Krisis Produksi Kopi Bajawa

Produksi Kopi Arabika Anjlok,  Hasil Per Hektar Hanya 700 Kilogram 

Kabut tipis turun di lereng perbukitan Beiposo, Kecamatan Bajawa, Kabupaten Ngada. Frans Lewa tekun memangkas ranting

|
POS-KUPANG.COM/HO
Kopi Arabika Bajawa. Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi NTT menyatakan komitmennya untuk memperkuat pendampingan bagi petani kopi di Flores, Nusa Tenggara Timur, menyusul menurunnya produksi kopi Arabika Bajawa di wilayah asalnya, Ngada. 

Sentis juga mengatakan, kopi arabika sangat cocok dibudidayakan di wilayah Borong bagian utara, Ranamese bagian Utara, Lamba Leda Selatan, Lamba Leda Timur, Congkar, Elar, Kota Komba dan Kota Komba Utara. 

Sentis mengakui, saat ini produksi kopi arabika mengalami penurunan drastis karena berbagai factor di antaranya usia kopi yang sudah tua, sehingga perlu adanya regenerasi untuk meningkatkan produktivitasnya. 

"Memang ada yang tanam baru, tetapi buahnya tidak banyak juga karena masalah bibit yang digunakan bukan bibit unggul," ujarnya. 

Selain itu juga, penyebab produksi kopi menurun karena perawatan tidak maksimal, perubahan iklim, tanaman pelindung kopi menggunakan pohon lain bukan menggunakan pohon dadap karena menggunakan pohon dadap produksi kopi akan lebih baik. 

Meski demikian, kata Sentis, melalui PPL di setiap desa terus memberikan penyuluhan dan pendampingan kepada para petani. Petaninya semestinya sudah bisa mengakses SOP terkait cara pembudidayaan kopi arabika yang baik di media. 

Selain itu, Pemda juga melakukan kerja sama dengan berbagai pihak seperti Rikolto melalui Asnikom, Yayasan Dharma Bakti Astra, dan berbagai LSM lainya yang memfasilitasi pendampingan hingga pemasaran kopi arabika

Sentis juga mengatakan, kopi arabika juga selalu diekspor ke luar negeri seperti Eropa, Amerika dan Asia. Meski demikian, pihaknya tidak mengetahui pasti jumlah yang diekspor karena saat ini perdagangan bebas, di mana pos-pos hasil bumi di perbatasan sudah tidak diperbolehkan lagi. 

"Tapi yang pasti saat ini masih ada ekspor kopi arabika ke luar Negeri melalui berbagai perusahan yang membeli hasil bumi seperti PT Sari Makmur Tunggal Mandiri Borong, PT Indokom dan juga sejumlah perusahan pengepul di Ruteng," ujarnya. (cha/rob) 

Khawatir Kopi Arabika Punah 

Kabupaten Ngada sejak lama dikenal sebagai salah satu penghasil kopi arabika terbaik di Indonesia. Cita rasa kopi Arabika Bajawa telah memikat lidah para penikmat kopi, baik dari dalam maupun luar negeri.

Namun di balik popularitas dan aromanya yang khas, tersimpan kekhawatiran tentang keberlanjutan komoditas unggulan daerah ini. Kekhawatiran itu disampaikan Mario, pelaku UMKM dan barista di Lekosoro Coffee Shop Bajawa. 

Ia menuturkan, dalam beberapa tahun terakhir produktivitas kopi di Ngada mengalami penurunan yang cukup signifikan.  “Banyak petani yang meninggalkan ribuan pohon kopi mereka dan beralih menanam hortikultura,” ujar Mario kepada Pos Kupang, Senin  (27/10) lalu.

Menurutnya, ada dua alasan utama yang membuat petani enggan merawat kopi, meskipun komoditas ini bernilai tinggi dan memiliki potensi ekonomi besar.

Pertama, banyak tanaman kopi di Ngada sudah berumur tua dan membutuhkan peremajaan, yang memakan biaya serta waktu cukup lama. Kedua, tekanan ekonomi membuat sebagian petani memilih tanaman hortikultura yang bisa memberi penghasilan cepat.

“Kopi memang butuh waktu lama, panennya setahun sekali. Itu yang sering jadi alasan petani beralih ke tanaman lain,” ungkap Mario.

Sumber: Pos Kupang
Halaman 3/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved