Argo Yuwono: Dua Jenderal Kini Diperiksa Terkait Dugaan Penerimaan Hadiah Kasus Djoko Tjandra
Bareskrim juga telah berkoordinasi dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk menelusuri aliran dana terkait perkara itu.
Argo Yuwono: Dua Jenderal Kini Diperiksa Terkait Dugaan Penerimaan Hadiah Kasus Buronan Djoko Tjandra
POS-KUPANG.COM, JAKARTA - Saat ini, penyidik Bareskrim Polri sedang memeriksa dua jenderal yang diduga turut tersangkut kasus penerimaan hadiah dari Djoko Tjandra dalam modus penghapusan red notice.
Hal ini diungkapkan Kepala Divisi Humas Polri Irjen Argo Yuwono melalui video telekonferensi, Kamis (6/8/2020) siang.
"Polisi menduga ada tindak pidana berupa penerimaan hadiah oleh penyelenggara negara dalam kasus penghapusan red notice atas nama Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra," katanya.
Konstruksi hukum terhadap tindak pidana yang disangkakan kepada dua jenderal polisi tersebut, yakni dugaan penerimaan hadiah oleh penyelenggara negara terkait pengurusan penghapusan red notice atas nama Joko Soegiarto Tjandra, yang terjadi sekitar bulan Mei 2020-Juni 2020.
• Semakin Dipastikan Uang Rp 600.000 Akan Masuk Ke Rekening Karyawan Non PNS Mulai September 2020
• Pamer Paha Mulus Saat Foto Bareng Sandiaga Uno dan Istri Penampilan Nia Ramadhani Disorot
• Umi Pipik Istri Ustad Uje, Single Parent 4 Anak yang Tajir Melintir, Ini Segudang Pabrik Uangnya
Untuk diketahui, Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri tengah melakukan penyidikan terhadap dugaan korupsi dalam kasus tersebut.
Kasus tersebut baru saja ditingkatkan ke tahap penyidikan pada Rabu (5/8/2020) kemarin.
Sebelum melakukan gelar perkara, polisi telah meminta keterangan sebanyak 15 orang saksi.
Namun, Argo Yuwono tak merinci siapa saja saksi yang dimaksud.
Selain itu, Bareskrim juga telah berkoordinasi dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk menelusuri aliran dana terkait perkara tersebut. Namun, polisi belum menetapkan tersangka.
Argo menuturkan, penyidik masih bekerja untuk menemukan terduga pelaku.
“Jadi masalah siapa yang menerima dan siapa yang memberi terkait kasus tipikor, nanti makanya di dalam penyidikan ini lah, serangkaian penyidik untuk mencari siapa pelakunya,” ucap dia.
Pasal yang disangkakan dalam kasus ini yaitu, Pasal 5 ayat 1 dan Pasal 2, Pasal 11, Pasal 12 huruf a, Pasal 12 huruf b, Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 KUHP.
Sebelumnya, dua jenderal Polri telah dimutasi karena diduga melanggar kode etik perihal polemik red notice untuk Djoko Tjandra.
Keduanya yaitu, Kepala Divisi Hubungan International Polri Irjen Napoleon Bonaparte dan Sekretaris NCB Interpol Indonesia Brigjen (Pol) Nugroho Slamet Wibowo.
Sementara itu, Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri menangani kasus pelarian Djoko Tjandra yang turut menyangkut perwira tinggi (pati) Polri.
Sejauh ini, polisi telah menetapkan dua orang tersangka karena diduga membantu Djoko untuk keluar-masuk Indonesia.
Pertama, Brigjen (Pol) Prasetijo Utomo yang telah menerbitkan surat jalan dan diduga terlibat dalam penerbitan surat kesehatan untuk Djoko Tjandra.
Prasetijo telah dicopot dari jabatannya sebagai Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri untuk keperluan pemeriksaan.
Prasetijo disangkakan Pasal 263 Ayat 1 dan 2 KUHP jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1e KUHP, Pasal 426 KUHP, dan/atau Pasal 221 Ayat 1 dan 2 KUHP, dengan ancaman hukuman maksimal 6 tahun penjara. Pasal 263 KUHP meyebut ketentuan soal pemalsuan surat atau dokumen.
Prasetijo diduga telah membuat dan menggunakan surat palsu yang berupa surat jalan tersebut.
Kemudian, Pasal 426 KUHP terkait pejabat yang dengan sengaja membiarkan atau melepaskan atau memberi pertolongan orang yang melakukan kejahatan.
Lalu, Pasal 221 KUHP terkait menyembunyikan orang yang melakukan kejahatan dan menghalang-halangi penyidikan.
Selain Prasetijo Utomo, penyidik juga telah menetapkan Anita Kolopaking sebagai tersangka.
Anita Kolopaking merupakan pengacara atau kuasa hukum Djoko, narapidana kasus pengalihan hak tagih Bank Bali, saat mengajukan permohonan peninjauan kembali (PK) ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Juni 2020 silam.
Anita Kolopaking dijerat dengan pasal berlapis. Ia disangkakan Pasal 263 ayat (2) KUHP terkait penggunaan surat palsu dan Pasal 223 KUHP tentang upaya membantu kaburnya tahanan.
• Pemkot Kupang Gelar Nikah Massal: Mempelai Tuna Netra Curi Perhatian
• Tori Ata Menyesalkan Penertiban di Besipae, Berdampak Negatif Bagi Ibu-ibu dan Anak

Periksa Dua Jenderal
Saat ini, Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri masih melakukan sejumlah pemeriksaan untuk mendalami dugaan pelanggaran kode etik yang diduga dilakukan dua perwira tinggi di Divisi Hubungan Internasional Polri terkait kasus pelarian Djoko Tjandra.
kedua jenderal yang diperiksa itu, masing-masing Kepala Divisi Hubungan International Polri Irjen Napoleon Bonaparte dan Sekretaris NCB Interpol Indonesia Brigjen (Pol) Nugroho Slamet Wibowo.
“Berkaitan dengan kode etik yang dilakukan oleh Kadiv Hubinter dan Ses NCB masih dalam proses. Artinya Propam masih dalam proses pemeriksaan berkaitan dengan hal tersebut,” kata Kepala Divisi Humas Polri Irjen Argo Yuwono di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Selasa (21/7/2020).
Sebelumnya, Nugroho menerbitkan surat nomor B/186/V/2020/NCB.Div.HI tertanggal 5 Mei 2020. Surat ditujukan kepada Dirjen Imigrasi Kemenkumham dan ditandatangani Nugroho atas nama Kepala Divisi Hubungan International Polri.
Melalui surat tersebut, Nugroho Slamet Wibowo menyampaikan terhapusnya red notice untuk Djoko Tjandra sejak 2014 karena tidak ada permintaan perpanjangan dari Kejaksaan Agung.
Hasil pemeriksaan sementara mengungkapkan Nugroho diduga melanggar kode etik.
Argo Yuwono sebelumnya tak menjelaskan rinci pelanggaran yang diduga dilakukan Nugroho.
Ia hanya mengatakan ada prosedur yang tak dilakukan oleh Nugroho Slamet Wibowo.
Sementara, Napoleon Bonaparte diduga melanggar kode etik terkait kelalaian pengawasan terhadap jajarannya.
Argo Yuwono menuturkan, keduanya akan diproses dengan asas praduga tak bersalah.
“Semua tetap mengacu pada asas praduga tak bersalah berkaitan dengan apa yang telah dilakukan, kita masih berproses, kita tunggu saja,” ucap dia.
Sementara itu, berkas kasus dugaan pelanggaran etik Brigjen (Pol) Prasetijo Utomo telah rampung dan akan segera disidangkan.
Prasetijo Utomo merupakan pejabat di Bareskrim yang menerbitkan surat jalan untuk Djoko Tjandra dan terlibat penerbitan surat kesehatan untuk buronan tersebut.
Prasetijo Utomo telah dicopot dari jabatannya sebagai Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri untuk keperluan pemeriksaan.
• Wanita Sikka ini Jadi Motivator dan Pembina Para Penenun Ikat di Nangahure
• Bupati Sumba Barat, Pengecer BBM Membandel Ditindak Tegas Sesuai Hukum Berlaku
• Terungkap Perasaan Ariel NOAH pada Bunga Citra Lestari, Mantan Luna Maya Disebut Punya Rasa Sayang
Diberitakan, Nugroho dan Napoleon telah dimutasi oleh Kapolri Jenderal (Pol) Idham Azis karena polemik Djoko Tjandra ini.
Mutasi itu tertuang dalam surat telegram Kapolri nomor ST/2076/VII/KEP./2020 tertanggal 17 Juli 2020. Surat itu ditandatangani Asisten Kapolri bidang SDM Irjen Sutrisno Yudi Hermawan atas nama Kapolri.
"Betul ada surat telegram. Pelanggaran kode etik maka dimutasi," kata Kepala Divisi Humas Polri Irjen Argo Yuwono ketika dihubungi, Jumat (17/7/2020).
Sementara itu, Napoleon Bonaparte dimutasi berkaitan dengan pengawasan bawahannya. "Iya (terkait Djoko Tjandra), kelalaian dalam pengawasan staf," tuturnya.
Dalam surat tersebut, Napoleon Bonaparte dimutasi sebagai Analis Kebijakan Utama Itwasum Polri. Kemudian, Nugroho Slamet Wibowo dimutasi menjadi Analis Kebijakan Utama Bidang Jianbang Lemdiklat Polri. (*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Diduga Ada Penerimaan Hadiah oleh Penyelenggara Negara dalam Kasus Red Notice Djoko Tjandra", Klik untuk baca: https://nasional.kompas.com/read/2020/08/06/14043581/diduga-ada-penerimaan-hadiah-oleh-penyelenggara-negara-dalam-kasus-red?page=all#page2