Opini

Opini: Byung-Chul Han, Hiperaktivitas Mendaruratkan Kemanusiaan

Keadaan tidak aktif mengandaikan keheningan. Ia dihasilkan oleh keheningan di mana manusia yang autentik diinkubasi. 

Editor: Dion DB Putra
DOK PRIBADI
Melki Deni, S. Fil 

Atas nama memaksimalkan kinerja dan produksi, yang memanfaatkan momen, hiperaktivitas kontemporer menghilangkan segala sesuatu yang memperpanjang waktu, segala sesuatu yang bertahan atau didefinisikan oleh “perpanjangan waktu”, seperti meditasi, membaca, atau menulis. 

Justru karena “perpanjangan waktu” inilah, kejadian-kejadian seperti itu terasa tidak nyaman dan tidak menyenangkan bagi kita. 

Perpanjangan waktu hanya ada di tempat kerja yang dipermainkan dengan bahasa lembur supaya dapat upah lebih.

Atas hal ini Byung-Chul Han berpendapat, “Ketidakaktifan membutuhkan waktu yang lama. Ia menuntut waktu yang panjang, jeda yang intens dan kontemplatif.

Ketidakaktifan jarang terjadi di masa sulit, ketika segala sesuatu menjadi begitu jangka pendek, begitu picik, begitu picik […] Kita tidak punya kesabaran untuk menunggu sesuatu yang perlahan matang”.

Ketidakaktifan, sebagai waktu yang secara ontologis berbeda dari kerja dan produksi, menurut Byung-Chul Han, merupakan “kekuatan penghasil budaya”, yang membentuk “lingkungan” untuk peningkatan jiwa. Tanpa lingkungan ini, hidup terasa hambar dan membosankan. 

Hidup kehilangan segala kecemerlangan dan kemegahan, bahkan aura spiritual apa pun. Pikiran muncul dengan memberi kehidupan dari ketidakaktifan.

Pikiran dan gagasan adalah buah dari perenungan panjang, yang tersimpan dalam keheningan, melalui bahasa dan tulisan. 

Byung-Chul Han dalam La Sociedad del Cansancio, menekankan, “Pencapaian budaya umat manusia, termasuk filsafat, berawal dari perhatian yang mendalam dan kontemplatif. Budaya membutuhkan lingkungan yang memungkinkan perhatian mendalam”.

Dalam kehidupan sehari-hari, “absolutisasi” kerja dan produksi sepenuhnya menghilangkan “lingkungan” untuk “perhatian mendalam”—konsentrasi total. Artinya, kemungkinan ketidakaktifan kontemplatif. 

Sebaliknya, hal itu justru menghadirkan masa-masa agitasi dan stres, sehingga melemahkan daya pikir, imajinasi, dan mematikan rasio. 

Dalam hal ini, peningkatan kerja dapat diartikan sebagai penurunan semangat secara absolut.

Justru, mengingat ketiadaan semangat akibat absolutisasi kerja, Byung-Chul Han memperingatkan, “Kita tidak bisa lagi menoleransi yang lambat, yang panjang, yang hening”. 

Zaman sekarang tidak lagi mengenal ketidakaktifan dan penundaan, sebaliknya, zaman menganjurkan ketergesa-gesaan dan kegelisahan. Kondisi ini memiliki dimensi global. 

Pada akhirnya, situasi ini didasarkan pada teknik-teknik dominasi neoliberal yang menetapkan produksi dan hiperaktivitas sebagai satu-satunya cara hidup.

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved