Sidang eks Kapolres Ngada dan Fani

SAKSIMINOR Datangi PN Kupang Jelang JPU Tuntut Eks Kapolres Ngada

Gregorius Retas Daeng, SH, Divisi Advokasi Hukum Aliansi Perlindungan Perempuan dan Anak (APPA) NTT, menegaskan pentingnya keterlibatan publik

POS KUPANG/ YUAN LULAN 
GREGORIUS DAENG - Gregorius Retas Daeng, SH, Divisi Advokasi Hukum Aliansi Perlindungan Perempuan dan Anak (APP) NTT dalam Aksi Damai SAKSIMINOR di depan Pengadilan Negeri Kupang, Senin (22/9/2025) pagi.   

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Yuan Lulan

POS-KUPANG.COM, KUPANG – Masyakakat dan organisasi yang tergabung dalam Solidaritas Anti Kekerasan dan Diskriminatif Terhadap Kelompok Minoritas dan Rentan (SAKSIMINOR) bersama Aliansi Cipayung Plus, mendatangi Kantor Pengadilan Negeri Kupang, Senin (22/9).

Hari itu adalah hari pembacaan tuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap kes Kapolres Ngada, Fajar Lukman.

Aksi yang dimulai pukul 09.00 WITA ini merupakan bagian dari pengawalan persidangan kasus dugaan kekerasan seksual terhadap anak dengan terdakwa mantan Kapolres Ngada, Fajar Lukman

Para peserta aksi membawa poster dan menyuarakan tuntutan agar proses hukum berjalan adil serta memberikan hukuman maksimal kepada pelaku.

Dalam orasinya, Gregorius Retas Daeng, SH, Divisi Advokasi Hukum Aliansi Perlindungan Perempuan dan Anak (APPA) NTT, menegaskan pentingnya keterlibatan publik dalam mengawal kasus ini.

“Hari ini kita aksi dari SAKSIMINOR dan seluruh jaringan masyarakat sipil di Kupang untuk memastikan persidangan tidak direkayasa. Pelaku adalah aparat penegak hukum, semestinya melindungi, bukan justru melakukan kejahatan,” ujarnya lantang.

Gregorius juga menyoroti dakwaan jaksa yang dinilai belum menyertakan pasal-pasal terkait Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), padahal menurutnya unsur-unsur perbuatan terdakwa telah memenuhi kualifikasi tersebut. 

“Jika pasal TPPO tidak masuk dalam tuntutan, maka ini bisa menjadi preseden buruk dan menyesatkan peradilan,” tegasnya.

Lebih jauh, Gregorius mengkritisi proses persidangan yang menghadirkan saksi ahli justru merendahkan martabat korban. “Apapun kondisinya, anak yang berhadapan dengan hukum adalah korban. 

Tidak boleh ada keterangan yang merayakan penderitaan anak. Itu sangat memalukan,” katanya.

Ia menambahkan, aparat penegak hukum harus sadar bahwa gaji dan fasilitas negara yang mereka nikmati bersumber dari pajak rakyat. 

“Polisi, jaksa, dan hakim dibayar untuk menegakkan hukum, bukan untuk melindas masyarakat kecil. Jika hukum hanya jadi panggung rekayasa, itu peradilan sesat,” serunya disambut tepuk tangan peserta aksi.

Aksi damai berjalan tertib dengan kawalan aparat keamanan. Para orator secara bergantian mengingatkan bahwa keadilan harus berpihak pada korban, bukan melindungi pelaku kejahatan seksual.

“NTT tidak boleh terus dicap sebagai ‘Nusa Tidak Tentu’ atau sarang perdagangan orang. NTT harus menjadi Nusa yang aman, tanpa kekerasan, tanpa trafficking, dan berpihak pada anak,” tutup Gregorius.

SAKSIMINOR menegaskan, aksi damai ini bukan yang terakhir. Mereka berkomitmen untuk terus mengawal proses hukum hingga putusan akhir dijatuhkan dan memastikan korban mendapatkan keadilan penuh. (uan)

Ikuti Berita POS-KUPANG.COM lainnya di GOOGLE NEWS

 

 

 

 

Sumber: Pos Kupang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved