Opini

Opini: Budaya Clickbait Meresahkan

Persis seperti yang diungkapkan Ryan Holiday dalam bukunya Trust Me, I'm Lying: Confessions of a Media Manipulator.

Editor: Dion DB Putra
POS-KUPANG.COM/HO-COURSENET
ILUSTRASI 

Pada saat pembaca (masyarakat) terus-menerus  dikhianati" oleh judul yang menyesatkan, janji yang tidak terpenuhi, atau konten yang tidak relevan dengan ekspektasi awal, mereka secara bertahap akan kehilangan kepercayaan. 

Masyarakat menjadi sinis terhadap berita dan informasi, dan akhirnya memilih untuk meninggalkan media arus Utama yang seharusnya menjadi penjaga kebenaran, mencari sumber alternatif yang mungkin justru lebih bias dan tidak terverifikasi.

Salah satu fakta, misalnya viralnya akun-akun  "Tukang Omon-Omon"  atau sejenisnya di berbagai platform, yang sengaja memelintir fakta, memanipulasi informasi, atau mengutamakan narasi yang provokatif demi mendapatkan engagement semata. 

Jika dibiarkan tanpa adanya literasi digital yang memadai atau regulasi yang efektif, budaya clickbait tersebut tidak hanya akan mengubah ruang digital menjadi medan pertempuran opini yang penuh kebencian, tetapi juga merusak fondasi diskusi sehat dan pemahaman publik yang berbasis fakta, mengancam kohesi sosial dalam jangka panjang.

Proses meminimalisir dampak negatif clickbait yang merusak, diperlukan langkah solutif yang komprehensif, dimulai dari peran aktif platform digital itu sendiri. 

Facebook, Youtube, Instagram, Google, TikTok, dan platform media sosial lainnya harus memperketat algoritmanya, agar tidak lagi secara implisit mendukung atau memprioritaskan konten clickbait

Hal tersebut berarti mengurangi visibilitas judul-judul sensasional yang tidak relevan dengan isi, serta memberikan penalti bagi akun atau media yang secara konsisten menggunakan taktik menyesatkan. 

Kebijakan internal yang lebih ketat dan transparan tentang apa yang dianggap "clickbait"  dan bagaimana konten tersebut akan diperlakukan di algoritma sangatlah krusial.

Selain itu, diperlukan regulasi konten yang jelas dan literasi digital yang masif di tingkat masyarakat. 

Badan Pengawas seperti Dewan Pers atau Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) harus merumuskan pedoman yang tegas untuk membedakan antara jurnalisme yang kredibel dan konten hiburan atau clickbait semata, misalkan dengan memberlakukan label atau penanda khusus. 

Di sisi lain, masyarakat juga harus dibekali dengan kemampuan literasi digital yang mumpuni. 

Hal ini mencakup pengajaran tentang bagaimana bersikap kritis terhadap judul yang provokatif, cara mengecek sumber informasi sebelum mempercayai atau membagikan konten, serta pentingnya memverifikasi fakta dari berbagai sumber terpercaya untuk menghindari jebakan clickbait dan disinformasi. (*)

Simak terus berita POS-KUPANG.COM di Google News 

 

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved