Sidang eks Kapolres Ngada dan Fani
Sarah Lery Mboeik : Logika Pengacara Akhmad Bumi Dangkal Terkait HAM dan Keadilan
Direktris PIAR NTT, Ir. Sarah Lery Mboeik menilai logika Akhmad Bumi, pengacara eks Kapolres Ngada, AKBP Fajar Lukman, dangkal terkait HAM
Penulis: OMDSMY Novemy Leo | Editor: OMDSMY Novemy Leo
Lapran Reporter POS-KUPANG.COM, OMDSMY Novemy Leo
PO-SKUPANG.COM, KUPANG - Direktris PIAR NTT, Ir. Sarah Lery Mboeik menilai logika Akhmad Bumi, pengacara eks Kapolres Ngada, AKBP Fajar Lukman, dangkal terkait HAM dan Keadilan terhadap korban.
Menurut Sarah Lery MBoeik, dalam kasus kekerasan seksual terhadap anak yang dilakukan oleh eks Kapolres Ngada, AKBP Fajar Lukman itu, pengacara Akhmad Bumi harus melihatnya sebagai bentuk pelanggaran HAM dan Kewadilan bukan Transaksi Bisnis.
"Sangat disayangkan pernyataan pembelaan pengacara yang bias ini. Harusnya kasus ini dilihat sebagai masalah pelanggaran HAM dan keadilan bukan transaksi bisnis. Logika pengacara menggambarkan begitu dangkalnya perspektif maupun pengetahuan HAM dan keadilan, hanya karena ingin memenangkan clientnya dalam kasus TPKS dan TPPO yang korbannya adalah perempuan dan bahkan anak-anak," tegas Sarah Leri Mboeik, Minggu (24/8).
Baca juga: Kasus Eks Kapolres Ngada, Akhmad Bumi: Ada Kesepakatan Produsen dan Konsumen
Menurut Sarah Leri Mboeik, yang harus dia (Akhmad Bumi) lihat adalah bagaimana keadilan ditegakkan dan hak-hak korban dipenuhi.
"Pernyataannya beliau menggambarkan dangkalnya pemahaman beliau soal penghargaan terhadap hak asasi perempuan dan anak yang telah dirusak oleh seorang perwira (kapolres). Bagaimana mungkin perwira lembaga kepolisian yang seharusnya melindungi masyarakat, termasuk anak-anak, justru melakukan tindak pidana kekerasan seksual (TPKS), memperkosa, dan mengeksploitasi tubuh anak-anak," kata Sarah Lery Mboeik.
Baca juga: Puisi Spesial untuk Eks Kapolres Ngada Fajar Lukman dari Perempuan Disabilitas
Sarah Lery Mboeik juga tak habis pikir, bagaimana mungkin aparat penegak hukum, yang seharusnya membongkar kasus-kasus kejahatan ”pornografi daring” pada anak-anak, justru menjadi pelaku kejahatan tersebut, bahkan memproduksi konten-konten pornografi dikirim ke Australia, Justru ini yang harus diperberat pidananya.
Terkait perbedaan perspektif antara para pihak yang berperkara seperti JPU dan Pengacara terdakwa, pun para pihak yang menangani perkara seperti Polisi, Jaksa dan Hakim, bagi Sarah Leri Mboeik itu wajar saja terjadi. Namun hendaknya perspektif itu tidak melanggar nilai-nilai HAM dan Keadilan bagi korban.
"Kita mungkin memiliki perspektif yang berbeda, tapi tidak harus dangkal. Nilai-nilai HAM dan keadilan ini yang perlu diinternalisasi dalam cara pandang siapapun, termasuk mereka apalagi pelaku yg nota bene seorang Kapolres," kritik Sarah Leri Mboeik.

Bagi Sarah Lery Mboeik, pernyataan Akhmad Bumi selaku pengacara dari eks Kapolres Ngada, AKBP Fajar Lukman itu Ini sudah terindikasi masuk dalam pelanggaran profesi.
