Opini

Opini: Narsisme Digital Penyebab Depresi yang Agresif

Perasaan menjadi autentik merobek tirai kerahasiaan dan privasi, kemudian mengarah pada transparansi dan ketelanjangan total. 

Editor: Dion DB Putra
DOK PRIBADI
Melki Deni, S. Fil 

Byung-Chul Han (2020, 12) berkomentar, “Komunikasi digital terdiri dari ruang gema, di mana seseorang mendengar dirinya sendiri berbicara lebih banyak. 

Like, teman, dan pengikut tidak membentuk bidang resonansi”. Subjek narsis juga cenderung agar selalu ada, eksis, berkuasa, dan menjadi pusat perhatian/tepuk tangan di mana-mana.

Subjek narsis di dunia digital selalu ingin terhubung di mana-mana hanya untuk menggaet pengakuan, persetujuan, dan pujian. 

Relasi yang dilebih-lebihkan dengan diri sendiri ini didukung oleh kebutuhan narsistik untuk mengoptimalkan diri sendiri, yang juga merupakan kebutuhan untuk mengeksploitasi dan memproduksi diri sendiri.

Atas dasar ini, menurut Byung-Chul Han (2020, 20), subjek “narsis terjebak dalam dirinya sendiri, dalam interioritasnya yang rumit […] itulah sebabnya ia jatuh ke dalam depresi”. 

Jadi, di tengah tekanan untuk mengoptimalkan diri sendiri dan narsisme, depresi beroperasi. Bagaimana subjek kinerja narsistik dapat membebaskan dirinya dari depresi dan agresi diri?

Dalam pemikiran Byung-Chul Han, Eros selalu menampilkan dirinya sebagai agen penebusan, sejauh ia memiliki kemampuan untuk membatalkan rujukan hiperbolik dan berlebihan terhadap diri sendiri ini. Eros menyelamatkan Narccisus dari kelarutan dan depresinya. 

Ia memberinya keberbedaan, membawanya berhadapan langsung dengan yang sepenuhnya berbeda. Ia menghasilkan kelupaan diri dalam diri yang lain. Eros mengakhiri narsisme.

Byung-Chul Han (2017, 10) menunjukkan, “Eros dan depresi adalah hal yang bertolak belakang. Eros mencabik subjek dari dirinya sendiri dan mendorongnya keluar, ke arah yang lain. Sebaliknya, depresi menyebabkan subjek runtuh ke dalam dirinya sendiri”.

Eros menolak kegoisan. Komunitas ritual, seperti Eros, memperkenalkan diri ke dalam waktu orang lain. 

“Komunitas ritual”, kata Byung-Chul Han (2020, 10), “membuat seseorang melampaui dirinya sendiri. Komunitas ritual mengosongkan pelakunya dari psikologi dan interioritas.”

Komunitas ritual yang menarik, menggabungkan, dan menyatukan orang-orang memungkinkan terciptanya pengalaman kebersamaan kolektif karena seseorang terhubung dengan yang lain.

Seseorang mengenali dirinya sendiri dalam diri orang lain. Berbeda dengan komunitas digital, komunitas ritual, menurut Byung-Chul Han (2020, 12) “menghasilkan komunitas resonansi yang mampu mencapai harmoni, dengan ritme yang sama […] tanpa resonansi seseorang merasa ditolak dan tetap terisolasi dalam dirinya sendiri […] depresi muncul ketika resonansinya nol”.

Namun, di atas semuanya itu, apakah komunitas ritual dan kontrol sosial mampu mengendalikan hasrat narsistik dari subjek narsis? Menurut saya, kekuatan terbesar adalah subjek itu sendiri. 

Tidak mungkin sama sekali ia tidak sadar akan sikap, perilaku, dan cara berpikirnya. Lagi pula hasrat untuk menjadi yang autentik tidak harus melalui jalan narsistik yang akut.

Untuk menjadi yang autentik, seseorang harus menjadi yang terbuka; dikritik, dinasihati, diperkaya, dan diperbaiki. Yang autentik bukanlah yang menolak kehadiran orang lain. Yang autentik bukanlah yang murung, dan anti-sosial.

Yang autentik bukanlah yang eksibisionis atau yang tukang pamer. Yang autentik adalah yang keluar dari siksaan egoisme dan yang berhasil melakukan pertobatan dan rekonsiliasi dari belenggu narsistiknya—cinta diri secara berlebihan.

Yang autentik adalah yang berbau manusia yang relasional, yang tercemar
masalah-masalah sosial, yang ternoda oleh perbaikan-perbaikan demi menjadi yang lebih baik, dan yang lebih harmoni. 

Akhirnya yang autentik adalah yang tanpa akhir keluar dari diri, membangun diskursus, melakukan introspeksi diri, dan yang selalu mencari yang lain di dunia nyata, bukan di ruang digital sebab tubuh, secara natural, membutuhkan pertemuan dan komunikasi kebertubuhan. (*)

Simak terus berita POS-KUPANG.COM di Google News 

 

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved