Opini

Opini: Membangun Kebijakan Publik Berkeadilan

Namun di Poco Leok, Manggarai, Nusa Tenggara Timur, narasi indah itu retak di hadapan kenyataan sosial. 

|
Editor: Dion DB Putra
DOK PRIBADI
I Putu Yoga Bumi Pradana 

Nancy Fraser (2005) dalam Reframing Justice menegaskan pentingnya recognition, redistribution, dan representation dalam mewujudkan keadilan sosial. 

Dalam kasus Poco Leok, pengakuan atas identitas masyarakat adat serta partisipasi sejati mereka dalam pengambilan keputusan adalah prasyarat mutlak bagi legitimasi kebijakan.

Merajut Dialektika: Jalan Tengah yang Lebih Adil

Konflik geothermal Poco Leok mengajarkan bahwa kebijakan publik tak bisa dirumuskan dengan lensa tunggal. 

Political Ecology mengingatkan kepala daerah bahwa pembangunan adalah proses politis yang sarat relasi kuasa. 

Public Policy Instrumentalism menawarkan pendekatan rasional untuk merumuskan dan mengimplementasikan kebijakan.

Tantangan kepala daerah adalah merajut dialektika keduanya. Beberapa prinsip dapat menjadi pegangan: Pertama, membangun keadilan prosedural yang kuat. 

Dalam konteks geothermal Poco Leok, penerapan Free, Prior, and Informed Consent (FPIC) atau Persetujuan Bebas, Didahului dengan Informasi Lengkap, dan Tanpa Paksaan menjadi kunci keadilan prosedural. 

Proses ini bukan sekadar ritual sosialisasi atau pengumpulan tanda tangan, melainkan mekanisme deliberatif yang sungguh-sungguh menghormati hak masyarakat adat untuk menerima atau menolak proyek yang berpengaruh pada ruang hidup mereka. 

Habermas memberi kita etika diskursus: dialog harus berlangsung dalam situasi komunikasi yang bebas, setara, dan terbuka.

Kedua, memperkuat governance kolaboratif. Kepala daerah bisa memfasilitasi ruang deliberasi multipihak yang otentik, di mana masyarakat adat bukan sekadar pendengar, melainkan co-producer kebijakan. 

Ketiga, merumuskan model benefit sharing yang berkeadilan dan partisipatif. 

Sebagaimana ditunjukkan oleh studi-studi Political Ecology, skema kompensasi moneter semata tidak cukup. 

Yang dibutuhkan adalah pengakuan dan penguatan kedaulatan masyarakat atas ruang hidup mereka.

Keempat, mendorong kepala daerah untuk menjadi mediator etis, bukan sekadar fasilitator investasi. 

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved