Lipsus

Delapan Tahun Hidup Dalam Pasungan ODGJ di Manggarai Barat NTT Butuh RSJiwa

Sebanyak 535 Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) di Kabupaten Manggarai Barat (Mabar), Provinsi NTT, membutuhkan Rumah Sakit Jiwa (RSJ)

|
POS KUPANG/BERTO KALU
DIPASUNG - Ari Effendi, salah seorang ODGJ didampingi ayahnya, Umar Bawa, mendapat kunjungan Ketua KKI Manggarai Barat Kristo Tomus, Sabtu (15/4). 

Kini kondisi kejiwaan Ari perlahan membaik setelah rutin mengkonsumsi obat yang diberikan petugas kesehatan setempat dan juga relawan yang rutin datang mengecek kondisi putranya.

"Saya sangat berharap semoga obat ini harus stabil, karena kuncinya itu di obat. Saya sangat berharap anak saya bisa sembuh," ucapnya penuh harap.

Umar dulunya bekerja sebagai petani, namun di usianya yang sudah tua akhirnya pekerjaan itu tidak bisa lagi kerkerjakan. "Kadang saya pergi potong pisang dan jual ke pasar, itu pun hanya dapat Rp 100 ribu, pulang rumah hanya Rp 50 ribu karena sudah belanja sayur, dan ikan," ucap Umar.

Anak-anaknya sudah banyak yang merantau, sudah punya keluarga masing-masing. "Kami di rumah hanya 4 orang dengan adiknya Ari yang bungsu," ucapnya lagi.

Umar mengaku sering mendapatkan bantuan berupa bantuan langsung tunai (BLT) maupun sembako dari pemerintah, namun setahun belakangan bantuan itu belum lagi dirasakan. "Terkahir terima bantuan dari pemerintah mungkin tahun lalu," pungkasnya.

* Bangun RSJ

Ketua YKBH Justitia NTT, Veronika Ata, SH, M.Hum mengatakan, ODGJ merupakan Manusia dengan gangguan kesehatan mental yang patut dihargai keberadaannya. Pemasungan terhadap ODGJ merupakan salah satu bentuk penyiksaan, tindakan kriminal dan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM).

LPA - Ketua LPA NTT, Veronika Ata
LPA - Ketua LPA NTT, Veronika Ata (POS-KUPANG.COM/ HO. ISTIMEWA)

Sebenarnya Indonesia sudah meratifikasi Konvensi Anti Penyiksaan melalui UU No. 5 Tahun 1998 Tentang Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Marabat Manusia

"Mestinya kita mendukung mereka, bukan melakukan penyiksaan terhadap ODGJ. Sangat disesali, menyedihkan dan memprihatinkan, apalagi ada yang sampai meninggal dunia, itu bentuk pelanggaran HAM," sesal Veronika.

Jika ODGJ meninggal karena dipasung dan karena tidak mendapatkan pelayanan yang baik, maka pelakunya, siapapun dia harus diproses hukum karena telah melakukan penyiksaan hingga menyebabkan kematian.

Pemda harus segera merespons dan mencari solusi atas persoalan ODGJ sebab mereka manusia yang butuh perhatian. "Dinas Sosial maupun keluarga harus memberikan perhatian dan perlindungan kepada mereka.

Dipasung, tidak manusiawi. Mereka harus diperlakukan pantas sesuai harkat dan martabat manusia," katanya.
Langkah terbaik, demikian Veronika, Pemda wajib menyiapkan Rumah Sakit Jiwa (RSJ) atau minimal didahului dengan klinik untuk konseling, perawatan dan penanganan.

Baca juga: Dinas Kesehatan Lepas Pasung Pasien ODGJ di Poka Rahong Utara, Kabupaten Manggarai

"Ingat, bahwa Negara wajib hadir untuk melindungi warga negaranya, sekalipun dia mengalami gangguan jiwa. Justeru ODGJ harus mendapat perhatian khusus," kata Veronika.

Anggota keluarga juga harus lebih ramah dalam memberi layanan, memperhatikan dan melindungi keluarga yang ODGJ. Karena mereka sangat membutuhkan dukungan penuh dari keluarganya.

"Jika ada tetangga maupun sesama yang melihat ada pemasungan, mestinya melarang bahkan harus melaporkan kejadian ini kepada aparat Desa/ Kelurahan maupun pihak kepolisian agar mencari solusi bersama demi melindungi mereka," katanya.

Halaman
1234
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved