Opini
Opini: Budaya Clickbait Meresahkan
Persis seperti yang diungkapkan Ryan Holiday dalam bukunya Trust Me, I'm Lying: Confessions of a Media Manipulator.
Oleh: Petrus Selestinus Mite
Dosen Sosiologi FISIP Undana Kupang - NTT
POS-KUPANG.COM - Masa kini yang serba cepat, pertarungan untuk mendapatkan perhatian publik semakin sengit.
Media, konten kreator, bahkan politisi berlomba-lomba menciptakan judul bombastis, thumbnail mencolok, dan narasi provokatif, seringkali tanpa substansi yang memadai.
Fenomena ini dikenal sebagai clickbait, praktik "mengumpan" pembaca dengan konten sensasional demi meningkatkan traffic dan engagement.
Persis seperti yang diungkapkan Ryan Holiday dalam bukunya Trust Me, I'm Lying: Confessions of a Media Manipulator.
Sebuah pengakuan seorang "media manipulator" tentang bagaimana sistem media digital saat ini memang dirancang untuk mengejar klik, bukan kebenaran.
Ryan menjelaskan bahwa para blogger dan jurnalis online dibayar berdasarkan jumlah tayangan halaman, bukan kualitas isi, sehingga mereka terdorong untuk mempublikasikan berita secepat mungkin, bahkan tanpa verifikasi. (Holiday, 2012).
Bahkan Tim Wu pun sejak awal sepakat bahwa strategi media dan platform digital saat ini tidak lagi hanya menyajikan informasi, tetapi secara sistematis merebut perhatian public untuk dijual kepada pengiklan dalam karyanya The Attention Merchants (Wu, 2016).
Pada budaya ini, perhatian manusia telah dikomodifikasi, lalu dijadikan produk yang terus dieksploitasi tanpa henti. Akibatnya, kualitas informasi merosot tajam demi judul sensasional yang mampu menggaet klik.
Tim Wu menunjukkan bahwa praktik-praktik ini bukan sekadar hasil dari kemajuan teknologi, melainkan bagian dari strategi besar para "pedagang perhatian" yang sejak awal abad ke-19 telah membentuk perilaku konsumsi manusia.
Di balik tingginya angka klik, budaya clickbait justru meresahkan. Budaya ini tidak hanya menurunkan kualitas informasi, tetapi juga memperburuk polarisasi sosial, memicu hoaks, dan menggerus kepercayaan publik terhadap media.
Sekarang saatnya, perlu kehati-hatian dan mempertanyakan bahwa sampai kapan informasi-informasi tersebut merusak akal sehat kita demi kepentingan komersial dan politik sesat.
Clickbait: Senjata Ampuh Yang Provokatif
Pada era ekonomi digital, perhatian adalah mata uang utama. Platform media sosial seperti Facebook, Instagram, dan TikTok mengutamakan konten yang memicu reaksi cepat, marah, kaget, atau penasaran.
Algoritma ini mendorong kreator dan media untuk mengadopsi strategi clickbait. Misalkan: 1). "Kebijakan Gila Ini Akan Hancurkan Masa Depan Anak Bansa! Jangan Sampai Diam!"
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.