Opini
Opini: Ketika Seragam Menjadi Luka, Catatan Kritis atas Kekejian di Tubuh TNI
Kesaksian Prada Richard di persidangan menyibak kenyataan kelam bahwa tubuh TNI kini sedang tidak baik-baik saja.
Oleh: Rm. Yudel Neno, Pr
Rohaniwan
POS-KUPANG.COM - Tragedi kematian Prada Lucky Namo telah membuka luka mendalam di hati bangsa ini.
Luka yang bukan hanya dirasakan oleh keluarga korban, tetapi juga oleh seluruh rakyat Indonesia yang selama ini menaruh hormat pada institusi Tentara Nasional Indonesia.
Ironinya, luka itu bukan datang dari serangan musuh negara, melainkan dari sesama prajurit sendiri — dari tangan mereka yang justru bersumpah melindungi dan menjaga kehormatan bangsa.
Kesaksian Prada Richard di persidangan menyibak kenyataan kelam bahwa tubuh TNI kini sedang tidak baik-baik saja.
Ada sisi yang menandakan penyakit moral yang merasuk jauh ke dalam sendi-sendi integritas kesatuan ini.
Baca juga: Kekuatan Cinta dan Doa Terakhir Epy, Ibunda Prada Lucky Namo
Dalam setiap bangsa, tentara merupakan simbol kehormatan, disiplin, dan kesetiaan pada tanah air.
Mereka diikat oleh sumpah prajurit dan Sapta Marga yang menegaskan bahwa kehormatan seorang tentara tidak dapat dipisahkan dari kemanusiaan yang dijaganya.
Namun, apa yang terjadi dalam kasus Prada Lucky Namo menunjukkan deviasi besar dari nilai-nilai itu.
Ketika kekerasan brutal dilakukan oleh sesama prajurit terhadap rekannya sendiri, maka kehormatan itu runtuh di hadapan publik.
Di titik ini, bangsa tidak sedang menyalahkan TNI sebagai institusi, melainkan mengajukan pertanyaan moral: bagaimana mungkin kebiadaban sebesar itu tumbuh dalam lembaga yang semestinya menjadi benteng kehormatan bangsa?
Pertanyaan moral ini penting, karena menyentuh akar persoalan yang lebih dalam: degradasi nilai di tubuh TNI.
Tidak dapat disangkal bahwa sistem pelatihan militer yang keras, jika tidak dikontrol oleh moralitas yang sehat, mudah berubah menjadi sarang kekerasan yang dilegalkan.
Kekerasan kemudian tidak lagi dipahami sebagai disiplin, tetapi menjadi alat penindasan.
Dalam banyak kasus, budaya kekerasan ini diwariskan secara sistematis, menjadi "tradisi kelam" yang sukar dihapus.

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.