Opini
Opini: Menata Ulang Tata Kelola PDAM di Kupang
Artinya, pendapatan dari layanan air bersih yang diterima masyarakat kota sebagian besar mengalir ke kas Kabupaten Kupang.
Dalam konteks pelayanan publik, situasi seperti ini jelas bertentangan dengan prinsip keadilan dan efisiensi.
Masyarakat kota membayar tarif dan berharap pelayanan memadai, namun tidak memiliki mekanisme untuk memastikan PDAM memperbaiki infrastruktur yang rusak atau meningkatkan kapasitas layanan.
Sementara Pemerintah Kota Kupang, yang seharusnya bertanggung jawab atas kesejahteraan warga, tidak memiliki kewenangan penuh untuk melakukan intervensi kebijakan.
Persoalan ini sebenarnya sudah diatur secara jelas dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Dalam pasal mengenai pembagian urusan pemerintahan, disebutkan bahwa penyediaan air bersih merupakan urusan wajib yang berkaitan dengan pelayanan dasar, dan dapat dikelola melalui kerja sama antar daerah jika melibatkan lintas wilayah administrasi.
Dengan demikian, keberadaan PDAM Kabupaten Kupang yang beroperasi di wilayah Kota Kupang seharusnya diatur melalui perjanjian kerja sama antar pemerintah daerah (MoU atau PKS) yang mengatur kewenangan, pembagian pendapatan, serta tanggung jawab investasi infrastruktur.
Tanpa dasar kerja sama yang jelas, pengelolaan lintas wilayah ini rawan menimbulkan konflik kepentingan, tumpang tindih otoritas, dan menurunnya kualitas layanan publik.
Sayangnya, hingga kini, mekanisme kerja sama yang ideal tersebut belum berjalan secara efektif.
Pemerintah Kota Kupang belum sepenuhnya memiliki peran strategis dalam pengelolaan layanan air yang menjadi kebutuhan dasar warganya.
Melihat kompleksitas ini, Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) sebenarnya telah berupaya menghadirkan solusi dengan membentuk Badan Layanan Umum Daerah Sistem Penyediaan Air Minum (BLUD SPAM) Provinsi NTT.
Lembaga ini didirikan untuk memfasilitasi kerja sama antara PDAM Kota Kupang dan PDAM Kabupaten Kupang dalam penyediaan air bersih yang lebih adil dan efisien.
Namun, inisiatif tersebut belum berfungsi secara maksimal. Tantangan koordinasi antar dua pemerintah daerah, perbedaan kepentingan fiskal, serta keterbatasan kapasitas teknis masih menjadi hambatan utama.
Akibatnya, BLUD SPAM belum mampu menjadi platform kolaborasi yang efektif dalam menata ulang tata kelola air bersih lintas wilayah.
Pemerintah harusnya melihat air bersih bukan sekadar komoditas ekonomi, melainkan hak dasar warga negara.
Karena itu, pengelolaannya tidak boleh hanya dilihat dari sisi administratif atau kepentingan fiskal semata.

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.