Opini

Opini Prof Feliks Tans: Surat Terbuka Kepada Gubernur NTT, Menciptakan Sekolah Unggul

Melalui sekolah unggul itu, NTT akan lebih mampu menciptakan sumber daya manusia (SDM) yang juga unggul – Syukur kalau super unggul.

Editor: Alfons Nedabang
DOK POS-KUPANG.COM
Foto Ilustrasi - SMAK Giovanni Kupang Pertahankan Sekolah Unggulan. 

POS-KUPANG.COM - Bapak Gubernur, saya, sebagai akademisi pendidikan di NTT, menulis surat ini untuk menyampaikan beberapa hal. Saya setuju dengan ide Bapak untuk membuka sekolah-sekolah unggul di NTT.

Melalui sekolah unggul itu, NTT akan lebih mampu menciptakan sumber daya manusia (SDM) yang juga unggul – Syukur kalau super unggul – dari segi kognitif, psikomotorik, dan karakter.

Selama ini, Bapak Gubernur, sudah ada SDM dengan keunggulan seperti itu dari NTT. Mereka berkiprah di NTT. Juga di luar. Di negara lain, bahkan.

Namun, jumlahnya, kita tahu, (sangat) terbatas sehingga NTT, provinsi kesayangan kita ini tetap saja berpredikat kurang sedap, misalnya, salah satu provinsi termiskin dengan mutu pendidikan yang kurang menggembirakan.

Urgensi Sekolah Unggul

Untuk keluar dari cap negative tersebut, Bapak Gubernur, semua orang NTT yang berkehendak baik, saya kira, sadar bahwa keberadaan sekolah unggul sangat penting. Sebab sekolah unggul itu, pada gilirannya, pasti mampu menciptakan SDM yang dapat membawa NTT keluar dari sebutan tak enak itu. Pada titik ini, saya setuju 100 persen dengan Bapak.

Namun, maaf, Bapak Gubernur, cara yang Bapak tempuh untuk menciptakan SMA/K unggul dengan, antara lain, mengharuskannya mulai sekolah pada jam 05:30, salah.

Sudah ada ulasan, misalnya, oleh Prof. Maxs U.E. Sanam (https://warta.edukasipublik.com/2023/03/ritme-sirkadian-dan-jam-masuk-sekolah.html?m=1) mengapa kebijakan itu salah dari segi waktu tidur para remaja.

Baca juga: Opini Januar J Tell: Mengkritisi Kebijakan Masuk Sekolah Jam 5 Pagi

Saya setuju dengan Prof. Sanam, Bapak Gubernur, dalam konteks itu. Namun, kali ini, saya melihatnya dari segi esensi, hakekat, keberadaan sebuah sekolah.

Kebijakan Bapak memulai sekolah pada jam sepagi itu, saya pikir, salah, karena fokusnya lebih pada pembelajaran formal (formal teaching) dari pada belajar (learning), baik informal maupun formal.

Ketika fokusnya pada pembelajaran, apalagi seperti yang terjadi sekarang ini, seorang anak SMA/K harus mempelajari sekitar 15 mata pelajaran yang pada umumnya, jauh dari bakat, minat, dan kebutuhan belajar (BMKB) seorang murid, pembelajaran itu menjadi hamper tanpa makna, Bapak Gubernur.

Adakah, misalnya, anak yang ber-BMKB dalam begitu banyak mata pelajaran? Ada, tentu, tetapi jumlahnya sedikit. Mungkin, satu di antara satu juta anak; secara umum, mereka ber-BMKB dalam satu, dua atau tiga mata pelajaran saja.

Dalam tautan dengan itu, anak-anak kita, di NTT atau di mana saja, Bapak Gubernur, secara umum, tidak bisa total dalam mengikuti pembelajaran di sekolah.

Cerita tentang tawuran yang sering terjadi antarsekolah, murid yang memukul gurunya atau dipukul gurunya, dan hasil pendidikannya yang tidak selalu baik, termasuk para koruptor yang lahir dari lembaga pendidikan kita, adalah, antara lain, buah dari hilangnya focus pembelajaran seperti itu.

Halaman
1234
Sumber: Pos Kupang
BERITATERKAIT
  • Ikuti kami di
    KOMENTAR

    BERITA TERKINI

    © 2023 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved