Opini

Opini: Budaya Clickbait Meresahkan

Persis seperti yang diungkapkan Ryan Holiday dalam bukunya Trust Me, I'm Lying: Confessions of a Media Manipulator.

Editor: Dion DB Putra
POS-KUPANG.COM/HO-COURSENET
ILUSTRASI 

Frasa dalam judul-judul Ini adalah jenis clickbait yang paling umum, di mana judul dibuat seolah-olah ada informasi rahasia atau mengejutkan yang hanya akan terungkap setelah diklik. 

Tujuannya adalah memancing rasa ingin tahu yang tak tertahankan, membuat pembaca merasa bahwa mereka akan melewatkan sesuatu yang luar biasa jika tidak segera membuka kontennya.

Strategi ini sangat efektif karena secara psikologis, manusia cenderung memiliki rasa ingin tahu yang kuat terhadap informasi yang disajikan secara parsial atau misterius.

Kehadiran information gap yang menggiurkan, yakni sebagai upaya untuk menciptakan celah antara apa yang sudah diketahui (judul) dan apa yang ingin diketahui (isi konten).

Model clickbait jenis ini memicu kebutuhan kognitif untuk menutup celah tersebut. 

Meskipun sering kali isi konten tidak sefenomenal janji di judulnya, mekanisme psikologis ini secara konsisten berhasil menarik klik dan meningkatkan traffic, menjadikannya senjata ampuh dalam ekonomi perhatian digital.

Efek Sosialnya: Hoaks, Polarisasi, dan Krisis Kepercayaan

Budaya Clickbait tidak hanya sekadar masalah selera atau preferensi konten, tetapi budaya ini memiliki konsekuensi sosial yang nyata dan potensi merusak. 

Salah satu dampak paling berbahaya adalah menyuburkan hoaks dan disinformasi. Judul-judul yang sensasional dan bombastis, meskipun seringkali tidak sesuai dengan isi konten yang sebenarnya, berhasil menarik perhatian massal. 

Namun, disparitas antara judul dan isi tersebut tidak hanya mengecewakan pembaca, tetapi juga secara aktif memicu kesalahpahaman luas dan penyebaran informasi palsu yang berpotensi memiliki dampak serius pada masyarakat.

Efek negatif kedua adalah memperdalam perpecahan dan polarisasi dalam masyarakat.

Konten clickbait, terutama yang bermuatan politik atau isu-isu sensitif, cenderung disajikan secara hitam-putih dan sangat provokatif. 

Konten tersebut dirancang untuk membangkitkan emosi ekstrem dan memposisikan suatu pihak sebagai benar sepenuhnya dan pihak lain sebagai salah sepenuhnya. 

Hasilnya, masyarakat semakin terpecah menjadi kubu-kubu yang saling bermusuhan, di mana dialog konstruktif menjadi sangat sulit dan toleransi terhadap perbedaan pandangan terkikis.

Konsekuensi ketiga adalah mengikis kredibilitas media dan sumber informasi yang terpercaya. 

Halaman
1234
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved