Opini
Opini: KUHAP baru dan Potensi Ancaman Dominasi Lex Generalis terhadap Lex Specialis
Gustav Radbruch menyebut bahwa hukum harus mengandung tiga nilai dasar: keadilan, kepastian, dan kemanfaatan.
Oleh: Adi Rianghepat
Warga Kota Kupang – Nusa Tenggara Timur
POS-KUPANG.COM - Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana menanti hari untuk dilaksanakan, pasca-pengesahan para wakil rakyat di DPR RI, Selasa 18 November 2025.
Namun begitu, paripurna penetapan pengganti Undang-undang Nomor 8 tahun 1981 itu tidak mulus.
Kontroversial nampak melalui aksi penolakan berbagai komponen termasuk masyarakat sipil.
Ini sebagai pertanda, jika undang-undang tersebut belum mengakomodasi berbagai kepentingan masyarakat, termasuk memberikan dampak keadilan, kepastian dan kemanfaatan hukum.
Tulisan ini sekadar menganalisa dari perspektif penulis yang tentunya akan berbeda dengan perspektif yang lain.
Landasan Filosofis
Dalam teori hukum, setiap undang-undang lahir bukan sekadar sebagai teks normatif, tetapi sebagai manifestasi dari philosophical underpinning yang mencerminkan kebutuhan fundamental masyarakat.
Gustav Radbruch menyebut bahwa hukum harus mengandung tiga nilai dasar: keadilan, kepastian, dan kemanfaatan.
Rudolf von Jhering menegaskan bahwa hukum merupakan alat untuk mencapai tujuan sosial (law as a means to an end).
Dari sini dapat dipahami bahwa lahirnya sebuah undang-undang selalu berangkat dari raison d'être: kebutuhan untuk menjawab persoalan sosial, politik, dan keadilan masyarakat.
Baca juga: Praktisi Hukum Petrus Bala Pattyona Serahkan Sejumlah Masukan Dalam Revisi KUHAP ke DPR RI
Pada konteks Indonesia, hadirnya KUHAP baru (yang menggantikan KUHAP 1981) merupakan bagian dari pembaruan hukum acara pidana yang dituntut untuk menyesuaikan perkembangan HAM, teknologi, dinamika kriminalitas dan relasi kekuasaan negara-warga.
Secara filosofis, KUHAP baru dirancang untuk menjawab tiga kebutuhan yaitu, menjamin perlindungan hak tersangka/terdakwa sebagai bagian dari prinsip negara hukum; memberikan kerangka prosedural yang lebih modern dan responsif terhadap kejahatan transnasional, digital, serta model penanganan perkara kontemporer, serta mengharmonisasikan sistem hukum nasional agar selaras dengan putusan-putusan mahkamah konstitusi serta konvensi internasional.
Namun persoalannya muncul ketika KUHAP, sebagai lex generalis, justru berpotensi mendominasi atau bahkan “menggerus” keberadaan lex specialis yang selama ini mengatur sektor-sektor tertentu secara lebih detail.
Di sinilah letak kegelisahan akademik dan praktik yang patut dikritisi secara tajam.
Ancaman Dominasi Lex Generalis Terhadap Lex Specialis
Prinsip Dasar Lex Specialis Derogat Legi Generali
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/kupang/foto/bank/originals/Adi-Rianghepat.jpg)