Sidang Kasus Prada Lucky

Ayah Prada Lucky: Anak Saya Meninggal Bukan Karena Pembinaan, Tapi Penyiksaan dan Pembunuhan

Dirinya memahami bahwa dalam sistem pembinaan militer terdapat tahapan yang jelas dan tidak boleh dilanggar.

Editor: Ryan Nong
POS-KUPANG.COM/MARIA SELFIANI BAKI WUKAK
KETERANGAN - Ayah almarhum Prada Lucky Chepril Saputra Namo, Chrestian Namo saat memberikan keterangan usai persidangan di Pengadilan Militer Kupang, Selasa (28/10/2025). 

Mengenakan kaos putih bertuliskan "Justice For Prada Lucky C.S. Namo", Mama Epy duduk di luar ruang sidang utama sambil memeluk erat foto sang anak. 

Tangisnya pecah, air mata terus mengalir di pipi, tangannya yang menggenggam selembar tisu tak henti mengusap matanya.

Sidang perdana tersebut teregister dengan nomor perkara 40-K/PM.III-15/AD/X/2025. Majelis hakim yang memimpin persidangan terdiri atas: Hakim Ketua: Mayor Chk Subiyatno, S.H., M.H dengan hakim anggota, Kapten Chk Dennis Carol Napitupulu, S.E., S.H., M.M dan Kapten Chk Zainal Arifin Anang Yulianto, S.H., M.H.I.

Adapun Panitera sidang adalah Letda Chk I Nyoman Dhama Setyawan, S.H., dan Oditur (penuntut militer) adalah Letkol Chk Yudhiarto, S.H.

Terdakwa dalam perkara ini ialah Lettu Ahmad Faisal, S.Tr (Han), yang menjabat sebagai Dankipan A Yonif TP 834/WM.

Orang tua korban menyampaikan kesaksian penuh haru dan meminta agar seluruh pelaku dipecat dari dinas militer serta pelaku utama dijatuhi hukuman mati.

Dalam kesaksiannya, Serda Kristian Namo, ayah almarhum Prada Lucky, menuturkan bahwa ia pertama kali menerima informasi dari Dansi Intel bahwa anaknya kabur dari batalyon. 

Namun tak lama kemudian, ia mendapat kabar dari pihak rumah sakit bahwa anaknya dalam kondisi kritis. 

"Pada tanggal 3 Agustus 2025, perawat menghubungi istri saya. Saat saya tiba di rumah sakit sekitar tanggal 6 sekitar pukul 11.00 WITA, Lucky masih berjuang. Tapi sekitar pukul 11.25 WITA, ia menghembuskan napas terakhir," ujar Kristian.

Ia juga menceritakan bahwa peti jenazah anaknya sempat diganti karena ukuran sebelumnya terlalu kecil. 

Menurutnya, sebelum meninggal, almarhum sempat melakukan video call dengan kedua orang tuanya dan menunjukkan luka-luka di tubuhnya. 

"Waktu itu dia tunjukkan bekas luka di paha, kaki, dan punggung. Di rusuk kiri dan kanan ada memar, di belakang punggung luka besar dan dalam. Di kepala dan telinga juga ada luka," ungkapnya.

Kristian menambahkan bahwa handphone milik anaknya ditahan oleh satuan, dan almarhum sempat dirawat oleh ibu angkatnya bernama Iren sebelum akhirnya meninggal dunia. 

Dalam akhir kesaksiannya, Kristian meminta agar para pelaku dihukum berat.

"Saya kecewa dengan perbuatan para pelaku, anak saya diperlakukan tidak manusiawi hingga meninggal dunia dan juga mereka sudah merusak nama institusi. Saya minta agar mereka dipecat dan dihukum seberat-beratnya. Untuk pelaku utama, saya minta dijatuhi hukuman mati," tegasnya di depan majelis hakim.

Sumber: Pos Kupang
Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved