Breaking News

Liputan Khusus

LIPSUS: Anak Pekerja Migran Jadi Korban Kekerasan, Dari Perpas XII Regio Gerejawi Nusra di Larantuka

Pertemuan Pastoral (Perpas) XII Regio Gerejawi Nusra di Larantuka, Flores Timur kali ini fokus membahas masalah pekerja migran.

|
POS-KUPANG.COM/HO
Delegasi keuskupan Atambua dan Keuskupan Weetebula berpose bersama saat tiba di bandara Gewayan Tanah, Larantuka, Flores Timur 

Misa pembukaan dihadiri para uskup dengan selebran utama Uskup Larantuka, Mgr Fransiskus Kopong Kung. Sebelum misa pembukaan, para uskup dan delegasi disambut secara resmi di pintu masuk Gereja Katedral Reinha Rosari Larantuka.

Para uskus bersama masing-masing delegasi menginap selama lima hari, yakni 1 5 Juli 2025 di Patris Corde Rusun Unio Keuskupan Larantuka, Kelurahan Puken Tobi Wangibao, Kecamatan Larantuka, Flores Timur.

Dalam rangkaian kegiatan itu, para uskup akan membahas isu migran dan perantauan. Flores Timur adalah salah satu daerah penyumbang migran terbesar dengan sederet persoalannya.

Pada realitas melihat masalah ini, para uskup juga memberikan tanggapan serta mendengar shareing dari tiga keuskupan di Malaysia sebagai wilayah tujuan migran, serta Keuskupan Pangkal Pinang sebagai wilayan transit buruh migran. (cbl)

Baca juga: Ribuan Umat Katolik di Ende Ikut Prosesi Ine Maria dari Istana Keuskupan Agung Ende

Gereja dan Pemprov Cari Cara 

MASALAH pekerja migran dan perantau yang dipicu oleh kemisikinan dan ketiadaan lapangan kerja menjadi perhatian serius gereja dan Pemerintah Provinsi NTT.

Hal ini terungkap dalam Pertemuan Pastoral (Perpas) XII Regio Gerejawi Nusa Tenggara (Nusra) dihadiri sembilan uskup seantero Nusra serta Gubernur NTT, Melki Laka Lena, Rabu (2/7).

Dua lembaga itu bersinergi lewat diskusi untuk bagaimana mencari solusi atas masalah serius para pekerja migran yang kerap menjadi korban eksploitasi, kekerasan, bahkan kematian.

Gereja dan pemerintah diharapkan terlibat aktif dalam kegelisahan umat, khususnya migran dan perantau dengan begitu banyak persoalan yang kompleks. Tidak bisa dipungkiri bahwa wilayah NTT menjadi pemasok pekerja terbesar baik di dalam maupun luar Indonesia.

"Provinsi NTT merupakan salah satu daerah pengirim pekerja migran terbesar. Sejak lama minat masyarakat NTT bekerja di luar negeri, di luar NTT juga sangat tinggi," ungkap Melki Laka Lena.

Melki juga menyoroti kebiasaan masyarakat NTT yang merantau melalui "jalur tikus" alias non prosedural. Pekerja ilegal via calo, ujarnya, menjadi tantangan besar, apalagi masyarakat terbuai dengan iming-iming tanpa tahu fakta saat tiba di perantauan.

"Banyak saudara saudari NTT di seluruh daerah yang dikirim tanpa mekanisme hukum dan persiapan yang benar," ujarnya.

Melki berujar, pihaknya melarang penempatan tenaga kerja yang rawan terhadap eksploitasi, seperti pekerja rumah tangga. Menurutnya, pekerja rawan ini harus diberi pelatihan dan kompetensi.

"Ini menjadi langkah untuk mencegah (praktik) perdagangan orang," tuturnya.

Langkah berikut terkait penguatan layanan terpadu satu atap (LTSA) yang fokus terhadap reaktivasi di setiap kabupaten/kota sehingga mempermudah migrasi legal. Sejauh ini hanya Kota Kupang yang aktif menerapkan cara itu.

Halaman
1234
Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved