Liputan Khusus

LIPSUS: ART Asal Sumba Barat Babak Belur  Dianiaya Majikan di Kawasan Elit Batam

Intan Tuwa Negu, seorang Asisten Rumah Tangga (ART) asal  Kampung Bodo Maroto, Sumba Barat, dianiaya majikannya yang tinggal di kawaan elit batam

|
zoom-inlihat foto LIPSUS:  ART Asal Sumba Barat Babak Belur  Dianiaya Majikan di Kawasan Elit Batam
POS-KUPANG.COM/HO-MUSA MAU
KORBAN - Intan (terbaring), korban penganiayaan dan eksploitasi oleh majikanya di Batam sedang terbaring di rumah sakit Elisabeth. Intan merupakan warga Kabupaten Sumba Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT).

Saat ini, tambah  Debby Tri Andrestian , korban telah dibawa ke Rumah Sakit Elisabeth Batam untuk mendapatkan perawatan medis.

ART ASAL SUMBA - Intan ART asal Sumba yang babak belur disiksa majikannya di Kota Batam, Selasa (24/6/2025).
ART ASAL SUMBA - Intan ART asal Sumba yang babak belur disiksa majikannya di Kota Batam, Selasa (24/6/2025). (TRIBUNLAMPUNG.CO.ID)

Menurut  Debby Tri Andrestian , kondisi korban secara umum stabil, namun masih dalam pemantauan dokter karena mengalami luka-luka akibat dugaan penganiayaan.

"Korban sedang dalam perawatan medis. Kami pastikan korban mendapatkan penanganan medis dan perlindungan yang dibutuhkan," ujar AKP  Debby Tri Andrestian .

Majikan Laki-laki Kabur

Ketua DPD Satgas NTT Peduli Kepri, Musa Mau yang dihubungi dari Kupang mengatakan, sejak, Minggu (22/6) ia bersama paguyuban Flobamora di Batam sedang menyelesaikan persoalan itu. "Betul. Kami sdh tangani dari semalam," kata dia dalam pesan di aplikasi percakapan. 

Tim Flobamora Batam menceritakan awal mula mereka mendapat informasi dan mendatangi korban yang masih di rumah majikannya. Saat tiba di lokasi, tim sempat bertemu dengan korban, namun majikan laki-laki diketahui kabur saat mengetahui kedatangan tim.

"Kami langsung turun ke rumah majikan dan berhasil menemui korban. Saat itu kondisi korban dalam keadaan lemah dan penuh luka. Majikan laki-laki kabur, tapi istri majikan dan ART lainnya berhasil dijumpai,” ungkap salah satu anggota tim Flobamora.

Koordinator Bidang Hukum Persekutuan Komunitas NTT (PK NTT) Batam, Balawanga membenarkan kejadian tersebut. Ia menyampaikan proses hukum tengah berjalan dan pihaknya akan terus mengawal kasus ini hingga tuntas.

Baca juga: Orang Tua ART Intan, Korban Penganiayaan di Batam, Minta Pelaku Dibui Dan Bayar Gaji Korban

"Sekira pukul 11.30 Wib pada Minggu (22/6) saya menerima laporan dari Pak Yulius, Ketua Keluarga Sumba. Saya langsung berkoordinasi dengan Kapolsek Batam Kota dan pihak Polresta Barelang. Tim kepolisian segera turun ke lokasi dan korban dibawa ke rumah sakit untuk visum,” ujar Balawanga, Senin (23/6).

Ia menambahkan, malam harinya keluarga korban masih berada di Polresta Barelang untuk membuat laporan polisi (LP). Sementara, majikan sudah diamankan petugas dan sedang dimintai keterangan lebih lanjut. "Kami percayakan proses hukum kepada aparat, dan PK NTT akan terus mengawal sampai tuntas,” jelasnya.

Komunitas NTT di Batam menyatakan komitmennya untuk memberikan bantuan hukum dan moril bagi Intan hingga keadilan benar-benar ditegakkan. "Kita semua terpukul dengan kejadian ini. Tapi kita harus pastikan bahwa kasus ini berjalan sesuai hukum."

"Tidak boleh ada lagi kekerasan terhadap pekerja rumah tangga, apalagi yang berasal dari daerah-daerah yang rentan,” kata Balawanga. 

Ketua DPD Satgas Peduli Kepri Musa Mau yang dihubungi dari Kupang, Senin (23/6) menjelaskan, Roslina, majikan Intan turut melakukan eksploitasi terhadap korban. Roslina yang sudah ditahan ini juga merancang kekerasan secara terstruktur untuk korban. 

"Beberapa kejadian itu memang dipukul sepupu kandung dibawa tekanan majikan. Jadi akhirnya dibawa tekanan, ketakutan akhirnya membuat kekerasan. Mereka satu majikan. Setiap kali Merlin (sepupu) melakukan kekerasan, majikan memvideokan sehingga dalam keterangan ke Polisi majikan berdalih Merlin yang memukul," katanya. 

Baca juga: Polisi Tangkap Majikan Penganiaya ART Asal Sumba, Intan Tak Pernah Terima Gaji Sejak Mulai Bekerja

Penganiayaan itu sudah dilakukan sejak 12 Juni 2025. Kekerasan terus terjadi hingga puncaknya terjadi pada 21 Juni 2025. Korban tidak bisa menghubungi siapapun karena handphone di tahan majikan. 

Halaman
1234
Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved