Opini

Opini: Remaja dan Seni Mencintai, Membaca Ulang Pacaran di Zaman Kini

Dahulu, pacaran cenderung terbatas, dengan interaksi langsung yang jarang dan komunikasi yang terikat ruang dan waktu. 

Editor: Dion DB Putra
POS-KUPANG.COM/HO-DOK PRIBADI
Goldy Ogur 

Dalam hal ini, pandangan filsafat dan psikologi dapat memberi sumbangan berharga. 

Filsafat menekankan dimensi luhur cinta, sementara psikologi membantu memahami sisi emosional dan praktis relasi.

Dengan merujuk pada pemikiran Plato, Freud, dan psikologi modern, kita diajak memahami cinta bukan sebagai hal sederhana, melainkan pengalaman manusia yang sarat makna. 

Plato memandang cinta sebagai jalan menuju kebaikan dan keindahan, Freud menyoroti cinta sebagai dorongan naluriah penuh risiko, sedangkan psikologi modern melihat cinta sebagai seni yang perlu dipelajari. 

Ketiga perspektif ini menolong kita melihat pacaran remaja dalam kerangka yang lebih menyeluruh.

Atas dasar itu, tulisan ini berangkat dari sebuah tesis: pacaran bisa menjadi ruang pembelajaran berharga bila dipahami sebagai seni mencintai, bukan sekadar luapan emosi sesaat. 

Seni mencintai menuntut tanggung jawab, penghargaan, dan kemampuan mengelola perbedaan. 

Jika nilai-nilai ini ditanamkan sejak remaja, pacaran tidak lagi menjadi ancaman, melainkan peluang untuk bertumbuh menjadi pribadi matang dalam mencintai diri sendiri maupun orang lain.

Pacaran Remaja di Era Digital

Pacaran di era digital menunjukkan perbedaan signifikan dibanding generasi sebelumnya. 

Dahulu, pacaran cenderung terbatas, dengan interaksi langsung yang jarang dan komunikasi yang terikat ruang dan waktu. 

Kini, teknologi digital menghadirkan ruang interaksi instan tanpa batas. 

Remaja dapat berkomunikasi kapan saja melalui pesan singkat, panggilan video, atau media sosial, sehingga relasi terasa lebih intens dan cepat berkembang.

Kemudahan ini memang memberi keuntungan, seperti mempererat komunikasi atau menjaga hubungan meski terpisah jarak. 

Namun, kedekatan instan ini juga menimbulkan risiko. Relasi yang berkembang terlalu cepat sering kali tidak diimbangi kedewasaan emosional. 

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved