Guru Aniaya Siswa Hingga Tewas

Anak-anak Takut ke Sekolah  Setelah Guru Pukul Siswa hingga Tewas

Rafi To, murid SD Inpres One yang meninggal dunia diduga akibat penganiayaan oleh guru penjaskes, Yafet Nokas. 

|
Pos Kupang/ant
Kekerasan terhadap anak, kekerasan anak, kdrt, korban kekerasan, anak ditampar (ANTARA News / Insan Faizin Mubarak) 

Ayub To, tetangga sekaligus om  dari almarhum Rafi To, juga menyampaikan keprihatinannya terhadap tindakan guru penjaskes tersebut. Ia meminta agar kepolisian menindaklanjuti kasus itu secara serius dan memastikan keadilan bagi para korban.

“Kami minta Kepolisian Resor TTS benar-benar usut tuntas kasus ini. Jangan sampai dibiarkan. Kalau tidak, nanti guru-guru lain juga bisa berbuat hal yang sama. Kasus seperti ini tidak boleh terulang,” tegas Ayub.

Menurut Ayub, peristiwa itu telah menimbulkan efek sosial yang luas di lingkungan sekitar. Anak-anak takut datang ke sekolah, sementara para orang tua diliputi rasa khawatir dan tidak tahu harus berbuat apa.

“Kami kasihan lihat anak-anak. Mereka seharusnya belajar, tapi sekarang malah takut pergi ke sekolah. Ini bukan hanya soal kekerasan, tapi sudah menghancurkan semangat mereka untuk belajar,” ujarnya.

Pantauan Pos Kupang di lapangan, suasana di sekitar lingkungan itu masih diliputi kesedihan dan kecemasan. Para orang tua terlihat cemas setiap kali membahas soal kejadian tersebut.

Cerita duka tentang kekerasan di sekolah itu kini menjadi pembicaraan utama warga. Mereka berharap keadilan bisa ditegakkan dan keamanan di lingkungan sekolah dapat kembali terjamin.

“Kami hanya ingin anak-anak kami sekolah dengan tenang dan tidak takut. Kami minta supaya pelaku dihukum sesuai hukum yang berlaku,” tutup Yusmina.

Teriak Kesakitan

Suasana duka menyelimuti rumah sederhana milik keluarga Rafi To (10) di Desa Poli, Kecamatan Santian, Kabupaten Timor Tengah Selatan. Bocah Sekolah Dasar (SD) Inpres One itu meninggal dunia secara tragis setelah diduga mengalami penganiayaan oleh guru penjaskesnya sendiri, Yafet Nokas, pada Jumat siang, 26 September 2025, saat apel pulang sekolah.

Peristiwa itu baru diketahui keluarga pada Senin, 29 September 2025, setelah Rafi mengeluh sakit kepala hebat dan demam tinggi.  Sebelumnya, Rafi memilih diam dan tidak memberitahukan kepada siapa pun tentang kejadian yang menimpanya. 

Baca juga: Ketua LPA NTT Veronika Atta Komit Kawal Proses Hukum Menjadi Transparan 

Ia tinggal bersama bainya (kakek) Marten Toh, neneknya Termutis Tahun, serta mama besarnya, Sarlisa Toh. Orang tuanya telah berpisah sejak Rafi masih kecil, dan ibunya kini merantau di Surabaya.

Saat diwawancarai Pos Kupang, Mama besar Rafi, Sarlisa Toh, menceritakan secara rinci awal mula mereka mengetahui bahwa ponakannya menjadi korban kekerasan di sekolah. 

“Kami baru tahu hari Seninnya, waktu Rafi minta saya urut kepalanya karena panas tinggi dan sakit sekali. Saat saya pijit bagian depan dan belakang kepalanya, dia langsung teriak kesakitan. Di situ saya mulai curiga dan tanya kenapa sakit, baru dia ceritakan semuanya,” ungkap Sarlisa dengan suara parau menahan tangis, Rabu (15/10/2025).

Rafi mengaku bahwa ia dipukul guru penjaskes menggunakan batu sebanyak empat kali di bagian depan dan belakang kepala. Alasannya, karena Rafi dan sembilan temannya tidak ikut dalam latihan upacara bendera dan sekolah minggu.

“Saya sempat tanya, kenapa pakai batu, bukan rotan? Rafi bilang, waktu itu tidak ada kayu, jadi guru langsung ambil batu dan pukul mereka. Saya hanya bisa terdiam waktu dengar itu,” tutur Sarlisa.

Sumber: Pos Kupang
Halaman 2/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved