGJ terus dipantau dengan pemberian bantuan makanan dan obat melalui tenaga lapangan.

"Kami juga memiliki tenaga lapangan selalu mengecek apakah ODGJ ini masih ada obat atau belum. Kalau obatnya sudah hampir habis maka didorong keluarga untuk mengambil obat di puskesmas atau rumah sakit," ujarnya.

Setidaknya ada 12 tenaga lapangan dari dinsos yang tersebar di seluruh Kecamatan di Mabar. Tugas tenaga lapangan itu untuk melakukan pendataan, membantu pasien dalam mendaftar BPJS serta memberikan edukasi bagi keluarga tentang bagaimana penanganan yang tepat pada pasien.

DIPASUNG - Ari Effendi, salah seorang ODGJ didampingi ayahnya, Umar Bawa, mendapat kunjungan Ketua KKI Manggarai Barat Kristo Tomus, Sabtu (15/4).
DIPASUNG - Ari Effendi, salah seorang ODGJ didampingi ayahnya, Umar Bawa, mendapat kunjungan Ketua KKI Manggarai Barat Kristo Tomus, Sabtu (15/4). (POS KUPANG/BERTO KALU)

Tahun 2023, Pemkab Mabar menggelontorkan anggaran sebesar Rp 26.622.000 untuk penanganan ODGJ. Angka itu sudah direvisi dari sebelumnya sebesar Rp 31.320.000 yang bersumber dari APBD Mabar tahun 2023. Namun anggaran tersebut hanya diperuntukkan bagi ODGJ yang dipasung, tidak mengakomodir seluruh pasien.

"Serta bantuan sembako keluarga pasien ODGJ, bantuan hanya diberikan 1 kali dalam setahun," jelas dia.

Imelda menambahkan, ODGJ perlu rutin mengonsumsi obat agar mereka tidak bertingkah liar atau membahayakan orang lain. "Maksud pemberian obat supaya mereka ini tidak jalan atau melakukan hal-hal yang luar biasa," ujarnya.

 

* Meninggal Dalam Pasungan
Ketua Koordinator relawan Kelompok Kasih Insanis (KKI) peduli sehat jiwa Kabupaten Mabar, Kristo Tomus mengungkapkan 3 dari 51 ODGJ yang dipasung, telah meninggal dunia, terhitung sejak awal 2023. Kematian 3 ODGJ itu dipicu karena kurangnya perhatian dari keluarga, pasien tidak diberi makan hingga mati lemas.

"Satu di Kecamatan Kuwus, dua di Kecamatan Welak. Yang di Kuwus itu meninggal karena tidak ada orang yang beri makan. Sudah dipasung baru tidak dikasih makan itu sangat berat buat mereka," ungkapnya.

Kristo membeberkan, ada dua faktor penyebab kasus ODGJ di Mabar masih tinggi berdasarkan temuan KKI yakni faktor ekonomi, dan kurangnya perhatian dari keluarga ODGJ.

Baca juga: Dandim 1629 Sumba Barat Daya Akui Sedang Tangani 12 ODGJ Terpasung

Di Mabar ditemukan banyak ODGJ yang masih berkeliaran karena tidak dirawat oleh keluarga maupun pemerintah. Kondisi mereka memprihatinkan, karena mereka hidup tak berdaya. "Ada yang tidur di hutan juga di emperan toko," ungkap Kristo.

Sementara di sisi lain, dukungan dari lingkungan sekitar terutama keluarga yang merupakan kunci agar ODGJ bisa segera sembuh dan beraktivitas normal pun belum maksimal dilakukan. Hal lainnya yakni memastikan pasien mengonsumsi obat dan mendapatkan perawatan yang dibutuhkan.

Kristo mengatakan, ODGJ bukan sosok yang harus diasingkan atau dikucilkan apalagi dipasung. Orang-orang terdekat seperti keluarga, tetangga, dan masyarakat di lingkungan sekitar harusnya memberikan bantuan secara emosional maupun kebutuhan praktis.

"Jujur soal obat bagi saya nomor 2, tapi yang pertama adalah faktor kesembuhan ODGJ itu berasal dari lingkungan terutama keluarga," imbuhnya.

Kristo mengatakan, saat ini mereka terus mendorong keluarga untuk memberi perhatian dan membawa ODGJ ke puskesmas untuk ambil obat. Juga bagaimana keluarga memberi perhatian terhadap pasien, misalkan memberi makan dan kebutuhan lainnya," sambung dia.

Sejak Relawan KKI Mabar terbentuk tahun 2017 hingga tahun 2023 ini kurang lebih 20-an ODGJ yang sudah bebas pasung. Walau demikian, Kristo berharap, pemerintah harus terus melakukan pengawasan serta pemberdayaan melalui berbagai bantuan sosial.

ODGJ - Tim bebas pasung dari Dinkes Manggarai bersama dokter dari Panti Rehabilitas gangguan jiwa Renceng Mose Berdialog dengan keluarga pasien untuk bebas pasung Kristina Line, pasien asal Benteng Tubi, Kecamatan Rahong Utara, Kabupaten Manggarai Jumat 11 Maret 2023
 
ODGJ - Tim bebas pasung dari Dinkes Manggarai bersama dokter dari Panti Rehabilitas gangguan jiwa Renceng Mose Berdialog dengan keluarga pasien untuk bebas pasung Kristina Line, pasien asal Benteng Tubi, Kecamatan Rahong Utara, Kabupaten Manggarai Jumat 11 Maret 2023   (POS-KUPANG.COM/CHARLES ABAR)

Kristo mengungkapkan, tantangan relawan KKI yakni kesulitan menjangkau pasien ODGJ di wilayah Manggarai Barat. Sebab banyak pasien yang tinggal di wilayah pelosok sehingga sulit diakses.

"Sampai sekarang kami masih susah mengakses ODGJ karena kondisi jalan ke sana rusak, pakai sepeda motor juga susah. Ditambah lagi masih ada puskesmas tertentu yang belum tersedia obat untuk ODGJ. Itu kendala kami sejauh ini," kata Kristo.

Meski demikian, Kristo memastikan, Relawan KKI Mabar tetap intens mengunjungi ODGJ yang berkeliaran di jalan setiap pekan. Mereka memberi bantuan makan, air minum dan pakaian layak. "Dengan jumlah ODGJ yang makin tinggi menunjukan keseriusan kami relawan untuk mengabdikan diri pada gerakan layanan kesehatan jiwa di Mabar, terutama untuk terpenuhi hak asasi ODGJ setelah sekian lama diabaikan oleh masyarakat dan negara," ujarnya.

Terkait kabar bahwa dalam waktu dekat pemerintah akan membangun pusat rehabilitasi sosial di Labuan Bajo, Kristo menyambut baik hal itu. "Semoga dengan ada rumah pusat rehabilitasi maupun RSJ di Mabar akhirnya nanti bisa menjadi shelter, jadi ruang khusus, tempat bernaung bila keluarga tidak mau mengurus keluarganya yang ODGJ," pintanya.

Baca juga: 1 Korban Pasung di Manggarai Barat Dilepas, 51 ODGJ Masih Dipasung

Ari Effendi (29) warga Labuan Bajo sudah 17 tahun mengalami gangguan jiwa. Delapan tahun terakhir, Ari dipasung keluarganya di rumahnya yang berdinding papan kayu di Desa Golo Bilas, Kecamatan Komodo. Ari tinggal bersama orang tuanya, dengan kondisi kaki yang terbelenggu.

Ia dikurung di dalam ruangan kecil di belakang rumahnya.
Ia tidur di atas papan kayu beralaskan karpet, Ari tidak pernah berinteraksi dengan dunia luar. Dia menghabiskan waktunya di ruangan yang sempit.Kondisi Ari cukup memprihatinkan, dua kakinya sudah mengecil. Kuku memanjang tak terurus.

Umar Bawa (70), Ayah kandung Arif menjelaskan, Ari merupakan anak ke tujuh dari sembilan bersaudara. "Anak saya sudah sakit 15 tahun, dia kami pasung karena waktu itu pernah hilang 4 hari dari rumah, dia juga sering ngamuk," ucapnya, Sabtu (15/4).

Baca juga: Dinas Kesehatan Lepas Pasung Pasien ODGJ di Poka Rahong Utara, Kabupaten Manggarai

Umar mengaku sedih melihat putranya dipasung. Namun, dia tak kuasa untuk mengawasi pergerakan Ari. Sekali waktu Umar pernah dihajar hingga babak belur. "Dulu sebelum pasung saya dihajar habis, muka saya babak belur, saya ditendang seperti bola," ungkapnya.

Kini kondisi kejiwaan Ari perlahan membaik setelah rutin mengkonsumsi obat yang diberikan petugas kesehatan setempat dan juga relawan yang rutin datang mengecek kondisi putranya.

"Saya sangat berharap semoga obat ini harus stabil, karena kuncinya itu di obat. Saya sangat berharap anak saya bisa sembuh," ucapnya penuh harap.

Umar dulunya bekerja sebagai petani, namun di usianya yang sudah tua akhirnya pekerjaan itu tidak bisa lagi kerkerjakan. "Kadang saya pergi potong pisang dan jual ke pasar, itu pun hanya dapat Rp 100 ribu, pulang rumah hanya Rp 50 ribu karena sudah belanja sayur, dan ikan," ucap Umar.

Anak-anaknya sudah banyak yang merantau, sudah punya keluarga masing-masing. "Kami di rumah hanya 4 orang dengan adiknya Ari yang bungsu," ucapnya lagi.

Umar mengaku sering mendapatkan bantuan berupa bantuan langsung tunai (BLT) maupun sembako dari pemerintah, namun setahun belakangan bantuan itu belum lagi dirasakan. "Terkahir terima bantuan dari pemerintah mungkin tahun lalu," pungkasnya.

* Bangun RSJ

Ketua YKBH Justitia NTT, Veronika Ata, SH, M.Hum mengatakan, ODGJ merupakan Manusia dengan gangguan kesehatan mental yang patut dihargai keberadaannya. Pemasungan terhadap ODGJ merupakan salah satu bentuk penyiksaan, tindakan kriminal dan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM).

LPA - Ketua LPA NTT, Veronika Ata
LPA - Ketua LPA NTT, Veronika Ata (POS-KUPANG.COM/ HO. ISTIMEWA)

Sebenarnya Indonesia sudah meratifikasi Konvensi Anti Penyiksaan melalui UU No. 5 Tahun 1998 Tentang Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Marabat Manusia

"Mestinya kita mendukung mereka, bukan melakukan penyiksaan terhadap ODGJ. Sangat disesali, menyedihkan dan memprihatinkan, apalagi ada yang sampai meninggal dunia, itu bentuk pelanggaran HAM," sesal Veronika.

Jika ODGJ meninggal karena dipasung dan karena tidak mendapatkan pelayanan yang baik, maka pelakunya, siapapun dia harus diproses hukum karena telah melakukan penyiksaan hingga menyebabkan kematian.

Pemda harus segera merespons dan mencari solusi atas persoalan ODGJ sebab mereka manusia yang butuh perhatian. "Dinas Sosial maupun keluarga harus memberikan perhatian dan perlindungan kepada mereka.

Dipasung, tidak manusiawi. Mereka harus diperlakukan pantas sesuai harkat dan martabat manusia," katanya.
Langkah terbaik, demikian Veronika, Pemda wajib menyiapkan Rumah Sakit Jiwa (RSJ) atau minimal didahului dengan klinik untuk konseling, perawatan dan penanganan.

Baca juga: Dinas Kesehatan Lepas Pasung Pasien ODGJ di Poka Rahong Utara, Kabupaten Manggarai

"Ingat, bahwa Negara wajib hadir untuk melindungi warga negaranya, sekalipun dia mengalami gangguan jiwa. Justeru ODGJ harus mendapat perhatian khusus," kata Veronika.

Anggota keluarga juga harus lebih ramah dalam memberi layanan, memperhatikan dan melindungi keluarga yang ODGJ. Karena mereka sangat membutuhkan dukungan penuh dari keluarganya.

"Jika ada tetangga maupun sesama yang melihat ada pemasungan, mestinya melarang bahkan harus melaporkan kejadian ini kepada aparat Desa/ Kelurahan maupun pihak kepolisian agar mencari solusi bersama demi melindungi mereka," katanya.

Hal lainnya, tambah Veronika, perlu sosialisasi tentang ODGJ dan bagaimana perlindungan dan penanganan ODGJ. Juga sosialisasi tentang HAM, serta berbagai regulasi yang melindungi manusia, termasuk UU No. 5 Tahun 1998 Tentang ratifikasi Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Marabat Manusia. (uka/vel)

Pemerintah Belum Serius

ANGGOTA DPRD Manggarai Barat, Inocentius Peni menilai Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat (Mabar) belum serius menangani persoalan ODGJ di wilayah itu. Salah satu yang ia soroti adalah kecilnya anggaran yang dialokasikan untuk penanganan ODGJ dalam APBD tahun 2023.

"Sejauh ini saya tidak melihat ada langkah penanganan yang serius dari pemerintah terhadap ODGJ," kata Politisi PAN itu, ditemui Pos Kupang belum lama ini.

Ia pun mendorong pemerintah lebih serius lagi dalam mengatasi persoalan ODGJ di wilayah yang telah dilabeli sebagai destinasi wisata super prioritas itu. Salah satunya bekerja sama dengan lembaga-lembaga lain yang bisa membantu meringankan penderitaan pasien ODGJ.

Inocentius Peni
Inocentius Peni (PK/HO)


"Misalnya memberikan makanan, pakaian, obat-obatan dan sebagainya. Setahu saya di puskesmas sudah ada tenaga khusus yang mendampingi ODGJ, tetapi support anggaran untuk membackup kegiatan mereka masih sangat minim," ungkapnya.

Karena itu, demikian Inocentius, pemerintah harus lebih serius lagi menangani ODGJ. "Mereka (ODGJ) adalah manusia yang patut mendapatkan pelayanan yang baik dari pemerintah," katanya.

Dengan banyaknya kasus ODGJ di Mabar, Inocentius berharap agar pemerintah segera membangun Rumah Sakit Jiwa (RSJ) di Labuan Bajo, mengingat Labuan Bajo kini telah menjadi kota pariwisata yang banyak dikunjungi pelancong dari berbagai belahan dunia. Karenanya pemerintah harus menjamin keamanan serta kenyamanan para wisatawan.

Baca juga: ODGJ di Temukan Tak Bernyawa di Emperan Toko Kota Waingapu

Keterbatasan akses masyarakat pada pelayanan kesehatan jiwa menghambat upaya penanganan yang cepat dan tepat. Kondisi itu diperberat dengan adanya stigma serta minimnya kesadaran akan kesehatan jiwa.

"Wisatawan di Labuan Bajo mestinya harus bebas dari gangguan ODGJ. Karena itu bagaimana penanganan secara manusiawi adalah harus ada rumah khusus, entah rumah sakit atau apa yang bisa menampung mereka," katanya.

Namun, Inocentus mengingatkan, bahwa ODGJ mesti mendapat perlakuan yang manusiawi. "Perlakukan mereka secara manusiawi seperti kebutuhan orang-orang sehat lainnya," tutupnya. (uka)

Data ODGJ di Manggarai Barat:
Jumlah : 535 ODGJ
Dipasung : 51 ODGJ
Meninggal Dunia : 3 ODGJ
Lembaga Sosial : 16
Intervensi anggaran : Rp 26.622.000

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved