Opini
Opini: Menolak Normalisasi Eksploitasi Anak Dalam Kasus Mantan Kapolres Ngada
Tidak ada ruang bagi victim blaming, tidak ada toleransi untuk celah hukum yang melindungi pelaku, dan tidak ada kompromi atas hak anak.
Kasus AKBP Fajar bukan sekadar persoalan hukum, tapi cermin dari kesadaran bangsa, apakah kita akan membiarkan kekuasaan dan prosedur menindas yang paling rentan?
Anak yang dieksploitasi bukan pelaku, melainkan korban. Siapa pun yang mencoba menormalisasi atau mereduksi kejahatan ini, sesungguhnya menyalahi hukum, moral, dan nurani publik.
Hukum tidak boleh menjadi tameng bagi pelaku dewasa yang memanfaatkan kerentanan anak.
Indonesia, dengan semua instrumen hukum nasional dan internasional yang dimiliki, memiliki kewajiban tegas untuk melindungi anak, menuntut pelaku, dan memastikan keadilan berjalan nyata, bukan simbolik.
Fiat justitia ruat caelum yang berarti keadilan harus ditegakkan, meski langit runtuh.
Tidak ada ruang bagi victim blaming, tidak ada toleransi untuk celah hukum yang melindungi pelaku, dan tidak ada kompromi atas hak anak.
Anak adalah masa depan bangsa dan mereka bukan komoditas, bukan alat pemuasan nafsu, dan bukan alasan untuk melindungi kekuasaan.
Jika hukum gagal di sini, ia gagal total tidak hanya pada kasus ini, tapi pada moral dan kredibilitas seluruh sistem hukum Indonesia.
Menegakkan perlindungan anak bukan pilihan, melainkan kewajiban. Dan setiap pengabaian terhadapnya adalah pengkhianatan terhadap generasi bangsa. (*)
Simak terus berita POS-KUPANG.COM di Google News
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.