Opini

Opini Prof Feliks Tans: Surat Terbuka Kepada Gubernur NTT, Menciptakan Sekolah Unggul

Melalui sekolah unggul itu, NTT akan lebih mampu menciptakan sumber daya manusia (SDM) yang juga unggul – Syukur kalau super unggul.

Editor: Alfons Nedabang
DOK POS-KUPANG.COM
Foto Ilustrasi - SMAK Giovanni Kupang Pertahankan Sekolah Unggulan. 

Dengan demikian, Bapak Gubernur, supaya itu mimpi, yaitu adanya sekolah-sekolah unggul yang menghasilkan SDM unggul untuk NTT dan, melalui NTT, untuk Indonesia dan dunia, bisa diwujudnyatakan, saya mohon dengan hormat, Bapak ubah system pendidikan di NTT dan menjadikannya contoh di Indonesia dan, bahkan, dunia, tentang bagaimana pendidikan formal itu seharusnya dijalankan untuk membuatnya lebih mampu menjawab tantangan jaman, termasuk mengeluarkan orang dari belenggu kemiskinan dan kebodohan akibat mutu pendidikan yang jelek.

Baca juga: Opini Theresia Wariani: Belajar Etos dan Ilmu Mendidik dari Negeri Sakura

Bapak Gubernur, saya sangat yakin, Bapak bisa melakukan itu. Sebagai pemimpin tertinggi di provinsi ini, Bapak berwewenang untuk mengubahnya. Bapak Gubernur bisa, saya yakin.

Momentum untuk melakukan perubahan yang substansial, yang hakiki, terkait system pendidikan itu di NTT, Bapak Gubernur, adalah saat ini, ketika Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Nadiem Anwar Makarim, menelurkan Program Merdeka Belajar dan Kampus Merdeka (PMBKM). Program tersebut sangat strategis untuk meningkatkan mutu sekolah dan kampus kita dan, tentu, melalui sekolah dan kampus yang bermutu itu, mutu SDM kita.

PMBKM, pada intinya, mendorong semua sekolah dan kampus menerapkan kegiatan belajar dan mengajar secara bebas-merdeka sesuai bakat, minat dan aspirasi siswa/mahasiswa dalam konteks NKRI dan Pancasila.

Bapak Gubernur, tiga kata itu, yaitu bakat, minat, dan aspirasi siswa/mahasiswa adalah tiga kata kunci PMBKM. Hanya berbeda sedikit dengan yang saya gunakan dalam berbagai tulisan saya, baik di Harian Umum Pos Kupang ini maupun di Harian Umum Kompas yang saya sebut di atas, Bapak Gubernur; saya menggunakan kata “kebutuhan belajar”, Mendikbudristek menggunakan istilah “aspirasi.” Subtansinya tetap sama.

Namun saya takut, Bapak Gubernur, di seluruh Indonesia tidak ada satu pun gubernur, bupati, wakli kota dan pengambil keputusan pendidikan, termasuk rektor, kepala sekolah dan guru serta dosen, yang berani menerapkannya secara taat azas.

Akibatnya, PMBKM yang, sejatinya, amat sangat bernas itu menjadi semacam tong kosong yang nyaring bunyinya.

Baca juga: Opini Frans X Skera: Era Vuca

Dalam konteks surat terbuka ini, Bapak Gubernur, persoalannya adalah bagaimana cara kita menciptakan sekolah unggul yang, pada gilirannya, mampu menghasilkan SDM unggul yang mampu membawa NTT secara khusus, Indonesia secara umum, keluar dari masalah kemiskinan dan kebodohan serta berbagai masalah lainnya.

Untuk menjawab persoalan tersebut, Bapak Gubernur, kita, tentu, tetap butuh sekolah. Kita, tentu, tetap butuh guru. Namun sekolah dan guru yang kita butuhkan bukan lagi sekolah dan guru yang melaksanakan tugasnya secara biasa-biasa saja.

Business as usual. Bukan. Apakah itu berarti sekolah dimulai pada jam 05:30 seperti yang Bapak Gubernur kehendaki? Maaf, Bapak Gubernur, saya sudah sampaikan di atas tadi bahwa itu bukan yang NTT kehendaki. Karena itu, kebijakan itu, kiranya, segera dicabut.

Kebijakan penggantinya, saran saya, kiranya, ini, Bapak Gubernur: Menjadikan NTT yang terdepan dan yang terutama dalam melaksanakan PMBKM dari Menteri Nadiem Anwar Makarim.

Dalam kebijakan itu, menurut saya, Bapak Gubernur bisa “paksakan” implementasi PMBKM secara taat azas. Secara konsisten.

Di setiap sekolah di NTT. Semua sekolah, karena itu, Bapak Gubernur, sejatinya, bisa dan harus menjadi sekolah unggul di provinsi kesayangan kita ini. Yang tidak menerapkannya, silakan “monggo” dari sekolah. Dari NTT, bila perlu.

Namun bagaimana persisnya PMB itu diimplementasikan? Gampang, Bapak Gubernur! Kita hanya butuh guru yang mengajar dan mendidik sekaligus, yang focus kegiatan pembelajarannya jelas, sifatnya student-centered murni.

Artinya, dalam mengajar, para guru itu tidak lagi hanya sekadar memberitahu, mentransfer keterampilan, dan memberikan informasi dan nilai tertentu dari guru ke murid, tanpa tanya jawab kritis; mereka benar-benar mengajar sesuai dengan BMKB murid (baca, misalnya, Implementasi Program Merdeka Belajar: Sebuah Alternatif oleh Feliks Tans dkk., 2022).

Halaman
1234
Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved