Sidang eks Kapolres Ngada dan Fani

Akhmad Bumi: Biarkan Majelis Hakim yang Menimbang dan Memutuskan Berdasar Fakta

Bbiarkan Majelis Hakim yang menimbang dan memutuskan, tentu berdasar fakta. Kenapa yang lain membuat kesimpulan dan memberi vonis

POS-KUPANG.COM/MARIA SELFIANI BAKI WUKAK
KUASA HUKUM - Akhmad Bumi, SH dan tim selaku kuasa hukum terdakwa Fajar mengatakan persidangan sudah dipertengahan, saksi-saksi hampir selesai diperiksa, demikian juga dengan para ahli. 

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, OMDSMY Novemy Leo

POS-KUPANG.COM, KUPANG - Akhmad Bumi, SH, Ketua Tim Penasihat Hukum Terdakwa eks Kapolres Ngada Fajar Lukman, mengatakan, perkara eks kapolres Ngada Fajar Lukman ini biarkan majelis hakim yang menimbang dan memutuskan berdasarkan fakta. Pihak lain tdak boleh membuat kesimpulan dan memberi vonis pada terdakwa tanpa mengetahui fakta dalam persidangan.

Hal ini disampaikan Akhmad Bumi, SH, dalam rilis yang diterima Pos Kupang, Jumat (19/9/2025) pagi. Menurutnya, dia sedang tidak membahas fakta perkara eks Kapolres Ngada karena kasus ini masih dalam proses persidangan. 

"Saya tidak sedang membahas fakta kasus ini, karena kasus ini masih dalam proses persidangan," kata Akhmad Bumi.

Baca juga: Saksi Ahli Deddy Manafe Sebut UU Tidak Atur Anak yang Melacurkan Diri itu adalah Korban

Menurut Akhmad Bumi, sebagai kuasa hukum tentu berbeda pandangan dengan Penuntut Umum, filosofi dan simbolnya ada pada dua piring wadah timbangan pada badge (lambang) di lengan Penuntut Umum.

Sebagai tempat menghasilkan perbedaan wawasan dan sudut pandang dalam menggali dan mencari kebenaran materil dalam persidangan.

"Termasuk terdakwa menggunakan hak menghadirkan ahli dalam sidang. Itu hak terdakwa yang diatur dalam KUHAP. Terjadi perbedaan itu sah dan wajar antara PH dan JPU," kata Akhmad Bumi.  

Eks Kapolres Ngada, Fajar Lukman dikawal pihak kepolisian menuju mobil tahanan untuk dibawah ke Rutan Klas IIB Kupang.
Eks Kapolres Ngada, Fajar Lukman dikawal pihak kepolisian menuju mobil tahanan untuk dibawah ke Rutan Klas IIB Kupang. (POS-KUPANG.COM/RAY REBON)

Akhmad Bumi mengatakan, agar kedua piring wadah timbangan yang berlainan posisi itu tidak berat sebelah, maka Majelis Hakim mendapatkan karunia Tuhan Yang Maha Esa untuk menjadi juru terang, menjadi tonggak tengah dari, dan, untuk menyeimbangkan kedua timbangan keadilan itu sesuai UU Kehakiman.

"Perbedaan dalam melihat kasus ini, biarkan Majelis Hakim yang menimbang dan memutuskan, tentu berdasar fakta. Kenapa yang lain membuat kesimpulan dan memberi vonis pada terdakwa tanpa mengetahui fakta apa yang terjadi dalam persidangan," kata Akhmad Bumi. 

Baca juga: Ketua LPA NTT Tory Ata : Pernyataan Akhmad Bumi Menyesatkan, Tidak Paham Regulasi

Akhmad Bumi menilai, pihak-pihak yang membuat pernyataan dengan membuat kesimpulan tanpa mengetahui fakta persidangan, dan melakukan intervensi pendapat ahli yang didengar keterangan resminya dalam persidangan, itu trial by the press, penghakiman terhadap terdakwa oleh media diluar hukum dengan menciptakan opini. 

“Menyimpulkan tapi tidak mengetahui fakta apa yang terjadi dalam persidangan, itu trial by the press”, jelas Penasehat Hukum terdakwa eks Kapolres Ngada, Akhmad Bumi Jumat 19 September 2025 di Kupang.

Ditanyakan lebih lanjut tentang trial by the press yang dimaksudkan, Akhmad Bumi mengatakan, sebagaimana yang sudah dia jelaskan tadi.  

Menurut Akhmad Bumi, kasus eks Kapolres Ngada terkait kekerasan seksual ini hanya salah satu kasus yang muncul dipermukaan, masih begitu banyak kasus yang tidak muncul dipermukaan. 

Baca juga: Pdt Emmy Sahertian Tekankan Aparat Negara Lakukan Transaksi Seksual dengan Anak di Bawah Umur 

Hasil penelitian disalah satu kabupaten di NTT, tahun 2023 tembus lebih dari 500 anak yang lakukan hubungan seksual, tahun 2025 sebanyak 193 anak. Rata-rata mereka diusia produktif, 11 sampai 18 tahun. Tarif terkecil Rp 20.000 sekali pakai," jelasnya. 

”500 lebih anak itu rata-rata tidak melalui mucikari, tapi dari mereka langsung. Melalui mucikari atau pihak lain, itu eksploitasi. Bagaimana kalau penawaran itu datang dari anak langsung?” tanya Akhmad Bumi

Akhmad Bumi mengatakan, kenapa tidak berfikir keras soal aspek preventif, penguatan pencegahan sebelum terjadi adanya korban.

FAJAR LUKMAN - Majelis Hakim menolak seluruh eksepsi yang diajukan oleh Eks Kapolres Ngada, Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja dalam kasus kekerasan seksual terhadap anak.
FAJAR LUKMAN - Majelis Hakim menolak seluruh eksepsi yang diajukan oleh Eks Kapolres Ngada, Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja dalam kasus kekerasan seksual terhadap anak. (POS-KUPANG.COM/MARIA SELFIANI BAKI WUKAK )

"Kenapa kita rame-rame teriak kalau sudah ada korban, dan itupun hanya pada kasus yang muncul dipermukaan, yang tidak muncul belum, ini gunung es. Pertanyaan sederhana, kalau anak itu sendiri yang lakukan tanpa melalui mucikari, disebut apa itu?" tanya Akhmad Bumi

Dijelaskannya, UU Perlindungan Anak hanya mengatur anak sebagai korban, tidak mengatur anak sebagai pelaku.

Baca juga: Terdakwa Fani Tegaskan Keterangan eks Kapolres Ngada AKBP Fajar Lukman Penuh Kebohongan

Padahal kita ada pengadilan anak, pengadilan khusus di lingkungan Peradilan Umum yang khusus menangani perkara anak yang bersentuhan dengan hukum, untuk pembinaan. Ada UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA), jelasnya.

"Meminjam pertanyaan anggota Majelis Hakim dalam kasus eks Kapolres Ngada dalam sidang sebut Akhmad Bumi, kenapa harus jual diri, kenapa tidak bantu mama jual es saja? Ini ironis," kata Akhmad Bumi.

Kekerasan seksual terhadap anak ini sudah menjadi masalah global dan itu terus meningkat.

”Jangan melihat kasus eks Kapolres Ngada ini secara emosional, tapi perlu melihat kasus ini secara komprehensif, apa yang kita sumbangkan untuk selesaikan masalah anak ini?. Ini problem anak-anak Indonesia saat ini”, ungkapnya. 

Baca juga: Kasus Eks Kapolres Ngada, Akhmad Bumi: Ada Kesepakatan Produsen dan Konsumen

Ditambahkan Akhmad Bumi, anak itu anugerah yang tak ternilai harganya dalam hidup ini. Tapi kenapa kita membiarkan anak kita keluar sore jam 5 hingga dini hari tanpa ada rasa gelisah dari kita sebagai orang tua? 

"Kenapa tidak penuhi kebutuhan anak misalnya beli pakayan dan hp (android), kenapa harus biarkan anak mencari uang sendiri? Dan hal ini menjadi tanggungjawab siapa? Orang tua, pendidik, guru, dosen, tokoh agama atau negara?”, jelasnya.

Bagi Akhmad Bumi, kasus eks Kapolres Ngada ini dilakukan melalui mekanisme tawar-menawar melalui aplikasi MiChat, kemudian terjadi kesepakatan sukarela (mutual consent), tidak ada yang dipaksakan. Ada relasi pasar disitu. 

Ada yang menawarkan jasa dan ada yang menggunakan. Kedua belah pihak mendapatkan keuntungan sesuai motif masing-masing. (*/vel)

Ikuti Berita POS-KUPANG.COM lainnya di GOOGLE NEWS

 

Sumber: Pos Kupang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved