Opini

Opini: Ketika Narasi Jadi Peluru, Politik Hobbesian di Media Sosial

Jaringan disinformasi WhatsApp di Brasil mendorong radikalisasi politik dan merusak kredibilitas institusional. 

Editor: Dion DB Putra
POS-KUPANG.COM/HO
ILUSTRASI 

Dalam hal ini, Leviathan modern memimpin melalui persuasi halus daripada paksaan yang jelas. 

Narasi menjadi alat kedaulatan, membentuk apa yang dipersepsikan warga sebagai kenyataan. 

Morozov (2019) menegaskan bahwa “pengendalian di era digital dipertahankan bukan dengan membungkam suara, melainkan dengan membanjiri ruang publik dengan kebisingan.” 

Strategi komunikasi politik Indonesia mencerminkan kondisi ini: kontroversi menggantikan percakapan, dan kegaduhan menggantikan pengawasan.

Narasi sebagai Alat Politik-Ekonomi

Perang narasi digital menunjukkan persaingan antara kepentingan ekonomi dan politik. 

Propaganda online berfungsi untuk mempertahankan dan membenarkan kekuasaan ekonomi, bukan sekadar bersifat ideologis. 

Selama perselisihan mengenai subsidi, kebijakan energi, dan perubahan kesejahteraan, elit korporat dan politik menggunakan narasi yang menggambarkan pandangan mereka sebagai kewajiban moral, yang sering diperkuat oleh kampanye daring yang terkoordinasi. 

Bradshaw dan Howard (2019) menyebut fenomena ini sebagai “manipulasi terhubung,” di mana aktor ekonomi mendukung operasi digital untuk mempengaruhi debat kebijakan di bawah kedok opini publik.

Tren ini juga terjadi di Indonesia. Krisis ijazah palsu dan perombakan kabinet pemerintah pada tahun 2025 menunjukkan bagaimana kelompok ekonomi memanfaatkan disinformasi digital untuk melindungi jaringan pengaruh mereka. 

Istilah-istilah pro-pemerintah mendefinisikan kritik sebagai “anti-nasionalis,” sementara influencer oposisi memanfaatkan retorika populis untuk melawan korupsi. 

Menurut Tapsell (2022), “komunikasi politik di Indonesia telah menjadi tontonan orkestra daripada dialog”—sebuah pertunjukan yang terkendali daripada pertukaran gagasan untuk saling memahami.

Perang-perang online ini bukan hanya hasil dari modernisasi; mereka menandakan perubahan struktur kedaulatan itu sendiri. 

Dalam ekosistem media yang dikendalikan berdasarkan prinsip economic attention, keterlibatan publik identik dengan legitimasi. 

Ekonomi “buzzer” pun berfungsi sebagai perpanjangan dari patronase politik, mengomersialkan narasi, dan memodifikasi afiliasi ideologis.

Zuboff (2019) memperingatkan bahwa sistem semacam ini “mengubah pengalaman manusia menjadi bahan baku untuk modifikasi perilaku.” 

Halaman 2/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved