Opini
Opini: Pahlawan yang Terlupakan di Balik Janji Generasi Emas
Kalimat-kalimat ini bukan sekadar keluhan. Ini adalah gugatan sunyi dari garda terdepan pendidikan bangsa.
Oleh: Petrus Redy Partus Jaya
Dosen Universitas Katolik Indonesia Santu Paulus Ruteng, Asesor BAN PDM Provinsi NTT, dan Peneliti Bidang Evaluasi Pendidikan
POS-KUPANG.COM - Setiap kali saya memasuki sebuah lembaga Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) nonformal (Kelompok Bermain, SPS, dan TPA) sebagai seorang asesor, saya selalu disambut oleh dua hal yang kontras.
Pertama, adalah semaraknya dunia anak-anak: tawa, nyanyian, dan dinding-dinding yang dihiasi karya kertas warna-warni.
Kedua, adalah kilat di mata para pendidiknya; sebuah kilat yang merupakan perpaduan antara dedikasi tulus dan kecemasan yang terpendam.
Tugas saya adalah memeriksa pemenuhan standar nasional pendidikan, baik performa guru dalam menstimulasi anak maupun kelengkapan administrasi lembaga, dan sarana-prasarana.
Baca juga: 70 Guru PAUD di Rote Ndao Ikuti Pelatihan Holistik Integratif
Namun, asesmen yang sesungguhnya seringkali terjadi di sela-sela jeda, saat seorang ibu guru dengan pelan berbisik, “Pak, kami ini bagaimana nasibnya? PPG (Pendidikan Profesi Guru) dan PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) yang muncul formasinya bukan untuk kami, yang dapat selalu guru TK. Mau daftar saja sudah ditolak sistem karena di Dapodik, kami terdata sebagai guru PAUD nonformal.”
Bisikan itu adalah gema dari suara ratusan ribu pendidik di seluruh Indonesia.
Suara lain menimpali dengan getir, “Jangankan status, Pak. Dana BOP (Bantuan Operasional Penyelenggaraan) saja, petunjuk teknisnya sangat kaku. Kadang rasanya hanya cukup untuk beli sabun mandi. Bagaimana saya mau mengabdi 10 tahun lagi kalau masa depan saya dan keluarga saja tidak jelas?”
Kalimat-kalimat ini bukan sekadar keluhan. Ini adalah gugatan sunyi dari garda terdepan pendidikan bangsa.
Gugatan dari mereka yang diiming-imingi janji manis bahwa kualifikasi sarjana S1 PAUD akan menjadi kunci pembuka gerbang kesejahteraan dan pengakuan profesional, namun nyatanya kunci itu hanya cocok untuk pintu lembaga berlabel “formal”.
Pengalaman ini memaksa saya untuk merefleksikan sebuah ironi besar: kita bercita-cita mencetak generasi emas, namun kita membiarkan para pandai emasnya bekerja dengan peralatan seadanya dan tanpa jaminan hari tua.
Tembok Regulasi yang Menciptakan Kasta
Persoalan ini bukanlah nasib buruk yang menimpa individu, melainkan sebuah masalah struktural yang lahir dari rahim regulasi.
Akar utamanya tertanam kuat dalam Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
Pasal 1 dari undang-undang ini secara tegas mendefinisikan "Guru" sebagai pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah".
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.