Opini
Opini: Mencari Hati yang Enggan Membenci di Balik Puing-puing Gereja Keluarga Kudus Gaza
Pastor paroki, Gabriel Romanelli, salah satu dari ketiga korban yang tewas, dikenal dekat dengan mendiang Paus Fransiskus.
Kelima, kehilangan rasa bersalah. Orang yang kehilangan nurani tidak merasa bersalah atas tindakan yang menyakiti orang lain.
Mereka bahkan bisa merasa bangga atau puas atas penderitaan yang ditimbulkan. Dan keenam, tidak menghargai nilai-nilai universal.
Pribadi yang kehilangan nuraninya selalu kontra keadilan, kasih sayang, hak asasi manusia, dan martabat hidup. Mereka bisa menyerang tempat ibadah, rumah sakit, atau sekolah tanpa rasa bersalah.
Serangan yang menyasar GKK di Gaza mungkin tidak punya korelasi langsung dengan perbincangan terkait moderasi beragama.
Namun demikian, sebagai bagian integral dari literasi keagamaan, maka tidaklah berlebihan kalau poin itu disenggol dalam permenungan “mencari hati yang enggan membenci”.
Beberapa korelasi dari serangan terhadap GKK dengan gagasan moderasi beragama adalah sebagai berikut.
Pertama, moderasi beragama menjunjung tempat ibadah sebagai zona damai (dar al-salam).
Moderasi beragama mengajarkan bahwa tempat ibadah, baik gereja, masjid, sinagoga, atau apa pun namanya adalah ruang suci yang harus dilindungi dari kekerasan.
Serangan terhadap GKK di Gaza menunjukkan pelanggaran terhadap prinsip ini, dan menjadi contoh ekstrem dari radikalisasi kekuasaan yang mengabaikan nilai spiritual.
Kedua, moderasi menolak kekerasan atas nama agama atau politik. Serangan tersebut bukan hanya menyasar bangunan, tapi juga nilai-nilai kemanusiaan dan spiritual.
Moderasi beragama menolak segala bentuk kekerasan, apalagi yang dilakukan terhadap kelompok minoritas.
GKK di Gaza merupakan simbol solidaritas lintas iman, tempat Muslim dan Kristen berlindung bersama.
Ketiga, serangan yang menyasar GKK di Gaza mesti menjadi alarm global untuk menghidupkan kembali “bara api” moderasi.
Insiden di Gaza bisa menjadi momentum bagi komunitas internasional dan lintas agama untuk:
(1) Mengafirmasi pentingnya perlindungan terhadap minoritas dengan dalil aqli: “mayoritas mesti melindungi minoritas”, (2) mendorong dialog antaragama sebagai jalan damai, dan (3) mengedukasi publik bahwa agama bukan alat kekuasaan, melainkan jalan kasih dan keadilan.
Hendrikus Maku
Gereja Keluarga Kudus Gaza
konflik Gaza
Opini Pos Kupang
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Israel
Palestina
Paus Fransiskus
Sri Paus Leo XIV
Opini: Prada Lucky dan Tentang Degenerasi Moral Kolektif |
![]() |
---|
Opini: Drama BBM Sabu Raijua, Antrean Panjang Solusi Pendek |
![]() |
---|
Opini: Kala Hoaks Menodai Taman Eden, Antara Bahasa dan Pikiran |
![]() |
---|
Opini: Korupsi K3, Nyawa Pekerja Jadi Taruhan |
![]() |
---|
Opini: FAFO Parenting, Apakah Anak Dibiarkan Merasakan Akibatnya Sendiri? |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.