Opini
Opini: Terobosan Melki Laka Lena Membangun NTT yang Berkarakter
Karakter menggambarkan keunggulan dan keteguhan moral serta kualitas mental dan etika yang sering mencirikan seseorang, kelompok, atau bangsa.
Tentang pembangunan karakter, Bung Hatta mengingatkan agar kita tidak hanya peduli dengan pendidikan anak.
Kita juga harus mendidik diri kita sendiri. Kita harus mencoba melakukannya dengan diri sendiri. “To change the world, we first had to change our selves,” demikian kesimpulan menakyubkan dari James Redfield dalam novel manuskripnya Celestine Prophecy.
Untuk mengubah dunia, kita terlebih dahulu mengubah diri kita sendiri. Jadi memang harus ada kesadaran terjadinya perubahan internal pada diri kita terlebih dahulu.
Karena perilaku kita menciptakan dunia. “Your attitudes create the world “ begitu pesan Deepak Chopra dalam, Quantum Healing: Exploring the Fontiers of Mind/Bodi Medicine
Karakter tidak dibentuk dalam sehari. Ia dibangun dari apa yang kita lakukan setelah mencoba sampai tiga atau empat kali. Woodrow Wilson mengatakan karakter adalah sebuah maha karya dari kerja setiap hari.
Pernyataan ini menunjukkan bahwa kita tidak dapat bermimpi memperoleh karakter tanpa menempa dan membentuk diri untuk memperolehnya.
Karakter terbentuk melalui pembudayaan kebiasaan-kebiasaan baik yang awam dilakukan sehari-hari secara rutin pada waktunya. Salah satunya melalui terobosan yang ditawarkan Gubernur Melki Laka Lena, pembiasaan jam belajar dan jam ibadah keluarga setiap pukul 17.30–19.00 Wita.
Terlepas dari pro kontra yang menyertainya, kebijakan gubernur ini merupakan langkah strategis yang menempatkan keluarga sebagai pusat pembentukan karakter anak, sekaligus memperkuat sinergi antara pendidikan formal dan nilai-nilai spiritual di lingkungan rumah.
Belajar dan berdoa secara rutin berperan penting dalam pembentukan karakter karena keduanya menanamkan nilai-nilai disiplin, tanggung jawab, dan spiritualitas yang mendalam dalam diri seseorang.
Kebijakan itu public good, untuk membangun bonum commune. Tetapi kebanyakan orang memiliki kecenderungan untuk perlu diarahkan sebelum bersedia melakukannya. Maka sebagai terobosan ini perlu didukung dengan kampanye publik, dan monitoring.
Sebuah panduan praktis yang bijak amat diperlukan, agar tidak menjadi beban tambahan bagi keluarga yang memiliki keterbatasan waktu atau sumber daya.
Meminjam istilah Habermas, perlu sebuah “tindakan komunikatif” yang berorientasi pada terciptanya kesalingpengertian yang berorientasi pada pembaikan kehidupan bersama dan bukan “tidakan strategis” yang mengarah pada sukses politik.
Tanpa itu, que sera sera sajalah. Harapan terbesar masyarakat bagi bonum commune pada akhirnya adalah karakter pemimpinnya. Sebab karakter individu pemimpin selalu lenyap ketika idealism dikorbankan demi kompromi kekuasaan dan popularitas.
Ayo bung, kasih tangan kita bikin janji. Masa depan NTT adalah anak dan remaja yang hari ini terinfeksi HIV/AIDS.
Bebas dari kemiskinan moral dan karakter adalah api perjuangannya yang perlu terus dihidupkan di relung hati kita semua.
Menjadi gubernur mungkin garis tangan, tapi identitas dan karakter seorang gubernur bukan terletak pada garis tangan tapi pada perbuatan tangannya sendiri. (*)
Simak terus berita POS-KUPANG.COM di Google News

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.