"Pernyataan itu terindikasi melanggar profesi, karena tidak menghargai hak-hak korban, apalagi perempuan dan anak perempuan, dan tidak mempertimbangkan dampaknya pada korban anak2 yang akan memiliki masa depan panjang penuh dengan trauma," nilai Sarah Lery Mboeik.
Bagi Sarah Lery Mboeik, penasihat hukum atau perngacara bukan hanya membela kepentingan kliennya tapi mesti juga mempertimbangkan dampaknya kepada korban.
Sarah Lery Mboeik berharap agar para pihak yang menangani kasus ini, yakni Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan majelis hakim PN Kota Kupang bisa menjalankan tugas dan kewenangannya dengan baik dan benar.
Baca juga: Kejati NTT Prihatin, Jamin Tim JPU Siap Perang Buktikan Perbuatan Eks Kapolres Ngada
"Semoga polisi, jaksa dan para hakim tidak masuk angin, tawar menawar, terhadap kasus ini dimana pelakunya adalah seorang eks Kapolres. Maka itu harus dihukum seberat-beratnya dan kami masyarakat sipil akan terus melakukan pengawalan kasus ini dengan hukuman maximal, hukuman seumur hidup," tegas Sarah Lery Mboeik.
Akhmad Bumi yang hendak dikonfirmasi Pos Kupang, Minggu (24/8) siang, belum bisa dihubungi. Pos Kupang mencoba menhubungi Akhmad Bumi melalui telepon WA dan pesan WA, namun belum dijawab. (vel)
Akhmad Bumi: Ada Kesepakatan Produsen dan Konsumen
Sebelumnya diberitakan, Kasus pelecehan seksual yang dilakukan terdakwa eks Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmadja yang digelar pada Pengadilan Negeri Kelas 1A Kupang telah memasuki pertengahan persidangan.
Akhmad Bumi, SH, dan tim selaku kuasa hukum terdakwa Fajar, mengatakan, persidangan sudah di pertengahan, saksi-saksi hampir selesai diperiksa, demikian juga dengan para ahli.
"Tinggal ahli digital forensik Mabes Polri yang diperiksa minggu depan dan setelah itu masuk periksa saksi atau ahli dari terdakwa. Kali lalu pemeriksaan ahli berjalan alot, baik ahli dari RS Bayangkari maupun ahli dari LPSK," katanya.

Kepada Reporter POS-KUPANG.COM, Kamis (21/8/2025) , Akhmad Bumi menjelaskan fakta atas perkara ini telah terbentuk walau sidang belum berakhir.
Dari pemeriksaan yang berjalan maraton dan melelahkan ini, fakta secara umum telah ada dan sudah terbentuk.
“Ya secara umum fakta sudah terbentuk. Kuasa Hukum terdakwa, Jaksa Penuntut Umum maupun Majelis Hakim yang memeriksa perkara ini sudah mengetahui fakta tersebut sesuai kepentingan masing-masing”, tambahnya.
Baca juga: SAKSIMINOR Pertanyakan Keterlibatan V Dalam Kasus Mantan Kapolres Ngada
Menurut Akhmad Bumi, ada tiga hal dari rangkaian fakta yang sementara terungkap dalam persidangan.
Pertama, ada anak-anak yang menjalankan aktivitas prostitusi online. Fakta ini tepat disebut produsen karena mereka selaku penyedia barang, ada ketersediaan barang dan jasa dari produsen yang ditawarkan pada konsumen.
Ada hak dan kewajiban dan mereka saling membutuhkan, saling menguntungkan, tidak saling merugikan.
”Bagi saya tidak tepat menggunakan diksi korban, kalau korban harus ada yang dirugikan, faktanya mereka saling menguntungkan, tidak saling merugikan, olehnya tepat gunakan diksi produsen dan konsumen”, jelas Akhmad Bumi.

Kedua, konsumen yang tertarik dengan barang dan jasa yang ditawarkan produsen, konsumen tertarik dan berminat dengan barang yang ditawarkan. Disitu ada kontak kesepakatan, ada barang, ada harga, ada hak dan kewajiban dalam kesepakatan.
Hak dan kewajiban produsen dan konsumen ini dilindungi dalam undang-undang. Jika ada pihak produsen dan konsumen dirugikan, ada ruang penyelesaian melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK).
Jika buntu penyelesaian di BPSK maka dibawah ke rana pengadilan. Ada juga Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN).
Baca juga: APPA NTT Ingatkan Restitusi untuk Korban Kejahatan Eks Kapolres Ngada Fajar Lukman
Ketiga, adanya mucikari sebagai perantara atau pengasuh.
Tiga fakta yang sementara terbentuk tersebut, pertanyaan kita kenapa bisa terjadi, analisis sementara kami jelas bahwa itu akumulasi dari banyak tekanan hidup.
Menurutnya, ada tekanan ekonomi, pendidikan yang rendah, bergaul pada lingkungan yang negatif, perkembangan tekhnologi informasi yang pesat, ada disfungsi keluarga, dan juga gaya hidup hedonis.
"Mereka butuh uang untuk hidup, butuh beli pakaian, butuh beli handphone android juga iPhone. Dan mereka berada pada usia produktif tapi putus sekolah. Ini tekanan hidup dan gaya hidup hedon," ungkapnya.
Ada disfungsi keluarga, ada anak keluar sore dan pulang dini hari tapi sebagai orang tua tidak pernah ada gelisah dan tidak mencari anak, konteks ini perlu didalami lebih lanjut.

Dan bukan hanya sekali, tapi anak sudah terbiasa keluar sore dan pulang dini hari, lebih dari satu kali, bukan terjadi secara tiba-tiba tapi ini akumulasi dari berbagai tekanan hidup, fenomena dari kasus ini menjadi tanggungjawab semua pihak.
Pemerintah perlu perhatikan kebijakan untuk tekan angka kemiskinan dan perlu berikan pendidikan biaya murah atau gratis pada anak-anak, ini soal masa depan anak-anak dan daerah.
Disfungsi keluarga menjadi tanggungjawab orang tua, sangat penting untuk diperhatikan, orang tua perlu diintervensi para tokoh agama untuk perkuat iman sebagai filter dalam pergaulan anak-anak ditengah kehidupan yang keras seperti ini, pihak sekolah perhatikan kurikulum untuk penguatan moral anak-anak.
Baca juga: LIPSUS: Tersangka Fani Pemasok Anak untuk Eks Kapolres Ngada Menangis Dihadapan Jaksa
Perkembangan informasi yang pesat seperti saat ini, perlu ada filter atau ketahanan diri yang kuat pada anak-anak ditengah pergaulan yang bebas, jadi bukan hanya tanggung jawab pihak penegak hukum.
Kalau penegak hukum menangani jika kasusnya sudah dihilir, perlu diperkuat dari hulu. Kerja-kerja penegakan hukum (Pengacara, Polisi, Jaksa, Hakim), juga konseling oleh LPSK atau lembaga lain itu ketika kejadian sudah terjadi.
Tapi lebih penting mencegahnya dari hulu dengan kompleksitas masalah dari kejadian seperti fakta yang ditemukan ini. (ria)
Ikuti Berita POS-KUPANG.COM lainnya di GOOGLE NEWS
Ketua LPA NTT Tory Ata : Pernyataan Akhmad Bumi Menyesatkan, Tidak Paham Regulasi |
![]() |
---|
Diksi Produsen dan Konsumen dari PH Akhmad Bumi Rendahkan Pelaku, Polisi dan Negara |
![]() |
---|
Kejati NTT Prihatin, Jamin Tim JPU Siap Perang Buktikan Perbuatan Eks Kapolres Ngada |
![]() |
---|
Pengacara Eks Kapolres Ngada Fajar Lukman Komentari Tanggapan JPU |
![]() |
---|
Puisi Spesial untuk Eks Kapolres Ngada Fajar Lukman dari Perempuan Disabilitas |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.