Opini
Opini - Mendorong Anak Muda NTT Bekerja di Jepang
21 anak muda Flores sedang mengikuti magang/kerja di Jepang, dengan status sebagai mahasiswa ITB STIKOM Bali.
Berbeda dengan Indonesia yang mengalami bonus demografi, Jepang kini mengalami krisis tenaga kerja yang kronis karena kekurangan manusia usia produktif.
Jepang kini dijejali manula. Japan International Cooperation Agency (JCA) memprediksi pada tahun 2040 jumlah tenaga kerja asing di Jepang harus mencapai 5,91 juta orang guna menjaga tingkat pertumbuhan ekonomi tahunan rata-rata 1,24 persen.
Data Kementerian Kesehatan, Tenaga Kerja dan Kesejahteraan Jepang menyebutkan, pada Oktober 2024 Jepang memiliki 2,3 juta pekerja asing.
Vietnam adalah kelompok terbesar dengan 570.708 pekerja, diikuti oleh Cina dengan 408.805 orang dan Filipina 245.565 orang (TEMPO.CO, 2 Februari 2025). Jumlah fantastis dikeluarkan Badan Layanan Imigrasi Jepang, yang menyebut per Juni 2025, jumlah tenaga kerja asing di Jepang sudah mencapai 3,9 juta orang.
Lalu berapa PMI di Jepang? Menteri Transmigrasi M. Iftitah Sulaiman Suryanagara menyebut saat ini jumlah PMI di Jepang baru mencapai 25.000 orang, yang bekerja diberbagai sektor seperti pertanian, kelautan, konstruksi dan perawatan (CNN Indonesia, 25 Oktober 2025).
Itulah yang mendorong Presiden Prabowo terus berupaya menggenjot pengiriman PMI ke Jepang secara masif dengan memberikan beasiswa untuk peningkatan kapasitas calon PMI sebelum diberangkatkan.
Ditargetkan pada akhir tahun 2026, paling kurang 1 juta PMI sudah kerja di Jepang. Tapi target itu bukanlah perkara mudah direalisasikan.
Harap diingat, meski sangat membutuhkan tenaga kerja asing, pola rekrumen perusahaan Jepang sangat ketat, yakni menggunakan perbandingan 1:3.
Artinya jika sebuah perusahaan membutuhkan lowongan job untuk 10 orang PMI, maka saat interview (mensetsu) LPK SO wajib hukumnya menyiapkan minimal 30 orang agar ada persaingan sesama calon PMI.
Lalu mau dikemanakan 20 orang yang tidak lulus tadi? Mereka akan diikutkan dalam interview pada job lain, dengan perusahaan berbeda.
Itulah maka saat ini Pemerintah Jepang memberikan kemudahan visa masuk bagi tenaga kerja asing melalui 3 skema, yakni visa magang (ginou jissusei), Visa kerja (tokutei ginou) dan visa sarjana (gijinkoku).
Ketiga jenis visa tersebut hanya menyaratkan kemampuan berbahasa Jepang minimal Level N4. Lalu apa bedanya visa magang dengan visa kerja?
Dari sisi durasi tinggal di Jepang, visa magang berlaku hanya 3 tahun. Tapi pengalaman selama ini dan juga dibenarkan oleh aturan Imigrasi Jepang, seorang pemagang yang sudah selesai melaksakan magang bisa pindah ke visa kerja (tokutei ginou) asal sudah memiliki sertifikat bahasa Jepang Level N4 baik diperoleh di Indonesia maupun mengikuti ujian bahasa Jepang (JFT) di Jepang.
Sedangkan pengalaman magang tadi otomatis diakui sebagai keahlian kerja. Gaji sebagai pemagang sekitar Rp 18,5 juta / bulan. Tetapi sesuai aturan Imigrasi Jepang, visa magang ini akan berakhir pada tahun 2027 dan digantikan dengan visa ikusei shuro, yang menyaratkan kemampuan bahasa Jepang cukup di Level N5.
Berbeda dengan visa magang, visa kerja (tokutei ginou) khusus untuk pekerja berketerampilan spesifik (Specified Skilled Worked/SSW) karenanya sering disebut juga visa SSW. Jenis visa SSW ini sedikit lebih rumit, karena menyaratkan sertifikat JFT dan sertifikat SSW sudah harus diperoleh di Indonesia.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/kupang/foto/bank/originals/Christina-Kewa-Liku-Mahasiswa-ITB-Stikom-Bali-di-Jepang.jpg)