Opini

Opini: Menumbuhkan Jiwa Vokasi Sejak Dini

Jiwa vokasi itu adalah semangat untuk bekerja dengan tangan, berpikir produktif, dan memecahkan masalah nyata yang mereka hadapi.

|
Editor: Dion DB Putra
DOKUMENTASI PRIBADI NIXSON J MEOK
Nixson J. Meok 

Strategi Membangun SDM Produktif untuk Indonesia Emas 2045

Oleh: Dr. Nixson J. Meok, ST. MT
Dosen pada Program Studi Pendidikan Teknik Elektro FKIP Undana Kupang,
Doktoral di Bidang Pendidikan Kejuruan (Vokasi).

POS-KUPANG.COM - Tulisan ini diilhami oleh pertanyaan anak-anak di rumah, "Bapak, vokasi itu apa?"  

Kesadaran untuk memberikan pencerahan tentang vokasi yang sering didengar mereka akhirnya timbul dengan satu perenungan, mengapa vokasi ini telah lama ada, tapi belum terjabarkan dengan komprehensif maknanya? 

Baca juga: Politeknik Pertanian Negeri Kupang Mengadakan Vokasi Dosen Muda

Telah kita ketahui bahwa Indonesia sedang menatap tahun 2045, satu abad kemerdekaannya, dengan cita-cita besar menjadi bangsa maju yang berdaulat, adil, dan makmur. 

Salah satu kuncinya terletak pada kualitas sumber daya manusia (SDM)  generasi muda yang bukan hanya cerdas secara akademik, tetapi juga produktif, kreatif, dan terampil. 

Di tengah semangat menuju Indonesia Emas 2045 ini kita menghadapi tantangan mendasar: banyak lulusan muda masih gagap menghadapi dunia kerja dan kurang memiliki keterampilan vokasional yang aplikatif.

Pendidikan Vokasi: Hanya Ada di SMK atau Politeknik?

Pendidikan vokasi selama ini sering dipersempit maknanya yakni identik dengan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) atau Politeknik. 

Padahal, jiwa vokasi itu adalah semangat untuk bekerja dengan tangan, berpikir produktif, dan memecahkan masalah nyata yang seharusnya ditanamkan jauh sebelum anak memasuki jenjang kejuruan.

Pendidikan vokasi sejatinya adalah pendidikan untuk kehidupan ( education for living). 

Anak-anak perlu belajar bukan hanya “apa yang diketahui”, tetapi juga “bagaimana membuat sesuatu”. 

Nilai vokasional seperti disiplin, tanggung jawab, kolaborasi, dan kemandirian bisa ditumbuhkan melalui kegiatan sederhana di sekolah dasar atau menengah pertama.

Selama beberapa tahun terakhir, Kurikulum Merdeka menghadirkan ruang bagi pembelajaran berbasis proyek melalui Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5). 

Melalui kegiatan ini, siswa diajak belajar dari pengalaman nyata, misalnya membuat produk lokal, menanam, mendaur ulang, atau merancang inovasi kecil di sekolah.

Namun, belakangan muncul dinamika kebijakan. Pemerintah tengah melakukan penyempurnaan kurikulum nasional, dan pelaksanaan P5 kini bervariasi antar sekolah. 

Halaman 1/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved