Sidang AKBP Fajar Lukman
Sarah Lery Mboeik PIAR NTT Gugah Aktor V Tak Diproses Kasus Eks Kapolres Ngada
Direktris PIAR NTT, Sarah Lery Mboeik mengugah peran aktor V dalam kasus eks Kapolres Ngada, AKBP Fajar Lukman.
Penulis: OMDSMY Novemy Leo | Editor: OMDSMY Novemy Leo
Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, OMDSMY Novemy Leo
POS-KUPANG.COM, KUPANG - Direktris PIAR NTT, Sarah Lery Mboeik mengugah peran aktor V dalam kasus eks Kapolres Ngada, AKBP Fajar Lukman. Karena V tak diproses hukum dalam kasus tersebut.
Hal ini diungkapkan Sarah Lery Mboeik, saat berorasi di depan PN Kupang bersama SAKSIMINOR yang melakukan aksi damai, Senin (7/7/2025).
Saat itu, Sarah Lery Mboeik mengungkapkan keprihatinannya terkait kasus kekerasan seksual yang dilakukan eks Kapolres Ngada, AKBP Fajar Lukman, terhadap tiga anak-anak.
“Bapa, mama yang ada disini, bapa polisi yang intip dari jauh. Kenapa pagi ini kita datang? Untuk menuntut keadilan bagi korban. Karena sangat disesalkan, bahwa Fajar itu adalah orang yang harusnya menjadi garda depan penegakkan hukum dan HAM tetapi kita merasa prihatin. Dia bukan pelindung dan dan garda depan penegakan hukum dan HAM, tapi bagian dari pelaku,” gugah Sarah Lery Mboeik.
Baca juga: Massa Aksi SAKSIMINOR dan Aktivis Datangi Pengadilan Kupang Beri 7 Tuntutan ke APH
Sarah Lery Mboeik menambahkan, pihaknya mendengar informasi yang cukup akurat bahwa saat ini di NTT ada empat kasus kekerasan seksual yang melibatkan aparat yang harusnya menjadi garda depan penegakkan HAM dan hukum.
“Sungguh prihatin kalau kedepan terus terjadi, apa yang kita harapkan dari institusi ini. maka itu, kami sebagai mama-mama, sebagia aktivis, sebagai mahasiswa, datang kesini, sekali lagi untuk mengetuk hakim, jaksa, polisi untuk bisa melihat dengan mata hati, bukan dengan mata kompromi, atas kejahatan mafia-mafia kekerasan seksual terhadap korban,” kritik Sarah Lery Mboeik.
Sarah Lery Mboeik menambahkan, mereka juga ingin mempertanyakan apa yang dalam pemberitaan berbagai media, khususnya dari KOMNAS HAM, ditemukan, diduga ada pelaku yang tidak terdeteksi atau tidak dibawa ke proses hukum, namanya V.
“Namanya V. Dia yang pertama kali diminta oleh pelaku Fajar itu untuk mencari anak dibawah umur. Tetapi sampai sekarang, orang itu tidak pernah kemi dengar, dalam berita acara. Ada apa dengan V, mugnkin dia juga mucikari bagi yang lain, kemudian sengaja ditutup. Kami minta jaksa hakim untuk melihat kembali fakta persidangan itu. Dimana V sekarang, kenapa dia dilindungi. Jangan-jangan V juga bagi-bagi bagi yang lain,” gugah Sarah Lery Mboeik.
Baca juga: Jangan Menambah Luka Baru di Hati Anak-anak Kami, Korban Eks Kapolres Ngada
Karena itu, Sarah Lery Mboeik meminta kepada media, untuk bisa mengkat fakta itu dan bisa mempertanyakan pada jaksa, polisi, kenapa V tidak muncul.
“Hal ini penting. Karena V kalau kita masih masuk di TPPO, ini bagian dari TPPO juga. Dia yang mencari si F, kemudian F mencari lagi, mencari anak kecil, itu kasihan. Kami duga, sekali lagi kami tekankan, kami duga V bukan saja melayani F, tapi punya kawan, punya kawan, punya kawan. Sehingga kenapa dia tidak ditarik ke dalam proses hukum itu. Makin banyak korban kayak fenomena gunung es, ada yang belum terungkap,” kata Sarah Lery Mboeik. (vel)
*Jangan Tambah Luka Baru di Hari Anak-Anak
Mari kita jaga agar proses hukum tidak menambah luka baru di hati anak anak kami, dihati mereka yang sednaa terluka. Membawa beban psikologis dan luka yang tidak mudah dipulihkan yang dialami korban eks Kaporles Ngada, AKBP Fajar Lukman.
Demikian ajakan Pdt (emr) Ina Bara Pah, S.Th, anggota SAKSIMINOR dari Rumah Harapan GMIT NTT, saat beroperasi di depan Gerbang Pengaidlan Negeri Kelas I Kupang, Senin (7/7/2025) pagi.
Dalam oarsinya itu, Pt Ina Bara Pah, S.Th mendesak bapak ibu para hakim agar secara pro aktif memastikan retsitusi dari pelaku eks Kapolres Ngada, Fajar Lukman, diberikan kepada korban anak, sesuai aturan hukm yang berlaku. "Restitusi itu sesuai dengan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pelaku, yang berlapis lapis," kata Pdt Ina Bara Pah.
Selain itu, tambah Pdt Ina Bara Pah, SAKSIMINOR meminta Pemerintah, media, dan seluruh masyarakat Indonesia , masyarakat NTT, masyarakat Kota Kupang untuk menjaga kerahasiaan identitas korban dalam setiap pemberitaan , dalama setiap dokumen atau dikusi publik yang muncul.
Baca juga: Massa Aksi SAKSIMINOR dan Aktivis Datangi Pengadilan Kupang Beri 7 Tuntutan ke APH
"Perlindungan ini bukan hanaay tugas pemerintah tapi juga panggila moral bagi kita semua. Mari kita jaga agar proses hukum tidak menambah luka baru di hati anak anak kami. Dihati mereka yang sedang terluka membawa beban prsikologis dan luka yang tidak mudah dipulihkan," kata Pdt Ina Bara Pah.
Pdt Ina Bara Pah mengatakan, sebagai mama, sebagai ibu yang melahirkan anak-anak, dia ingin menyatakan, bahwa betapa pedihnya hati mereka. Mengikuti peristiwa bi*d*p dari Fajar yang serausnya dia menjadi ayah, menjadi bapak, menjadi pelindung bagi anak-anak kami.
"Tapi justru dia menjadi orang yang sangat bi*d*b yang merusak kemanusiaan anak-anak kami, yang mewariskan kejahatan dan beban, luka dihati mereka, menjual mereka ke situs-situs porno. Betapa mirisnya moral dia, beta menyakitkan hati kami, peremepuan yang melahirkan anak-anak kami. Bahkan yang melahirkan Fajar dari seorang bunda. Tapi dia justru menjadi pelaku perusakkan kehidupan anak-anak kami," kata Pdt Ina Bara Pah.

Karena itu, tambah Pdt. Ina Bara Pah, SAKSIMINOR menyatakan solidaritas dan dukungan penuh untuk korban, untuk anak-anak yang telah dilukai kemanusiaannya, dirampas kehidupannya, dirampas masa depannya. Dan dengan demikian, mereka menjadi anak-anak yang terlantar yang kehilangan harga diri, yang dirampas harkat dan martabat mereka oleh tindakan perkosaan oleh pelaku.
SAKSIMINOR menyampaikan dukungan penuh kepada semua korban terutama anak-anak yang menderita secara fisik, mental, dan sosial, akibat tindakan seksual yang dilakukan oleh Fajar, mantan Kapolres Ngada.
"Negara berkewajiban, baik secara konstitusi maupun moral untuk melindugi mereka dari pelaku dan menyediakan proses pemulihan yang utuh, menyeluruh dan bermartabat. Keadilan sejati tidak hanya diukur dari penjara untuk tersangka, tetapi juga dari pengakuan publik, pemulihan, efek jera dan pergantian rugi yang adil bagi para korban," kata Pdt. Ina Bara Pah.
*Aksi Damai SAKSIMINOR
Solidaritas Anti Kekerasan dan Diskriminasi terhadap Kelompok Minoritas dan rentan (SAKSIMONOR) dan sejumlah aktivis menggelar aksi damai di Pengadilan Negeri Kupang, Senin (7/7/2025). Dalam pernyataan sikapnya, massa aksi memberikan tujuh point penting terkait dengan proses hukum kasus eks Kapolres Ngada, AKBP Fajar Lukman, yang tengah berproses di pengadilan.
Solidaritas Anti Kekerasan dan Diskriminasi pada Kelompok Minoritas Dan Rentan, merupakan Kumpulan dari Individu, kelompok, organisasi yang solidaritas bergerak dalam advokasi dan perlindungan hak-hak kelompok rentan/minoritas di wilayah Kupang, Nusa Tenggara Timur.
Sejumlah lembaga yang tergabung dalam SAKSIMONOR yakni LBH APIK NTT, YKBH JUSTITIA, LPA NTT, Rumah Perempuan, Rumah Harapan-GMIT, PKBI NTT, IMoF NTT, AJI Kota Kupang, IRGSC, KOMPAK, JIP, IPPI, KPAP NTT, GARAMIN, LOWEWINI, HWDI, YAYASAN CITA MASYARAKAT MADANI, HANAF, YTB, SABANA Sumba, LBH SURYA NTT, Solidaritas Perempuan Flobamoratas, PWI NTT, PIAR NTT, UDN, GMKI Cabang Kupang, GMNI Cabang Kupang, HMI Cabang Kupang, PMKRI Cabang Kupang, JPIT, Jemaah Ahmadiyah Cab NTT.
Baca juga: Eks Kapolres Ngada Fajar Lukman Tempati Ruangan Khusus di Rutan Kupang
Pantauan Pos Kupang, sejumlah aktivis kemanusiaan senior yang ikut dalam aksi damai SAKSIMINOR itu diantaranya, Ketua LPA NTT Veronika Ata, SH, MH, Direktris LBH APIK NTT Ansi Rihi Dara, SH, Ana Djukana, SH,MH, Ketua GMNI yang juga adalah anggota DPRD NTT, Winston Rondo, Rumah Harapan GMIT Pdt (Emr) Ina Bara Pah, Rumah Perempuan Libby Sinlaloe.
Massa aksi yang dipimpin oleh Mahasiswa Cipayung, mendatangi Kantor PN Kupang dengan berjalan kaki dari perempatan Lamu Merah Jalan Palapa pada Senin pukul 09.30 Wita. Tepatnya di depan pintu masuk PN Kupang, massa aksi melakukan orasi secara bergantian.
Aksi itu berlansgung sekitar satu jam sejak pukul 09.30 wita hingga pukul 10.50 Wita. Sejumlah aparat kepolian dari Polda NTT mengawal kegiatan tersebut.
Usai aksi, kordinator lapangan, Andra menyampaikan pernyataan sikap dari SAKSIMINOR . Isi pernyataan sikap itu, SAKSIMINOR memberikan tujuh pernyataan, kritikan dan saran kepada aparat penegak hukum, mulai dari Polisi, Kejaksaan hingga pengadilan.
Termasuk Rumah Tahanan (Rutan) Kupang dan juga tersangka eks Kapolres Ngada, Fajar Lukman. SOLIDARITAS juga menyampaikan dukungan terhadap saksi korban dan keluarga korban.
Andra mengatakan, SAKSIMINOR menyatakan keprihatinan mendalam atas penanganan hukum dalam kasus kekerasan seksual yang melibatkan mantan Kapolres Ngada, Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja (FWLS), sebagai berikut.
Pertama, Kejahatan Seksual Eks Kapolres Ngada Harus Dikualifikasi sebagai Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO)

"Kami menyesalkan tidak diterapkannya pasal-pasal Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) terhadap Eks Kapolres Ngada , padahal unsur-unsur TPPO sangat jelas terpenuhi. Berdasarkan Undang-Undang No. 21 Tahun 2007, Tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), tindakan Eks Kapolre Ngada telah memenuhi tiga unsur utama TPPO yaitu : proses, cara, dan tujuan," jelas Andra.
Tiga unsur dimaksud, pertama, unsur Proses, FWLS menerima anak korban melalui perantara, merekrut korban melalui F dan V, yang bertindak atas perintahnya.
Baca juga: LIPSUS: Tersangka Fani Pemasok Anak untuk Eks Kapolres Ngada Menangis Dihadapan Jaksa
Fakta bahwa FWLS secara aktif meminta “anak-anak perempuan yang lebih muda” menunjukkan keterlibatan langsung dalam jaringan eksploitasi seksual.
Unsur kedua, Cara, bahwa FWLS menggunakan posisi kuasa sebagai Kapolres untuk mempengaruhi dan memanfaatkan pihak-pihak rentan, termasuk F yang memiliki kerentanan ekonomi.
Unsur ketiga, tujuan, bahwa Semua tindakan FWLS diarahkan pada eksploitasi seksual, termasuk pencabulandan persetubuhan terhadap anak di bawah umur.
"Dengan demikian, tidak ada alasan hukum yang sah untuk mengecualikan FWLS dari jerat hukum TPPO. Justru dialah aktor utama dalam rangkaian eksploitasi anak tersebut. Mengapa pasal TPPO hanya diterapkan pada F yang jelas bertindak sebagai perantara atas permintaan FWLS," gugah Andra.
Kedua, Periksa dan Ungkap Keterlibatan V. Dijelaskannya, siaran pers Komnas HAM menyebutkan bahwa FWLS meminta V untuk mencarikan anak perempuan di bawah umur. V kemudian membawa F (20 thn) dan meminta F mengaku sebagai anak SMP kepada FWLS.
"Pertanyaan yang mengemuka: apakah V telah diperiksa? Mengapa keterlibatannya belum dibuka secara terang? Padahal dari peranannya, V merupakan bagian dari rantai awal perekrutan korban untuk FWLS," tanya Andra
Ketiga, Hentikan Perlakuan Khusus di Rutan. Bahwa Semua Warga Negara Sama di Hadapan Hukum. "Kami menolak segala bentuk perlakuan khusus yang diberikan kepada FWLS di Rumah Tahanan. Pernyataan dari Kepala Rutan Kelas IIB Kupang dan pejabat Rutan lainnya mengindikasikan adanya pengistimewaan, seperti ruang khusus, kamar mandi pribadi, dan matras," kata Andra.
SOLIDARITAS menilai hal ini telah mencederai prinsip keadilan dan kesetaraan di hadapan hukum. "Kami tegaskan, tidak boleh ada keistimewaan berbasis jabatan dalam perlakuan terhadap pelaku kejahatan berat, apalagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak," katanya.
Baca juga: LIPSUS: Tensi Darah AKBP Fajar Tinggi Eks Kapolres Ngada Pakai Rompi Orange 26 Ditahan di Rutan
Keempat, Tuntaskan Kasus Narkoba Mantan Kapolres Ngada. Bahwa FWLS juga telah terbukti positif menggunakan narkoba saat ditangkap pada 20 Februari 2025, seperti dikemukan oleh Karopenmas Div Humas POLRI, Brigjen Trunoyudo W. Andiko.
"Kami mempertanyakan sejauhmana proses hukum yang terbuka dan tegas terkait pelanggaran ini, karenna sebagai seorang pejabat publik FWLS memiliki tanggung jawab untuk menegakkan hukum, bukan melanggarnya," katanya.
Kelima, Independensi Hakim Harus Dijaga dan Dipastikan Lembaga peradilan agar benar-benar independen dan tidak tunduk pada tekanan kekuasaan atau institusi manapun.
Hakim harus memeriksa, mengadili dan memutus perkara ini secara adil, mengedepankan perlindungan hak korban dan memberikan hukuman yang setimpal kepada pelaku. Keadilan substantif hanya dapat tercapai jika hakim memegang teguh prinsip imparsialitas dan keberpihakan pada korban.
Baca juga: LIPSUS: Konten Porno Anak Dijual Rp 100 Ribu di Grup Facebook Fantasi Sedarah
Keenam, Solidaritas dan Perlindungan Penuh untuk Korban. SAKSIMINOR menyatakan solidaritas penuh kepada para korban, termasuk anak-anak yang telah mengalami luka fisik, psikis, dan sosial akibat kekerasan seksual yang dilakukan oleh mantan Kapolres Ngada .
"Negara bertanggung jawab untuk menjamin perlindungan hukum, pemulihan menyeluruh, dan non-diskriminasi terhadap korban. Jangan sampai korban kembali mengalami viktimisasi sekunder dalam proses hukum dan sosial yang dijalaninya," kata Andra.
Ketujuh, Meminta Jaksa Penuntut Umum (JPU), sebagai pihak yang mewakili korban dan representasi kehadiran negara untuk memberikan tuntutan dan pembelaan kepada korban dengan sebaiknya. (vel)
Ikuti Berita POS-KUPANG.COM lainnya di GOOGLE NEWS
Sidang Kasus Pelecehan Seksual Eks Kapolres Ngada Fajar Lukman Memasuki Tahapan Pemeriksaan Saksi |
![]() |
---|
Eks Kapolres Ngada Fajar Lukman Jalani Sidang Eksepsi di Pengadilan Negeri Kupang |
![]() |
---|
David Boimau Desak Usut Tuntas Dugaan Keterlibatan Pihak Lain Dalam Kasus Eks Kapolres Ngada |
![]() |
---|
Jangan Menambah Luka Baru di Hati Anak-anak Kami, Korban Eks Kapolres Ngada |
![]() |
---|
Kasus Pelecehan Anak Eks Kapolres Ngada, 30 Lembaga Gelar Aksi Damai di Pengadilan Negeri Kupang |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.