NTT Terkini 

Riset Keamanan Pangan di Timor Leste: Formalin Masih Ditemukan, Ancaman bagi Perkembangan Otak Anak

Pada temuan terbaru tahun 2025 ini, penelitian menunjukkan tidak ditemukan kontaminasi boraks pada sampel makanan.

Editor: Oby Lewanmeru
POS-KUPANG.COM/HO
Tim peneliti Indonesia–Timor Leste memaparkan hasil penelitian terkait keamanan pangan, khususnya pengujian bahan pengawet berbahaya pada makanan di Timor Leste. 

POS-KUPANG.COM, KUPANG -- Tim peneliti Indonesia–Timor Leste baru saja memaparkan hasil penelitian terkait keamanan pangan, khususnya pengujian bahan pengawet berbahaya pada makanan di Timor Leste. Presentasi hasil penelitian dilakukan pada 14 Oktober 2025.

Penelitian ini merupakan kelanjutan hibah INCT–RDTL tahun 2023 dan 2025 yang dipimpin oleh Ass. Prof. Acacio Cardoso Amaral (UNTL) bersama kolaborator: apt. Stefany S.A. Fernandez, M.Si – Dosen Farmasi, Poltekkes Kemenkes Kupang;  dra. Lorenca Mendonca (ministry of Health – Timor Leste); Drh. Nikodemos Bores Lonai, SKh (UNTL) ; Drh. Silva Correia, SKh (UNTL) ; DR.Nolasco da Costa (IPB); Ir. Jose Mendes, L.Agp., IPM (IPB).

Pada temuan terbaru tahun 2025 ini, penelitian menunjukkan tidak ditemukan kontaminasi boraks pada sampel makanan.

Namun formaldehyde (formalin) masih terdeteksi pada beberapa produk pangan.

Sebelumnya, penelitian yang telah dipublikasikan pada jurnal Food Science and Technology tahun 2023 menemukan bahwa 21,5 persen makanan yang beredar di Timor Leste terkontaminasi formalin, menunjukkan bahwa masalah ini belum sepenuhnya terselesaikan.

Baca juga: Dosen Prodi Farmasi Kemenkes Poltekkes Kupang Gelar PkM di Poktan Nekemolo Baumata Timur

Menurut apt. Stefany Fernandez, M,Si temuan tersebut harus menjadi perhatian serius bagi pemerintah untuk memperketat pengawasan impor serta keamanan pangan.

“Formaldehyde adalah zat neurotoksik yang dapat mengganggu perkembangan otak anak. Dampaknya tidak langsung terlihat, tetapi berpotensi menghambat kemampuan belajar, memori, dan perkembangan kognitif mereka,” jelas Stefany.

Ia menegaskan bahwa hingga saat ini, dampak kerusakan otak pada anak akibat paparan toksin maupun kekurangan gizi kronik belum dapat terukur secara langsung dalam data kesehatan publik.

“Misalnya pada stunting — kita masih mengandalkan tinggi badan sebagai indikator utama. Padahal, kerusakan paling parah justru terjadi di otak, dan itu sering tidak terlihat,” paparnya.

riset formalin
Tim peneliti Indonesia–Timor Leste memaparkan hasil penelitian terkait keamanan pangan, khususnya pengujian bahan pengawet berbahaya pada makanan di Timor Leste

 

Stefany menyebut kondisi ini sebagai ‘silent cognitive killer’, yaitu ancaman yang secara diam-diam merusak kecerdasan generasi masa depan tanpa gejala fisik yang langsung tampak.

Sebagai pendiri komunitas Kasih Buku NTT yang fokus pada kesehatan dan pendidikan anak, Stefany mendorong peningkatan edukasi publik, pengawasan pangan, dan penelitian lebih lanjut untuk melindungi generasi penerus bangsa. (*)

Ikuti Berita POS-KUPANG.COM Lainnya di GOOGLE NEWS

Sumber: Pos Kupang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved