Opini

Opini: Menguatkan Peran DPRD dalam Proses KUA-PPAS

Rencana kegiatan didasari oleh Rencana Strategis (Renstra) Daerah yaitu Rencana Pembangunan Jangka Menengah daerah (RPJMD). 

Editor: Dion DB Putra
POS KUPANG/GORDI DONOFAN
Wily Mustari Adam, SE, M.ACC. 

Proses penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) yang telah berlangsung dari Januari hingga Mei 2025 telah menghasilkan kerangka kerja pembangunan daerah. 

Kini, KUA-PPAS menjadi instrumen untuk menerjemahkan program-program yang telah direncanakan dalam RKPD ke dalam alokasi anggaran yang realistis dan terukur.

Fase ini menuntut kehati-hatian dalam menentukan prioritas pembangunan.

Pemerintah daerah harus mampu memilah mana program yang benar-benar strategis dan prioritas serta memberikan dampak optimal bagi masyarakat, mengingat keterbatasan sumber daya keuangan daerah di tengah tantangan ekonomi yang masih bergejolak dan ketergantungan keuangan pusat yang masih tinggi.

Peran Krusial DPRD dalam Era Desentralisasi

Era desentralisasi yang telah berjalan lebih dari dua dekade, memberikan kewengangan luas bagi DPRD dan memiliki posisi yang sangat strategis dalam proses perencanaan dan penganggaran daerah (KUA-PPAS). 

Sebagai lembaga legislative daerah, DPRD tidak hanya berfungsi sebagai penerima laporan dari eksekutif, tetapi juga sebagai mitra dialog yang konstruktif dalam menentukan arah kebijakan anggaran secara efektif dan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Peran DPRD dalam tahapan ini mencakup tiga dimensi penting. Pertama, fungsi legislasi, di mana DPRD memiliki kewenangan untuk membahas dan menyetujui KUA-PPAS yang diajukan pemerintah daerah. 

Kedua, fungsi pengawasan, yang memastikan bahwa KUA-PPAS disusun sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan mencerminkan aspirasi masyarakat. 

Ketiga, fungsi anggaran, yang memberikan DPRD kewenangan untuk membahas dan menyetujui kebijakan anggaran yang akan menjadi acuan penyusunan APBD.

Tantangan dan Peluang

Dalam praktiknya, proses KUA-PPAS sering menghadapi berbagai tantangan. Keterbatasan kapasitas sumber daya manusia di DPRD dalam memahami aspek teknis pengelolaan keuangan daerah menjadi kendala utama. 

Selain itu, Waktu pembahasan yang relatif singkat sering kali tidak memberikan ruang optimal untuk diskusi mendalam tentang prioritas pembangunan. 

Belum lagi, dalam banyak sorotan publik, banyak anggota dewan tidak menjalankan fungsinya secara penuh, seperti menghadiri rapat. 

Gedung dewan yang mewah dan representatif tetapi banyak kursi kosong tidak terisi kehadiran anggota dewan dalam membahas nasib rakyat dan pembangunan.

Halaman
1234
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved