Catatan Hukum Untuk Masyarakat

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/Puu-Xii/2014 Penyitaan Dapat Dipraperadilankan

Tidak ada alasan bagi aparatur penegak hukum menolak Pra Peradilan yang berhubungan dengan Penggeledahan dan khususnya dalam penyitaan.

Editor: Sipri Seko
POS-KUPANG.COM/HO
Dr. Nicholay Apriĺindo, SH, MH, MM (Akademisi & Praktisi Hukum-HAM/Advokat/Alumnus PPSA XVII-2011 LEMHANNAS RI.) 

Ada 4 (empat) aspek yang seharusnya menjadi pertimbangan hakim dalam memutus suatu Perkara, yaitu sebagai berikut:

1. Aspek Yuridis dan dasar hukum merupakan aspek paling utama dan pertama dengan bertolak ukur kepada peraturan perundangan yang berlaku.

2. Hakim dalam mengambil keputusan harus  mengimplementasikan Pasal 2 UU Nomor 12 Tahun 2011, Pasal 27 UUD 1945, Pasal 77 JIS Pasal Pasal 1 angka 10, Pasal 1 angka 16, Pasal 1 angka 17, Pasal 18 ayat (3), Pasal 32, Pasal 33, Pasal 38, Pasal 39, Pasal 75, Pasal 82 ayat (3) huruf d ,Pasal 125, Pasal 126, Pasal 127, Pasal 128, Pasal 129, Pasal 130, Pasal 131Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, Pasal 16 UndangUndang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2005 Tentang Pengesahan International Covenant On Civil And Political Rights (Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Sipil Dan Politik), Pasal 5 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, Putusan MK Nomor 3/PUU-XI/2013 tanggal 30 Januari 2013, Putusan MK Nomor 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015, dan peraturan perundang-undangan lainnya, dan dasar hukum yang digunakan merupakan dasar hukum yang mencakup pra-peradilan.

3. Aspek sosiologis yakni dimana merujuk kepada nilai-nilai budaya yang hidup di masyarakat. Hakim memasukan aspek sosiologis dalam bentuk pertimbangan tersebut. Sebagai salah satu contoh yurisprudensi adalah pada putusan kasus Perkara Nomor 1/Pid.Pra/2020/PN Tlk. Berikut lebih dalamnya: Hakim berpendapat sudah menjadi hak asasi Pemohon atau keluarganya atau si tergeledah untuk menerima turunan berita acara Penggeledahan atas tindakan penggeledahan yang dialaminya dalam waktu 2 (dua) hari sejak penggeledahan yang mana sebagai bentuk perlindungan maupun jaminan terhadap Pemohon atas dilakukannya Penggeledahan terhadap rumahnya, oleh karena itu tindakan pemohon yang tidak menyerahkan turunan Berita Acara Penggeladahan dalam waktu 2 (dua) hari sejak penggeledahan tidak sesuai dengan Pasal 33 ayat (5) KUHAP, oleh karena itu Hakim berpendapat tindakan penggeledahan tersebut tidak sah dan tidak berkekuatan hukum.

4. Aspek filosofis yang berintikan kepada kebenaran dan keadilan ini menggambarkan semangat/roh lahirnya perundangan yang digunakan. Dalam memutus suatu perkara, hakim telah memenuhi unsur yuridis, sosiologis, dan filososofis yang diterapkan secara proporsional dan dapat seimbang. Sehingga dapat disimpulkan dalam pertimbangan hakim dengan memperhatikan dan menerapkan dengan nilai dasar yang merupakan konsekuensi hukum yang baik.

Dr Nicholay Aprilindo, SH, MM
Dr Nicholay Aprilindo, SH, MM (POS-KUPANG.COM/HO)

III. KEWENANGAN IZIN PENYITAAN :

Pasal 38 KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana) mengatur tentang penyitaan dengan surat izin. Berikut adalah detailnya ⊃1;:

- Pasal 38 Ayat 1: Penyitaan hanya dapat dilakukan oleh penyidik dengan surat izin ketua pengadilan negeri setempat.

- Pasal 38 Ayat 2: Dalam keadaan mendesak penyidik dapat melakukan penyitaan terlebih dahulu tanpa harus meminta izin dari Ketua Pengadilan Negeri, khusus untuk benda bergerak. Setelah itu penyidik wajib melaporkan kepada ketua pengadilan negeri setempat untuk memperoleh persetujuannya.

- Perlu diingat bahwa Pasal 38 KUHAP bertujuan untuk memastikan proses penyitaan dilakukan secara sah dan terkendali.

Selanjutnya tentang kewenangan izin penyitaan  berdasarkan ketentuan Pasal 38 KUHAP tersebut, maka yang berwenang mengeluarkan izin penyitaan hanyalah Ketua Pengadilan Negeri setempat.

 

Logika hukumnya adalah :

1. Berdasarkan ketentuan pada pasal 38 KUHAP tersebut selain Ketua Pengadilan Negeri tidak diberikan kepada pejabat hukum lainnya seperti wakil Ketua Pengadilan Negeri untuk mengeluarkan izin penyitaan.

2. Walaupun izin dikekuarkan oleh wakil ketua pengadilan negeri tertera stempel atau cap Pengadilan Negeri, maka izin penyitaan tersebut tidak sah secara hukum dan bertentangan pasal 38 KUHAP.  Karena apabila berdasarkan hanya pada stempel atau cap pengadilan negeri suatu penyitaan dianggap sah, maka tidak tertutup kemungkinan dapat terjadi penyalahgunaan kewenangan (Abuse of Power) terhadap kewenangan Penyitaan yang menjadi wewenang Ketua Pangadilan Negeri, artinya bahwa Wakil ketua atau Kepala Panitera pun dapat menggunakan stempel atau cap Pengadilan mengatas namakan Ketua Pengadilan tanpa wewenang dan haknya secara hukum, dan produk hukum berupa izin penyitaan yang dikeluarkan cacat hukum dan atau tidak sah secara hukum.

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved