Opini
Opini: Pembahasan APBD 2026 di Tengah Pemotongan Transfer Ke Daerah
Kepala daerah dan DPRD harus menunjukkan kepemimpinan yang visioner dalam meramu anggaran yang realistis, efisien, namun tetap pro-rakyat.
Di NTT, pada tahun 2025 terjadi pemotongan TKD sekitar Rp185 miliar dari total TKD Rp25 triliun lebih.
Untuk tahun 2026, dengan rencana pengurangan rata-rata 20-30 persen untuk tingkat provinsi, diperkirakan Pemda di NTT akan menghadapi penurunan TKD yang lebih besar lagi.
Lebih memprihatinkan, realisasi PAD hingga September 2025 baru mencapai 46,4 persen dari target.
Komponen pajak daerah yang seharusnya menjadi tulang punggung PAD hanya terealisasi 35 persen (Rp938,38 miliar dari target Rp2,68 triliun).
Ini menunjukkan bahwa Pemda di NTT memiliki keterbatasan struktural dalam mengoptimalkan sumber pendapatan sendiri.
Tekanan pada Belanja Modal dan Program Prioritas
Pemotongan TKD akan memberikan tekanan besar pada struktur belanja daerah. Data menunjukkan bahwa belanja pegawai di NTT mencapai Rp14,16 triliun atau 46,5 persen dari total belanja daerah.
Sifat belanja pegawai yang rigid dan wajib dipenuhi membuat ruang gerak Pemda semakin sempit ketika pendapatan berkurang.
Yang paling mengkhawatirkan adalah nasib belanja modal. Hingga September 2025, realisasi belanja modal baru mencapai 19,9 persen (Rp632,94 miliar dari pagu Rp3,17 triliun).
Pola historis menunjukkan bahwa belanja modal selalu menjadi korban pertama ketika terjadi pemotongan anggaran.
Padahal, belanja modal adalah instrumen utama untuk pembangunan infrastruktur dan peningkatan kualitas pelayanan publik. Belanja modal menggambarkan investasi yang dilakukan Pemda setiap tahun.
Dalam konteks pembahasan APBD 2026, Pemda akan dihadapkan pada dilema: mempertahankan belanja modal untuk pembangunan atau memprioritaskan belanja operasional yang sifatnya wajib.
Dengan pemotongan TKD yang signifikan, sangat mungkin belanja modal akan kembali menjadi variabel penyesuaian. Dengan kondisi demikian, maka upaya perbaikan infrastruktur akan semakin sulit di waktu mendatang.
Oleh karena itu prioritas dalam penyusunan anggaran menjadi krusial di tengah keterbatasan sumber daya.
Resistensi Daerah: Suara dari 18 Gubernur
Tidak mengherankan jika kebijakan pemangkasan TKD mendapat reaksi keras dari daerah. Pada 7 Oktober 2025, sebanyak 18 gubernur dari berbagai provinsi mendatangi Kantor Kementerian Keuangan RI untuk menyampaikan keprihatinan mereka.
Aksi ini menunjukkan bahwa daerah merasa terpojok dengan kebijakan yang dinilai tidak mempertimbangkan kondisi riil di lapangan.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/kupang/foto/bank/originals/Wily-Mustari-Adam.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.