Liputan Khusus

LIPSUS: 145.268 Anak NTT Tidak Sekolah, Cita-cita Api Ingin Jadi Polisi Pupus di Pasar

Hingga tanggal 8 Juli 2025 jumlah Anak Tidak Sekolah (ATS) di Provinsi NTT mencapai 145.268 anak yang tersebar di 22 kabupaten/kota. 

|
POS-KUPANG. COM/TARI RAHMANIAR ISMAIL
SOSOK API LINOME- Sosok bocah Api Linome (12) saat mengamati para pengunjung pasar yang selesai belanja untuk menawarkan jasa angkat barang di Pasar Inpres Naikoten, Kota Kupang.    

Saban hari dari pukul 07.00  pagi Wita hingga tengah malam, ia bekerja tanpa pilih-pilih barang baik itu karung cabai, beras, hingga barang belanja para pembeli.

Semua Api Linome angkut demi Rp50 ribu sehari. 

Uangnya digunakan untuk kebutuhannya, dan sedikit ia sisihkan untuk neneknya Unu, yang buta dan tinggal di Ayotupas.

“Capek. Tapi saya harus punya uang, supaya bisa tabung. Uangnya nanti kalau sudah besar mau jadi pedagang saja,” ucap Api Linome.

Mimpinya jadi polisi telah pupus, berganti dengan harapan sederhana berdagang sayur agar tak harus capek mengangkat barang terus-menerus.

Di pasar, Api Linome tidak sendiri. Api Linome bersahabat dengan Steven, bocah seusianya yang juga putus sekolah dan bekerja sebagai kuli pasar.

Keduanya sering tidur di sudut pasar pada malam hari, beralaskan karung bekas, menunggu matahari esok untuk kembali bekerja. 

“Kalau hari Sabtu dan Minggu, itu ramai. Kami kerja terus. Kalau lapar, baru pulang atau beli makan dari uang yang ada,” ujar Api Linome.

Meski keras, Api tak pernah mengeluh. Hidup membuatnya belajar dewasa terlalu cepat. Ia tak pernah berkomunikasi lagi dengan orang tuanya, hanya nenek Unu  yang menjadi tempatnya pulang.

"Kalau sudah kumpul uang, saya pulang jenguk Unu,” kata Api Linome.

Ongkos dari Kupang ke Ayotupas, Rp100.000 pulang pergi. 

Api Linome sempat bersekolah di Kupang hingga kelas satu SD, namun keterbatasan biaya dan situasi keluarga membuatnya harus berhenti. Ia lalu kembali ke kampung, mencoba melanjutkan, tapi lagi-lagi harus berhenti karena tidak ada biaya dan perceraian orang tuanya. Kini, ia tak ingat kapan terakhir kali membuka buku.

“Kadang rindu sekolah,” ujar Api Linome lirih.

Bagi Api Linome, tak ada yang lebih penting selain bertahan hidup dan terus berjuang.

Setiap karung yang Api Linome angkut, setiap malam yang ia lalui di pasar, adalah bentuk keteguhan seorang anak yang seharusnya masih bermain, namun sudah berhadapan dengan kerasnya hidup. (iar/fan/bbr)

Halaman
1234
Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved