Opini
Opini: Menjaga Tata Kelola dan Keberlanjutan Bank NTT di Tengah Masa Transisi
Total ekuitas Bank NTT baru mencapai sekitar Rp2,7 triliun, masih terdapat selisih sekitar Rp300 miliar dari ketentuan minimal yang dipersyaratkan.
Dalam jangka panjang, hal ini dapat menghambat kemampuan Bank NTT untuk bersaing dengan bank-bank umum lainnya, bahkan dengan sesama bank pembangunan daerah (BPD) yang telah lebih dahulu memenuhi ketentuan modal inti.
Antara Kepatuhan, Stabilitas, dan Kepercayaan Publik
Kedua isu ini, kepemimpinan yang bersifat sementara dan belum terpenuhinya modal inti, menunjukkan bahwa Bank NTT sedang berada pada fase transisi kelembagaan yang krusial.
Di satu sisi, pemegang saham dan manajemen perlu memastikan stabilitas operasional agar kegiatan intermediasi keuangan tidak terganggu.
Di sisi lain, kepatuhan terhadap regulasi dan pemenuhan kewajiban modal adalah syarat mutlak untuk menjaga kepercayaan regulator dan masyarakat.
Kehati-hatian pemegang saham dalam menunggu keputusan OJK tentu dapat dimaklumi, karena proses fit and proper test memang harus dilakukan dengan cermat.
Namun, kehati-hatian tersebut tidak boleh menimbulkan kesan stagnasi dalam tata kelola korporasi.
Dalam dunia perbankan, kecepatan dalam mengambil keputusan strategis yang tetap mematuhi aturan adalah cerminan profesionalisme dan kematangan institusional.
Publik, terutama masyarakat NTT sebagai pemilik tidak langsung Bank NTT melalui pemerintah daerah, memiliki hak untuk mengetahui dan memahami arah kebijakan lembaga keuangannya.
Oleh karena itu, transparansi komunikasi publik menjadi keharusan. Setiap keputusan penting, termasuk perpanjangan masa jabatan Plt maupun kerja sama permodalan, harus disampaikan dengan dasar hukum dan argumentasi yang jelas agar tidak menimbulkan spekulasi negatif di masyarakat.
Jalan ke Depan: Kepemimpinan yang Pasti, Modal yang Kuat
Ke depan, ada dua langkah mendesak yang perlu segera ditempuh oleh para pemegang saham dan regulator.
Pertama, mempercepat penetapan Direksi definitif agar manajemen memiliki legitimasi penuh dalam merumuskan dan melaksanakan kebijakan strategis.
Kepemimpinan yang definitif diperlukan untuk memastikan arah bisnis dan tata kelola berjalan konsisten, termasuk dalam negosiasi dan pelaksanaan kerja sama dengan pihak eksternal seperti Bank Jatim.
Dampak ikutan ketika status Plt Dirut yang terlalu lama bagi sebuah organisasi, apalagi perbankan, antara lain lemah dalam pengambilan keputusan strategis, ketidakjelasan akuntabilitas manajerial, dan dapat menimbulkan konflik kepentingan dalam pengambilan keputusan strategis organisasi.
Kedua, merumuskan peta jalan (roadmap) pemenuhan modal inti Rp3 triliun yang realistis dan terukur.
Roadmap tersebut harus mencakup strategi penambahan modal dari pemegang saham, optimalisasi aset produktif, serta peningkatan profitabilitas melalui efisiensi operasional.
Keterlibatan aktif pemerintah provinsi dan kabupaten/kota sebagai pemegang saham pengendali sangat penting, karena penguatan modal Bank NTT sejatinya merupakan investasi jangka panjang bagi pembangunan ekonomi daerah.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/kupang/foto/bank/originals/Wily-Mustari-Adam.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.