Opini
Opini: Yohanes Pembaptis dan Affan Kurniawan
Ia berani menegur Herodes dalam kesewenangan moral. Yohanes tidak takut terhadap apapun, bahkan nyawa menjadi jaminan.
Ketika gas air mata dan kendaraan lapis baja digunakan menghadapi rakyat tak bersenjata, kita sedang menyaksikan pertunjukan betapa gelapnya nurani para penguasa, yang semakin jauh dari rasa empati terhadap rakyat yang melarat.
Mungkin ini adalah jawaban atas kegembiraan para anggota dewan yang penuh sukacita joget di parlemen hingga tabola bale di istana negara.
Disinilah kita melihat, kedua tokoh yang berani bersuara menjadi titik pijak pertanyaan kita; ada apa dengan para penguasa?
Yohanes Pembaptis meninggal karena keberaniannya menyuarakan kritik terhadap penguasa, dan Affan Kurniawan meninggal karena sistem yang menutup teliga dan membiarkan aparat menginjak rakyat sendiri. Miris Bukan?
Dulu, Yohanes Pembaptis menjadi simbol profetis yang melawan tirani, sekarang Affan adalah simbol getir rakyat kecil menjadi korban yang tak sempat bersuara.
Kematian Yohanes Pembaptis dikenang dalam kitab suci, sementara itu kematian Affan mungkin hanya akan menjadi arsip berita yang perlahan dilupakan.
Namun dari keduanya menjadi sejarah bahwa “kebenaran tidak bisa dibungkam dan ketidakadilan selalu menuntut korban”.
Negara kita sedang tabola bale. Namun kita yang masih berduka atas kepergian Affan, dan sedang bersuara menuntut keadilan harus memastikan suara Affan dan rakyat lainnya tidak terkubur bersama tubuhnya yang pergi.
Ia adalah gambaran nyata penderitaan rakyat kecil yang kadang tak mampu melawan gas air mata.
Kita dipanggil untuk bersama menata masa depan bangsa, merenung dan merefleksikan perjalanan bangsa ini.
Kita mencita-citakan Indonesia emas, namun para pemegang kuasa menciptakan Indonesia cemas. Miris bukan? (*)
Simak terus berita POS-KUPANG.COM di Google News
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.