Catatan Hukum Untuk Masyarakat

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/Puu-Xii/2014 Penyitaan Dapat Dipraperadilankan

Tidak ada alasan bagi aparatur penegak hukum menolak Pra Peradilan yang berhubungan dengan Penggeledahan dan khususnya dalam penyitaan.

Editor: Sipri Seko
POS-KUPANG.COM/HO
Dr. Nicholay Apriĺindo, SH, MH, MM (Akademisi & Praktisi Hukum-HAM/Advokat/Alumnus PPSA XVII-2011 LEMHANNAS RI.) 

Oleh :

Dr. Nicholay Aprilindo, SH, MH, MM.

(Akademisi/Praktisi Hukum Dan HAM. Alumnus PPSA XVII-2011 LEMHANNAS RI)

 

I. Pendahuluan 

Hukum Acara Pidana merupakan sebuah lembaga praperadilan yang tidak terpisahkan dari peradilan. Dalam hal kelahiran praperadilan. lembaga praperadilan adalah proses persidangan sebelum sidang Perkara pokoknya disidangkan. Konsep praperadilan pada hakekatnya adalah suatu proses perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM) dalam kaitannya dengan penggunaan upaya paksa oleh para penegak hukum.

Melalui lembaga praperadilan inilah akan dinilai kelayakan proses penggunaan upaya paksa dengan tata cara yang ditentukan undang-undang.

Didalam Praperadilan dipimpin oleh hakim tunggal yang ditunjuk oleh Ketua Pengadilan Negeri dan dibantu oleh seorang Panitera. Kewenangan Pengadilan Negeri dalam penanganan praperadilan telah diatur dalam Pasal 1 Angka 10 KUHAP yang menegaskan bahwa Praperadilan adalah wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus tentang:

1. Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atau permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atau kuasa tersangka;

2. Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan;

3. Permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atau kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan.

Bahwa di dalam sistem peradilan pidana Indonesia terdapat beberapa permasalahan yang terjadi, antara lain perubahan fungsi penentuan sah atau tidaknya barang bukti. Karena awal dan tahap suatu perkara diawali dengan adanya tersangka, maka putusan tersangka harus didasarkan pada bukti yang kuat. Namun, penetapan tersangka sebagai tersangka tanpa bukti melanggar hak asasi tersangka dan ada kemungkinan dilakukannya pemeriksaan secara sewenang-wenang.

Seiring dengan perkembangan zaman dan permasalahan yang ada, maka kewenangan praperadilan telah mengalami perluasan melalui Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU/XII/2014 yang diputus tanggal 28 April 2015 dengan menambah kewenangan praperadilan dari yaitu :

1. Memeriksa sah tidaknya penetapan tersangka;

2. Memeriksa sah tidaknya penyitaan;

Halaman
1234
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved