Opini
Opini: Kearifan Lokal Menuju Demokrasi Berkeadaban
Ia mengingatkan kita bahwa administrasi publik harus melampaui logika netralitas, menuju etika keberpihakan pada kemanusiaan.
Catatan dari Indonesian Association for Public Administration (IAPA) 2025 Annual Conference & Congress, Undana Kupang
Oleh: Baharudin Hamzah
Anggota KPU Provinsi Nusa Tenggara Timur, Alumni Ilmu Administrasi FISIP Undana Kupang.
POS-KUPANG.COM - Di penghujung Oktober 2025, Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang menjadi ruang perjumpaan gagasan.
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Nusa Cendana (Undana) menjadi tuan rumah perhelatan besar Indonesian Association for Public Administration (IAPA) 2025.
Konferensi dan kongres tahun ini tidak hanya menjadi ruang diskusi akademik, melainkan ruang perenungan kolektif tentang ke mana arah ilmu administrasi publik Indonesia hendak dibawa.
Baca juga: Forum Kongres IAPA 2025 di Undana Kupang Jadi Ajang Konsolidasi Akademisi Administrasi Publik
Tema yang diangkat “Indigenous Public Administration: Bridging Tradition, Innovation, and Governance for a World-Class Public Sector”, mengandung pesan mendasar bahwa tata kelola pemerintahan masa depan tidak boleh tercerabut dari akar budaya yang menjadi sumber identitas, sekaligus peta moral bagi perjalanan bangsa.
Di tengah maraknya jargon digitalisasi pemerintahan, transformasi birokrasi, dan dorongan menuju pemerintahan berkelas dunia, konferensi ini menghadirkan kesadaran baru bahwa modernitas tidak boleh menjadi jalan sunyi yang meninggalkan nilai.
Kecanggihan sistem tidak boleh mengalahkan kemanusiaan. Teknologi bukan pengganti kearifan, melainkan pelayan bagi nilai.
Negara bisa membangun pusat data dan kecerdasan buatan, tetapi tetap membutuhkan ruang batin tempat nilai-nilai diolah, ditimbang, dan dibenarkan.
Modernitas yang kehilangan kesadaran budaya adalah modernitas yang rapuh.
Karena itu, membahas administrasi publik tidak hanya soal prosedur, struktur, dan efisiensi, tetapi juga persoalan etika, makna, dan roh sosial yang menghidupinya.
Di hadapan para akademisi dan praktisi kebijakan, kita diajak untuk menundukkan kepala sejenak dan mendengar kembali suara tanah tempat kita berpijak.
Administrasi publik modern tidak boleh menjadi bangunan besar tanpa fondasi kultural.
Administrasi harus bertumpu pada nilai yang tumbuh dari sejarah, adat, dan spiritualitas masyarakat.
Sebab negara, sebelum menjadi sistem hukum, adalah rumah batin dan hasil kesepakatan nurani kolektif.
Baharudin Hamzah
kearifan lokal
Demokrasi
FISIP Undana Kupang
Nusa Tenggara Timur
POS-KUPANG.COM
Universitas Nusa Cendana
| Opini: Menjaga Demokrasi Kampus dari Politik Zero-Sum Game |
|
|---|
| Opini: Saat Komunikasi Publik Menjadi Kunci Layanan Kesehatan Daerah |
|
|---|
| Opini: Suara Moral Indonesia di Tengah Standar Ganda IOC |
|
|---|
| Opini: Neka Hemong Kuni agu Kalo- Salinan Kerinduan dalam Mimbar Filosofis |
|
|---|
| Opini: Dari Cogito Ergo Sum ke Aku Klik Maka Aku Ada |
|
|---|

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.