Opini

Opini: Benarkah Korupsi itu Takdir?

Ironisnya, sebagian orang mulai percaya bahwa korupsi adalah takdir. Seolah Tuhan menulisnya dalam kitab nasib bangsa.

|
Editor: Dion DB Putra
DOKUMENTASI PRIBADI HENDRIK MAKU
Hendrikus Maku, SVD 

Maka korupsi adalah penderitaan yang dipelihara, keserakahan yang dijadikan kebiasaan, dan kebodohan batin yang dilembagakan. 

Korupsi bukan takdir yang harus diterima, melainkan pilihan yang bisa ditinggalkan. 

Dalam pandangan Buddha, melawan korupsi bukan hanya tugas sosial, tetapi laku spiritual—sebuah langkah menuju pembebasan, menuju kedamaian yang lahir dari pelepasan, dan menuju pencerahan yang membebaskan jiwa dari belenggu duniawi.

Dalam kebijaksanaan Khonghucu yang menjunjung tinggi harmoni, kebenaran dan tata krama, korupsi adalah luka yang mengoyak tatanan moral, merusak keseimbangan sosial, dan bahkan menghancurkan negara. 

Praktik korupsi bukan sekadar pelanggaran hukum, melainkan cacat etis yang menyalahi Li—tata krama yang menjaga kesantunan hidup, dan Yi—keadilan, kebenaran yang menjadi fondasi dari masyarakat beradab. 

Konfusius, sang guru agung, pernah berkata dengan nada yang tak bisa diabaikan: “Pemimpin yang tidak jujur akan membawa kehancuran bagi negara.” 

Dalam pandangan ini, korupsi adalah ketidakjujuran yang menjalar dari individu ke institusi, dari kebiasaan ke kebijakan, hingga akhirnya meruntuhkan sendi-sendi negara. 

Korupsi bukan takdir yang harus diterima, melainkan penyakit moral yang harus disembuhkan melalui pendidikan yang membentuk karakter dan keteladanan yang menginspirasi. 

Dalam semangat Khonghucu, melawan korupsi adalah laku kebajikan dan tanggung jawab pada leĺuhur dan masa depan—sebuah upaya untuk memulihkan keharmonisan, keberlanjutan, menegakkan keadilan, dan menghidupkan kembali nilai-nilai luhur yang menjadikan manusia benar-benar manusia.

Ketika Koruptor Berdoa Sebelum Mencuri

Bayangkan seorang koruptor yang berdoa sebelum menandatangani proyek fiktif. Intensinya bisa ditebak: minta kelancaran, mohon perlindungan, bahkan berharap agar tidak tertangkap. 

Tuhan pun mungkin geleng-geleng kepala, lalu berkata kepada malaikat: “Aku tidak pernah menulis itu dalam kitab takdir.”

Korupsi bukan takdir. Kejahatan ini adalah pilihan yang diulang, dosa yang dilembagakan, dan kebiasaan yang dipelihara dengan anggaran negara. 

Korupsi tumbuh bukan karena kekuatan dirinya, melainkan karena kita membiarkannya, karena kita diam, dan karena kita ikut menikmati remah-remah yang ditinggalkannya.

Menolak Takdir Palsu, Menyalakan Kejujuran

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved